Coretan 20

18 3 0
                                    

Melepas atau terlepas itu mudah. Tapi, yang sulit itu setelahnya.

Pagi ini kondisi tubuhku sudah mulai membaik. Aku berniat untuk masuk kerja. Walaupun sebenernya moodku kurang mendukung terlebih semalam tadi aku tak bisa tidur dan terus menangis. Sampai-sampai pagi ini aku merasa malu melihat wajahku di cermin. Ya bagaimana tidak, mataku bengkak bukan main.

Hari ini aku berharap berbeda sift dengan Raga. Ya betul Raga. Lelaki yang sudah bukan kekasihku lagi. Aku tak siap bertemu dengannya. Ucapannya malam tadi masih terngiang di telingaku. Aku malu terlihat rapuh di depannya. Rasanya ingin marah tapi aku tak bisa. Kecewaku terlalu dalam hingga hanya bisa diam.

Aku berjalan tertunduk melewati konter pakaian anak. Aku tak ingin siapapun menanyaiku. Langkahku semakin ku percepat menuju konterku.

Dari kejauhan kulihat Didi sedang berbenah. Dia sedang mengelap rak sepatu sambil bersiul. Aku yakin dia pasti akan mengintrogasiku seperti intel.

" Ra kemana aja lo? Tiga hari ga ada kabar!" seru Didi yang menyadari kedatanganku. Ia menaruh lap yang ia genggam seraya menghampiriku. Yap benar saja tebakanku. Dia seperti polisi yang baru menemukan buronan.

" Gue sakit Di," jawabku singkat sambil membereskan meja.

" Sakit yang mual-mual itu Ra? Udah periksa? Apa kata dokter? Lo hamil?!" ucap Didi tanpa jeda. Matanya menatapku tajam. Ya betul-betul mulut mercon.

" Sssssttt! Sembarangan. Ga ada yang hamil. Gue kena dehidrasi," timpalku geram sambil memelototinya.

Didi hanya mengangguk. Ia melangkah sedikit mendekatiku. Sorot matanya memperhatikan mataku. Dahinya mulai mengkerut. Aku tahu banyak pertanyaan yang akan dia sampaikan. Sungguh dia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

" Ngapain sih lo!" Seruku sedikit lantang.

" Lo mewek ya? Karna si Raga?" Tanyanya penasaran.

" Bukan!" Jawabku ketus.

Dia mengangguk lagi beberapa kali. Seperti paham dengan kondisiku. Entahlah begitu sangat so tahunya temanku yang satu ini. Bak anak indigo yang sedang menerka kejadian sebenarnya.

" Ra tadi pas gue datang. Gue liat anak baru pengganti Momon datang bareng Raga satu motor. Lo masih mau biarin aja? Kalian break kan tapi bukan berarti dia bisa jalan sama semua cewek kan Ra?"

" Apa? Siapa pengganti Momon?"

" Si Bulan. Masa lo ga tau. Dia sepupunya Diani. Lo belom putus kan sama Raga?"

Aku terdiam. Perasaanku tiba-tiba sakit. Siapa Bulan? Aku mencoba menerka-nerka. Namanya sangat asing. Bahkan sama sekali tak pernah ku dengar. Raga tak pernah menceritakan wanita lain selain Diani. Aku sungguh penasaran. Aku ingin tahu tapi juga tak mau tau. Kenapa aku ini sungguh linglung. Apa mauku? Sudahlah Dira semua sudah berakhir tadi malam.

" Ra kok diem? Lo belom putus kan? Ra jangan-jangan lo di selingkuhin."

" Di stop jadi kompor! Gue udah putus."

" Apah?! Wah sialan emang si Raga. Lo diem aja Ra? Lo sadar ga sih lo di selingkuhin? Ya ampun kenapa temen-temen gue jadi korban pelakor semua sih. Waktu itu si Lili sekarang lo."

" Di bisa diem ga?!"

" Ra kalo pun kalian udah putus, lo pikir si Raga pdkt sama si Bulan kapan?   Pasti selagi masih punya hubungan sama lo! Apa bedanya Ra. Itu sama-sama selingkuh!"

" Di stop! Udah gue mau ke toilet dulu pengen buang hajat!"

Dengan seribu langkah aku langsung bergegas ke toilet. Sebetulnya bukan karna aku ingin buang air besar. Tapi karena rasa mualku timbul lagi dan ingin muntah. Sambil berjalan ku coba menoleh ke arah konter sepatu ladies dimana dulu Momon berjaga di sana. Ku lihat seorang gadis sedang sibuk merapikan rak sepatu. Aku yakin dia Bulan. Aku ingat pertemuan pertama dengannya saat aku sedang berada di ruang staf memberikan surat resign sahabatku. Jadi dia gadis yang di bonceng Raga tadi pagi. Apa hubungan mereka berdua sebenarnya? Pikiranku semakin kacau.

Aku meneruskan langkahku. Setibanya depan toilet aku berpas-pas an dengan mantan kekasihku. Dia baru saja keluar dari toilet pria. Memang letak pintu utama toilet pria dan wanita saling berhadapan. Saat mata kami beradu, aku mencoba memalingkan wajah. Dia menatapku tajam.

" Aku ga suka liat mata kamu pagi ini," ucapnya sambil menarik lengan kiriku.

Aku mencoba melepasnya sekuat tenaga tanpa berkata apapun. Tapi sayang genggamannya lebih kuat dariku. Aku berbalik badan dan menatap matanya.

" Cari bahagia kamu Ra. Aku mau kamu bahagia," ucapnya lagi.

" Bisa kamu bilang kaya gitu karena udah dapet bahagia yang baru. Kenapa harus pake alesan mau aku bahagia kalau nyatanya kamu putusin aku karena cewek lain," sautku sedikit mengecilkan volume suaraku.

" Aku putusin kamu bukan karena Diani Ra," ungkapnya lagi.

" Memang aku bilang karena Diani?!" Tanyaku emosi.

Raga menatap kedua bola mataku seakan ingin menerka apa yang sebenarnya aku tau. Rasa ingin ku katakan. Stop berpura-pura mengelabuiku. Aku tau sekarang! Akupun mencoba lagi melepaskan tanganku. Kali ini berhasil.

" Selamat buat bahagia kamu yang baru mantanku," ujarku sambil tersenyum picik menatapnya.

Aku langsung berbalik dan masuk ke dalam toilet wanita. Aku menangis tanpa suara. Aku benci dia berpura peduli. Padahal aku tau kenyataan yang sebenarnya. Tahukah dia aku sangat terluka. Apa dia memikirkanku.

Dia yang pergi tidak akan pernah tau rasanya kehilangan. Dia hanya memberi semua kenangan untuk disimpan oleh orang yang di tinggalkan tanpa membawa satupun beban. Lalu bagaimana dengan aku yang di tinggalkan. Apakah ini adil? Manakah yang di sebut karma? Akankah ia datang? Aku tak pernah yakin.

Dunia ini hanya sesumbar bahwa akan ada karma untuk pembalasan. Tapi nyatanya tak semua hal akan berjalan pada garis keadilan. Jadi kini aku tak kan memintanya. Aku hanya ingin beri aku kekuatan menghadapi diriku sendiri. Untuk melawan ketidakadilan.

Bertahan melihatnya bahagia adalah tugasku saat ini. Bahkan pilihan pun aku tak punya. Beginikah sulitnya menjemput kebahagian dengan membawa luka?

Aku ingin dipikirkan walau hanya sesekali. Mengapa aku ada untuk terlihat tak ada? Aku tau ucapan pecundang macam apa itu. Aku memang sedang kacau. Aku butuh sejenak disini menjadi pecundang untuk meluapkan semua beban dan berjanji akan pergi. Tolong jangan berbalik. Aku ini hidup. Aku akan berbenah.

Banyak orang yang bisa memikirkan dirinya sendiri. Lalu mengapa aku harus memikirkan orang lain? Aku berbanding banyak orang. Lalu siapakah yang disalahkan? Ya, aku hanya bisa diam. Hai aku, bangunlah! Aku sedang berbicara padamu! Dengar,   keadilan tidak pernah datang kepada yang berdiam diri. Jangan tutup telingamu atau wajahmu. Dunia sedang menanti keberanian mu. Ayolah aku akan terus meneriakiku sampai aku berhenti berdiam. Ya, aku sangat percaya padaku.

*****

Do you think Of me ? [ Lengkap ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang