21 July

107 10 1
                                    

Seseorang turun melalui tangga dengan tergesa-gesa. Suaranya yang cukup keras itu menarik perhatianku yang sedang mencuci piring di dapur. Kala aku menoleh ke arahnya, dia tampak terkejut.

"Astaga, Lia. Kalau pake masker malam aja, dong. Kaget, nih," keluh suamiku mengelus-elus dadanya. Aku ingin tertawa tapi takut maskerku pecah.

"Sungbin, mana?" Dia bertanya setelah mencium pucuk kepalaku. Mata indahnya sekarang bergerak mencari pangeran kami.

Puk! Tanganku menepuk bahunya. Mataku membulat melototinya. Wajah Soobin agak bingung mengapa aku melakukan itu. Sepersekian detik kemudian—

"Ya, ampun, lupa!" Kakinya yang panjang menaiki tangga lagi. Dua anak tangga sekaligus agar cepat sampai menuju kamarnya.

"Tidur," kata Soobin agak berbisik membawa pangeran kecil kami itu dalam dekapannya. Aku segera menerima Sungbin.

"Aku berangkat, ya." Kurasakan pelukan hangat yang diberikannya setiap berangkat bekerja. Begitu juga dia tidak lupa untuk mencubit pelan pipi Sungbin yang masih saja tertidur ini.

"Langka banget, ya, dia kayak gini. Biasanya bakal nangis pengen ikut," ujar suamiku ini kembali membuatku ingin tersenyum. Tapi tidak bisa.

"Senyum aja kalo mau senyum." Aku hanya menatap datar ke arahnya.

Dia pun tertawa sampai melambaikan tangan ke balik pintu di depan sana. Tuk! Pintu sudah tertutup. Tersisa aku di sini.

"Papamu pelupa, ya," gumamku membawa Sungbin ke sofa depan televisi. Aku batasi pinggirannya dengan bantal agar dia aman. Setidaknya aku harus melepas masker ini dulu.

Lima menit kemudian.. Fuhh, rasanya jauh lebih enteng. Bahkan senam muka pun terasa mudah sekali.

"Sungbin? Nak?" Sofa sudah kosong. Anak Soobin yang satu ini aktif sekali sampai aku takut kalau dia kenapa-napa. Astaga, di mana anak itu?!

Sudah kukelilingi lantai satu. Dia tidak mungkin keluar ke halaman depan karena pintu depan belum bisa digapainya. Apa dia— Pandanganku mengarah pada tangga. —naik ke lantai dua?!

"Astaga, Sungbin!"

Kakiku cepat menaiki anak tangga. Berkali-kali tersandung karena kelewat panik. Lain kali akan aku belikan pembatas saja di awal tangga agar dia tidak naik sendiri ke lantai dua.

"Papaaaaaa!" Pangeran itu keluar dari kamar dengan wajah sedih dan air matanya. Dia menangis tidak ikut papanya bekerja.

"Utututuuuu~ Papa udah berangkat, nak," ucapku meraihnya untuk kupeluk. Tangannya yang masih sangat muda itu balik memelukku.

"Papaaaaa, maa," rengeknya masih saja menangisi Soobin. Ini sudah terjadi berkali-kali setiap paginya. Aku belum tahu bagaimana cara agar dia mengerti kalau Soobin juga akan kembali sore nanti.

Tok, tok, tok! Suara pintu depan diketuk. Suaranya paling beda dibandingkan dengan pintu lain di rumah ini.

"Iya, sebentar!" Tanganku mengangkat Sungbin untuk kugendong. Kami akan menuruni tangga. Jika lantai biasa, aku akan menggandengnya.

"Assalamualaikum! Liiiiaaa!" Kalau dari suaranya, ini pasti Mbak Yeji. Ceklek!

"Waalaikumsalam—

"Huwaaaaaaaaaaa, kangen banget sama bestieku. Sudah berapa tahun kita ga ketemu, bestie?" tanyanya sambil memelukku erat. Sungbin jadi ikut dipeluknya.

"Dua hari, mungkin," jawabku lalu dia tertawa renyah. Kami bertemu dua hari yang lalu di acara arisannya Karina.

"Iya, ya." Dia melepas pelukannya. Lalu matanya melirik Sungbin yang masih dengan air matanya.

"Yahhh, kenapa lagi, nih?" Lekas aku usap air mata Sungbin agar tingkat ketampanannya meningkat. Dengan cepat juga Yeji mengelus kepalanya.

It's Oke ft.Lia ITZY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang