26. Semalam

3.2K 599 75
                                    

Ada yang kangen tak?
_____________________

Hanya orang bodoh yang berpikir bahwa Taeyong pengangguran miskin. Nyatanya, pemuda itu pengangguran kaya raya. Bayangan tumpukan uang di bank langsung memenuhi isi kepala Jisoo.

Berpikir dia cuma pengangguran miskin tak ada salahnya juga. Toh, selama ini perilaku Taeyong mendeskripsikan sekali sosok pengangguran miskin. Belum pernah Jisoo melihat Taeyong pamer kekayaaan, yang ada malah sebaliknya, pemuda itu kerap meminjam uang padanya—oh, apa Jisoo belum pernah cerita soal itu? Itu sudah lama dan uangnya belum kembali sampai sekarang.

“Maklum ya, Jisoo, dia bangunnya suka siang-siang,” ucap Yuna.

Tebak siapa yang meminta maaf padanya padahal bukan salahnya.

Jisoo tersenyum tipis. Lagipula melihatnya tak bangun jam segini bukan hal baru lagi. Taeyong memang begitu, si manusia penganut konsep “rebahan is life”.

Pagi itu Jisoo bersama Yuna belanja ke pasar. Tadinya beliau melarangnya ikut, dengan alasan, ia harus di rumah dan beristirahat, tetapi Jisoo menolaknya. Dia malas di rumah, apalagi berdua sama Taeyong.

Jisoo masih marah padanya. Semalam Taeyong telah mengurangi jatah istirahatnya. Pemuda itu tak membiarkannya tidur dengan nyenyak sama sekali. Sudah diperingatkan supaya tetap berada di tempat jangan sampai melewati pembatas guling, nyatanya? Semalam dia menempeli Jisoo tanpa bosan, hingga membuat Jisoo berjaga karena memikirkan, “Bagaimana kalau orangtua Taeyong melihat mereka?” dan bayangan Jisoo disorakin warga kemudian diajak keliling desa karena tertangkap basah sekamar dengan pemuda bukan muhrim-nya.

Ia bergidik ngeri membayangkan hal itu terjadi padanya. Tahu sendiri, kan, hidup di negara ini dengan budaya yang luar biasa beraneka ragam tapi masih dihuni oleh penduduk yang berpikiran—well, premitif.

Lihat saja pandangan mata terang-terangan tertuju padanya. Jisoo melihat dirinya sambil berpikir, “Pakaian gue masih waras kok.” Lalu dengan canggung menyunggingkan senyum pada empat pria tua yang terus menatapnya nafsu. Adapula sekelompok gadis desa yang berbisik-bisik membicarakannya.

Jisoo tahu, jadi percuma mereka saling berbisik kalau mata mereka tertangkap basah olehnya. Ia sebaik mungkin bersikap biasa saja. Mungkin mereka belum pernah melihat gadis dengan rok selutut dan rambut panjang yang tergerai rapi, serta wajah kinclong tanpa noda jerawat, pergi ke pasar. Diam-diam Jisoo menyeringai sombong membalas tatapan para gadis desa yang menatapnya itu.

Sebelumnya ia berpikir ke pasar hanya membutuhkan waktu sebentar, tak tahunya dua jam lebih Jisoo baru kembali ke rumah. Yuna—ibu Taeyong—memborong banyak belanjaan. Hampir seluruh penjual di pasar dia tandangi, dan sekarang kedua tangan Jisoo penuh dengan belanjaan.

Pas sampai rumah si tuan muda baru bangun dari hibernasinya. Ia keluar kamar dengan muka bantal, mulut menguap lebar, dan rambut berantakan. Yuna memanggil dan menyuruhnya supaya membantu sang ibu membawakan belanjaan ke rumah.

“Sama si mbok aja, Ma.”

“Jisoo aja bantu Ibu, masa kamu enggak.”

Mata Taeyong terbuka lebar begitu melihat Jisoo masuk ke rumah sambil menentang belanjaan. Ia terkekeh lantas menghampiri gadis tersebut.

“Rajin bener, Premasuri.”

“Bantuin, Taeyong, jangan digodain!” tegur ibu sebelum berlalu ke dapur dengan belanjaannya.

“Sini dah, aku bantu—” Langsung saja Jisoo menyerahkan semua belanjaan ke Taeyong dengan senang hati. Beban di pundaknya kini menghilang. Walau masih terasa pegal-pegalnya.

“Kenapa nggak bangunin?”

Ia menoleh, mengernyit bingung.

“Kalau dibangunin kan, aku bisa ikut ke pasar.”

Ada yang aneh sama nada bicaranya.

“Masih ada banyak?”

Jisoo masih diam menatapnya berpikir.

“Jis!” Taeyong menegurnya. “Malah ngalamun.”

“Lo kesambet apa sih, pakai aku-kamu segala. Aneh!” komentarnya kemudian, menemukan keanehan Taeyong pagi ini.

Pemuda itu malah tersenyum geli sambil mendekat ke Jisoo, dan berbisik, “Bukannya semalam sepakat, ya?”

“Apa? Sepakat apa?” Tiba-tiba Jisoo dibikin panik olehnya. Demi apa pun, mereka semalam tidak melakukan kegiatan aneh kecuali, Taeyong menempelinya dan berbisik kalimat yang sukar dimengerti olehnya.

Taeyong semakin menempelinya. Malah tangan kanannya sudah bertandang di pundak Jisoo.

“Perlu diingatkan lagi, nih?”

Ia mengangguk samar, sama sekali tidak mengingat ada kesepakatan di antara mereka semalam. Bukannya Taeyong tidur lebih cepat ketimbang dirinya?

“Kita kan, sepakat balikan.”

“Hah? Kapan? Ngaco lo, ya?”

Taeyong menggeleng samar. “Kamu sendiri yang bilang ya.”

“Enggak pernah gue bilang iya. Ngimpi lo pasti!” tudingnya. “Lagian lo gak pernah bilang ngajak balikan. Lo tidur duluan sementara gue terjaga karena ....” Ucapannya menggantung tiba-tiba.

Jisoo melirik Taeyong ragu; Taeyong memandangnya ingin tahu.

“Bukan apa-apa,” ujarnya segera menjauh dari Taeyong dan pergi ke dapur menyusul Yuna.

“Perlu diingat, Jis, kita udah balikan!” teriaknya.

Jisoo sempat menoleh lalu cepat meninggalkan kegilaan Taeyong.

_____________________

diusahakan update cepat 😖

[2] Boyforent | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang