Lima tahun berjalan sudah hubunganku dengan Soobin berada diantara jarak yang sangat jauh. Namun kondisi kami setiap harinya juga baik-baik saja. Tapi ada pula sedikit kekesalan tersendiri karena perbedaan waktu sehingga menyulitkan komunikasi.
Lima tahun ini, yang kurasakan memang hampa. Baru ketika dering ponselku berbunyi menunjukkan namanya, aku merasakan bahagia.
Setiap hari akan selalu seperti itu. Banyak cerita yang saling kami ceritakan sehabis melakukan berbagai aktivitas sepanjang hari.
Namun ketika Umi mengatakan akan menjodohkanku dengan seorang laki-laki yang belum aku kenal, aku bingung dengan keadaan.
Lima tahun bersama Soobin tidak menjaminku untuk selalu bersamanya. Ketika takdir Tuhan berkata lain, maka terjadilah kehendak-Nya.
Tok, tok, tok! Ceklek! Pintu kamarku terbuka. Tampak Umi yang begitu cantik dengan balutan jubah kremnya juga dengan hijab panjangnya. Pakaian yang hampir sama denganku namun milikku berwarna putih.
"Sudah siap?" Pertanyaan Umi membuat hatiku terenyuh. Akankah aku berakhir seperti ini? Rasanya sedih sekali aku harus melakukan ini.
"Tidak apa, jangan dipikirkan dulu. Kamu lihat saja, lagipula masih tunangan 'kan," kata beliau dengan nada yang begitu tenang.
"Tunangan itu awal dari semua janji ke depannya, Umi. Mana bisa Lia lakuin itu? Lia masih pacar Soobin," balasku agak berbisik karena aku yakin di lantai satu sana sudah banyak anggota keluarga yang berkumpul.
"Tapi keputusan juga ada di tangan kamu, nak. Kamu bisa tolak pertunangan ini baik-baik nanti."
"Nanti? Lia tolak sekarang saja, Umi. Maaf," ucapku namun Umi menggeleng. Beliau menarik tanganku perlahan.
"Ini semua juga buat kebaikan kamu." Beliau mengangguk menyemangati. Aku tertunduk dalam menahan tangisku.
"Ayo." Ragaku dibawa beliau keluar kamar. Dilihat dari tangga memang banyak yang sudah datang. Namun aku rasa ini hanya keluarga inti saja.
Sampai di ujung tangga, Abi menggandeng tanganku yang satunya. Umi berdiri di samping Piyo yang sibuk mengambil foto diriku. Ingin aku marah, tapi kondisinya tidak memungkinkan.
Aku duduk di sofa utama sedangkan para keluarga ada di kiri dan kananku. Sofa ini terbagi menjadi dua, masih kosong di sampingku. Berarti yang katanya calon tunanganku itu belum datang.
Tok, tok! Ceklek! Pintu rumah di depan sana terbuka. Tampak seseorang mempersilahkan orang-orang di belakangnya untuk masuk. Salah satu dari mereka memakai pakaian paling mencolok, sama seperti warna pakaianku.
Ternyata dia. Aku tidak menyangka ini sama sekali. Untuk apa Umi merahasiakan identitas calon tunanganku kalau yang datang adalah dia?!
"Umiiii!" rengekku agak kesal karena merasa dijahili oleh Umi sendiri.
"Masih mau nolak?"
"Nggak mungkin!"
Diriku tertahan beberapa saat sampai acara ini selesai. Kulirik jari manis kiriku yang sekarang terpasang sebuah cincin di sana. Seseorang memakaikannya barusan.
"Ekhem!" Laki-laki di sampingku membuatku menoleh. Wajah yang lama tak terlihat secara langsung itu tersenyum.
"Diem aja dari tadi? Seneng apa gimana, nih?" tanyanya sedangkan aku tidak ada kekuatan untuk menjawab.
"Sebenernya pengen banget peluk kamu tapi Abi lihat kita serius banget." Seketika aku melirik Abi, beliau terdiam tersenyum melihat kami.
"Soobin, makasih, ya, udah kembali," ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Oke ft.Lia ITZY (END)
FanfictionSemua orang mengenalnya, aku saja yang terlambat. Ketika orang-orang mengumpulkan fokus ke arahnya, aku menoleh arah lain. Waktu memang tepat, aku mengakui itu. Lalu tiba-tiba saja aku mempercayai suatu kebetulan. Sudah berapa lama dia di sini? Aku...