"Lia, turun! Ada temen kamu 'tuh!!"
Ya, Tuhan. Malas sekali raga ini. Dengan rasa ogah-ogahan, aku berjalan sambil menekuk muka. Menuruni banyak anak tangga membuatku bernapas tidak teratur. Siapa 'sih berani-beraninya datang ke rumah Lia di hari yang hujan ini?! Kurang kerjaan banget.
Saat aku membuka knop pintu, oh, si mantan. Ngapain dia ke sini lagi, si—
"Nih, soto buatan mama gua. Buat keluarga lo. Selain itu ga ada," ucap Renjun sambil memberi satu wadah yang dia bilang isinya soto buatan mama dia. Aku menerimanya. Raut kami sama-sama datar.
Tiba-tiba Umi datang.
"Wah, terima kasih, ya, Renjun. Tunggu sini du—
"Ga papa, tante. Wadahnya taruh sini dulu aja. Kata mama kapan-kapan aja balikinnya. Saya pamit, ya, tante." Habis senyum sebentar ke Umi dan menatap datar padaku, dia berbalik berjalan menuju payungnya yang tergeletak di dekat taman depan dan pulang.
Aku pun menutup pintu dan kusadari Umi sudah tidak ada di dekatku. Ternyata beliau sibuk dengan alat-alat masak di dapur. Jadi, aku pergi ke kamar lagi saja.
Tok!! Tok!! Tok!! Ya, amponnn!!! Seharian tidak ada tamu tak diundang bisa tidak 'sih?! Kesal aku!!
"Lia bukain 'tuh!!" kata Umi dari dapur.
Anak beliau pun hanya pasrah. Kubuka pintu ini lagi. Astaga! Wajahnya nyaris tidak terlihat. Tingginya pintu saja tidak setinggi dia. Jadilah dia agak menunduk untuk melihatku. Yaelah, si tiang. Tahu dari mana dia rumahku?!!
"Hai, Lia!" sapanya sambil melambaikan tangan.
Alisku bertaut. Bukannya aku sedang kesal dengannya, ya? Mengapa dia ada di sini? Dia ingin bunuh diri? Baiklah, aku masih kesal dengannya. Aku masih ingat kejadian tadi, ya.
Tanpa kusadari, aku hanya melihatnya tanpa ingin bertanya apapun padanya. Dia juga aku diamkan di depan pintu. Ngomong-ngomong, entah mengapa hujan sudah reda dan matahari kembali mencerahkan hari. Seketika aku melihatnya seperti seseorang dengan latar yang begitu indah dan cerah.
Lama sekali sampai satu menit lebih.
"Lia kamu gimana 'sih ada temennya kok ga disuruh masuk??" Umi datang dan menarik tanganku agar tidak menghalangi pintu masuk. Lepas itu Soobin disuruh masuk sama Umi. Bentar, deh. Dia tahu rumahku dari siapa 'sih?!!!
"Temennya Lia, ya?" tanya Umi sambil duduk di sofa depan Soobin.
"Iya, te. Saya Soobin," katanya sambil senyum dan terbentuklah double dimplenya.
"Ngapain ke sini? Mau main sama Lia, ya?" Umi please, deh!! Dia masih asing buat aku dan tiba-tiba saja dia di sini!
"Hehe, iya, te. Mau saya ajak jalan-jalan ke cafe sekalian ngerjain tugas," ujarnya sambil menggaruk tengkuk dia. Idih, idih! Senyumnya gombal banget juga! Dia kenapa 'sih?!
"Oh, yaudah. Sana kamu cepet siap-siap!" Lah, bagian ke aku Umi malah ngegas. Daripada beliau tambah ngegas, aku pun naik ke kamar dan siap-siap.
Selepasnya, aku salim pada Umi dan keluar rumah duluan. Kutunggu Soobin di depan pintu dengan raut yang tidak sabaran. Apa rencananya kali ini, astaga?! Lantas aku meliriknya dari luar ini, dia masih saja bercanda dengan Umi.
"SOOBIN, ASTAGA, CEPET, DONG!!! KEBURU LUMUTAN GUA DI SINI!!" Terserah dengan tetangga. Baru kali ini aku berisik. Akhirnya dia mau keluar. Tapi tidak semudah itu.
Duk!! Pfft! Aku yang kesal malah dibuat tertawa olehnya. Kejadian ini seakan berulang terus. Dia terbentur pintu rumahku. Kasihan kepalanya.
"Ga papa 'kan?" tanyaku di sela-sela tawaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Oke ft.Lia ITZY (END)
Fiksi PenggemarSemua orang mengenalnya, aku saja yang terlambat. Ketika orang-orang mengumpulkan fokus ke arahnya, aku menoleh arah lain. Waktu memang tepat, aku mengakui itu. Lalu tiba-tiba saja aku mempercayai suatu kebetulan. Sudah berapa lama dia di sini? Aku...