Coretan 26

20 3 0
                                    

Melupakan memang sulit tapi ingatlah mengikhlaskan adalah cara tercepat menghapus luka sedalam apapun.

Bajuku sudah mulai terasa sempit. Begitu sesak di bagian dada dan perut. Celah setiap kancingnya mulai menganga. Ku rasa hilang sudah harapanku memakai kemeja polos berwarna hitam berbahan ceruti kesukaanku.

Aku merasa jengkel. Sudah sekitar dua puluh menit ku habiskan hanya untuk berganti baju. Beginikah sulitnya menjadi wanita berbadan dua. Aku sudah putus asa. Rasanya inginku ambil daster andalan untukku pakai hari ini. Oh itu tidak mungkin Dira!

Akhirnya ku putuskan untuk memakai dress berwarna navy yang panjangnya di bawah lutut dengan variasi tali di tengah dan bagian lehernya berbentuk v. Ku rasa bahan wolfisnya lumayan nyaman dan halus. Dress itu aku padu padankan dengan jas putih panjang yang biasa ku pakai setiap harinya. Ya semoga tak ada yang melihat tampilanku hari ini. Sungguh sangat tidak enak dilihat. Apalagi dengan bobot tubuh yang semakin naik tiap harinya membuatku seperti buntelan kentut. Walau ayah dari calon bayiku selalu memuji bahwa aku masih terlihat cantik tapi aku tau persis itu ia lakukan untuk sekedar menghiburku.

Hari ini aku akan menghadiri acara konsultasi gratis untuk siapapun yang datang ke base camp baruku. Ya, setelah aku menyelesaikan pendidikan menjadi seorang psikiater aku putuskan mengundurkan diri sebagai sales promotion girl di salah satu pusat perbelanjaan di kota Jakarta.  Terlebih aku sudah mendapatkan surat izin membuka tempat praktek sendiri.

Aku tak menyangka sepuluh tahun begitu cepat berlalu. Bahagia sudah ku miliki saat ini. Impian, pendamping serta keluarga kecilku. Aku memang sedang hamil buah hatiku yang kedua. Setelah empat tahun lalu melahirkan anak lelakiku yang pertama. Ya dulu aku menikah selagi masih kuliah.

Banyak hal yang ku syukuri saat ini. Aku beruntung memilih untuk pergi dan menuruti apa katanya. Sebuah kata yang selalu terngiang dalam benakku. Berdamailah! Ya itulah katanya. Aku memang masih mengingatnya tapi semua rasa yang kupunya sudah hilang dan terkubur disana.

Saat ini aku hanya mencintai ayah dari calon bayiku. Dialah Bani. Psikiater muda yang selalu menjadi motivatorku. Walau kami sempat menjalani LDR dalam membina rumah tangga tapi akhirnya waktu mempersatukan kami kembali. Setelah ia mendapat pengganti yang bertanggung jawab atas base camp yang terletak di kota Bogor. Bani memilih untuk membantuku mendirikan base camp di sini. Walau sesekali ia harus berkunjung ke base campnya di Bogor.

Aku senang menjadi aku yang sekarang. Harapanku hanya satu, semoga dia yang dulu memilih melepasku bisa sama bahagianya. Aku tak pernah ingin menyalahkannya. Aku tahu berkorban dan bertahan pada luka memanglah pilihan yang sulit.

Sejenak aku menghela nafas lalu mengambil tas handle berbahan kulit asli yang berwarnakan hitam kombinasi biru dongker. Lalu ku pakai sepatu pantofel kulit sintetis berwarna hitam dengan hak runcing yang tak terlalu tinggi yaitu sekitar tiga centimeter.

Tok....tok...tok...

Suara pintu kamar di ketuk dan engsel pintu berwarna silvernya mulai bergerak. Kulihat seorang pria yang memakai kemeja abu tua polos berbahan katun masuk ke dalam kamar.

" Kamu udah siap?" tanya suamiku seraya mendekat lalu mengelus perutku.

" Finish. Yuk jalan," sautku sambil memakai jepit kecil hitam polos dan menempatkannya di bagian samping rambut hitam panjang yang sengaja ku gerai.

Do you think Of me ? [ Lengkap ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang