"Lo lagi?"
"Hah? Kenapa? Ga suka? Yaudah, biar Soobin di sini—
"Eh, eh, eh! Ga usah, ga usah!" Tanganku terangkat mengatakan 'tidak'. Alhasil Yeonjun yang hendak berdiri jadi batal dan duduk lagi.
"Lo suka Soobin, ya?"
"Jaga!" kataku sambil menunjuk mulutku dan menutupnya seperti resleting. Seketika mulutnya mengatup.
"Sekali lagi lo bilang gitu.." Aku mengambil pulpen. Menggerakkannya seperti aku memotong sayuran namun pada leherku.
"Suka beneran berarti," katanya sambil cekikikan membuatku ingin menendangnya.
"Awas lo!"
Try out berjalan begitu lancar. Membuatku tidak percaya jika nilainya akan lancar juga menuju angka 100. Ini Bahasa Indonesia, aku tidak baik melakukannya.
Karena aku masih menunggu Abi menjemput, aku duduk di pos satpam lagi. Bisa kulihat Soobin dan teman-temannya lewat di depanku. Dia tidak melihat ke arahku, namun salah satu temannya menyapaku dengan alisnya.
Hmm, dia melakukan apa yang aku katakan. Aku sedikit menyesal. Ah, tidak. Ini lebih baik. Yeji di sampingku juga tidak mengatakan apa-apa. Aku akan baik-baik saja.
Baru saja aku tiba di rumah, Umi memanggilku ke dapur. Ternyata ada Piyo juga di sana. Apa dia pulang bareng temannya?
"Habis ini anterin kotak itu ya ke Renjun," ucap Umi sambil melihat ke arah kotak itu. Ada di depan Piyo.
"Lo aja ya yang nganter," pintaku pada Piyo agak berbisik. Demi apa aku harus pergi ke rumahnya lagi? Aku malas.
"Dih, lo yang disuruh juga," balas Piyo menyebalkan.
Daripada kepikiran terus, aku pun langsung pergi mandi dan berganti baju. Selesai itu semua, dengan pasrah, aku pergi ke rumah Renjun. Untungnya dekat. Aku hanya butuh sandal pergi ke sana.
"Lo kalo mau masuk. Masuk aja kali," kata seseorang yang berhenti di sampingku. Aku memang berada di depan gerbang rumah Renjun, ragu untuk masuk.
"Bukain pintunya, dong. Lo tuan rumahnya," ujarku agak minggir agar dia dan motornya masuk juga.
Aku diantar masuk olehnya. Begitu bundanya melihatku, beliau terlihat begitu senang. Pikiranku lekas mengenang peristiwa sekitar setahun yang lalu.
"Wah, Lia. Selamat datang, nak. Lama tidak ke sini. Ayo, masuk dulu," sambut bunda Renjun sambil mendekatiku.
"Iya, tante. Tapi ini, Lia diminta Umi kasih ini ke tante." Aku memberikan kotak yang tadi.
"Oh, iya. Terima kasih, ya. Ayo, duduk dulu."
"Gapapa, tante. Mau langsung aja. Besok ada ujian."
"Oh, gitu. Yaudah, kapan-kapan main aja, ya. Deket juga 'kan."
Hanya ada senyum yang bisa kuberikan. Aku terlalu sakit untuk mengatakan kata-kata sekarang. Pergi ke rumah mantan yang mana bundanya baik banget adalah another level of pain. Menyesal, tidak, tapi rasanya sudah berkhianat.
Sepanjang jalan, membuatku berpikir. Dulu aku putus sama Renjun gara-gara apa, ya? Kalau tidak salah, aku yang mutusin dia. Atau jangan-jangan—
"Maaf, Jun. Kita putus. Gua ga mau lagi ada di peringkat bawah."
—gara-gara nilaiku hancur. Dengan gampangnya aku berpikir aku jatuh hanya karena pacaran sama Renjun. Oh, astaga. Kekanak-kanakan sekali aku.
"Assalamualaikum." Kubuka pintu rumah dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Oke ft.Lia ITZY (END)
FanfictionSemua orang mengenalnya, aku saja yang terlambat. Ketika orang-orang mengumpulkan fokus ke arahnya, aku menoleh arah lain. Waktu memang tepat, aku mengakui itu. Lalu tiba-tiba saja aku mempercayai suatu kebetulan. Sudah berapa lama dia di sini? Aku...