Coretan 14

21 4 1
                                    

Batu itu keras. Ia selalu kuat menahan tetesan air tapi pasti hancur jika sering mendapat terpaan ombak. Mengapa? Bukankah keduanya hanyalah air? Betul tapi kadar yang membedakan. Begitulah kepercayaan dan pengingkaran.

Keegoisan sedang mengguruiku hari ini. Dia memberiku ilmu kemarahan dan pengacuhan. Aku memilih menjadi patung hari ini. Patung saat ada dihadapannya. Aku tau ini bukan sikap yang seharusnya ku tunjukan. Bolehkah aku sejenak berteman dengan ego?

" Ra," saut Raga sambil menghampiriku yang sedang berjalan memasuki gudang sepatu.

" Ra kamu marah soal semalem? Hp ku abis batre Ra. Semalam kamu tau kan kalo hujan. Soal kejutan itu semua mendadak Ra," ujarnya yang masih berdiri di sampingku.

Aku masih terdiam. Moodku hari ini hilang. Walau Raga mencoba menjelaskan tapi itu tak cukup untukku. Sungguh aku sedang tak ingin di ganggu!

Raga terlihat sangat menyesal. Wajahnya begitu memelas memohon agar aku memaafkannya. Tapi aku tetap kukuh pada egoku. Akhirnya ia pun keluar gudang dan melanjutkan pekerjaannya.

Hah! Dasar lelaki! Hanya sampai disitukah usaha untuk mendapatkan maafku? Menyebalkan. Aku yakin kali ini dia yang kemungkinan akan marah padaku. Ya betul memang begitu. Mungkin setiap pasangan pasti sudah merasakannya. Jika salah seorang marah dan mendiamkan maka satunya lagi akan mengikuti dan situasi akan berbalik. Entahlah pusing rasanya! Menjengkelkan.

Hingga tiba waktunya pulang aku masih menjadi patung di hadapan Raga dan benar saja tebakanku. Ya kali ini Raga pun ikut menjadi patung. Walaupun sesekali kami saling menatap.

Aku tak habis pikir kenapa dia senang sekali menarik ulur perasaanku dalam waktu yang sangat singkat? Sesaat membuatku terbang tapi hanya selang sedetik sudah di jatuhkannya aku ke lapisan tanah paling dasar.

Aku yang masih mengantri di depan mesin fingerprint sesekali melirik ke arahnya. Shit dia sedang melihatku dengan tatapan yang begitu tajam.
Aku pun semakin tak sabar menunggu giliran untuk absen pulang agar segera keluar toko dan pergi menghindari Raga.

" Hah lega! Kenapa dia liatin gue kaya gitu?" Ucapku sambil berdiri di trotoar menunggu angkutan umum.

" Udah bisa ngomong?" Ujar seseorang yang tiba-tiba ada di belakangku. Sungguh membuat jantungku copot.

" Ra aku ga tahan kamu diemin. Kamu marah silahkan tapi ngomong," tambahnya lagi sambil memegang tanganku.

" Lepasin Raga," sautku sambil menarik tanganku lepas dari genggamannya.

" Apasih Ra yang kamu curigain?"

" Ga ada yang curiga."

" Kalo ga curiga kenapa marah?"

" Aku ga suka Diani?"

" Yang suruh kamu suka Diani siapa Ra?"

" Aku ga suka kamu utamain Diani!"

" Dia sahabat aku Ra. Aku ga bisa tiba-tiba jauhin dia."

" Yang nyuruh kamu jauhin dia siapa?"

" Tadi kamu bilang."

" Aku ga mau kamu utamain dia. Kalo kamu tetep begitu mending kita sahabat aja. Lebih enak. Aku jadi lebih di utamain. Gimana?"

Do you think Of me ? [ Lengkap ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang