Abang 💕 5.0

2.5K 163 6
                                    

-Abang 5.0-

Aku sampai RS lebih lama dari waktu yang ku perkirakan. Kondisi macet jam istirahat siang mempengaruhi waktu perjalananku. Maklum daerahku terkenal dengan seribu pabrik.

Saat di RS aku melihat Aan. Dia menyambutku dengan raut cemas.

"Maaf Buk. Bapak sedang di rontgen dada, kepala, kaki, dan tangan Bu. Ditemani sama mas Arman."

"Iya. Terimakasih ya An."

"Ibu menunggu sini atau didepan ruang radiologi?"

"Aku susul ke radiologi dulu aja An."

"Perlu saya antar kah bu?"

"Ga usah An. Makasih ya. Kamu beneran gapapa?"

"Aan cuma gores gores aja Bu. Maafkan Aan ya bu."

"Kamu minta maaf terus, ada salah apa kamu sama aku An?" ucapku sambil senyum tipis. Kulihat Aan wajahnya langsung memucat.

"Kalau ga salah ga usah minta maaf terus An. Ini musibah. Ga ada yang ingin seperti ini. Aku tinggal dulu ya."

Ku langkahkan kaki menuju ruang radiologi yang berada dibelakang IGD. RS ini tempat aku menemani Abang kontrol kesehatan secara rutin. Kolestrol dan hipertensi yang Abang miliki harus terkontrol jika tidak ingin merembet ke komplikasi.

Aku tunggu Abang dengan duduk dikursi yang sediakan didepan ruang radiologi. Saat sendiri begini Ingatanku jadi melayang pada saat si kembar berusia kurang lebih 4th. Kala itu, Si kembar dapat undangan perayaan ultah tetangga Asrama kami. Perayaan tersebut dilakukan digerai ayam goreng yang berada di mall daerah pasar besar dekat alun alun.

Karena saat acara tersebut tanggal tua, aku putuskan minta antar dan temani Abang saja daripada naik angkutan umum. Abang menunggu didepan dengan si Bungsu. Berkumpul bersama teman temannya yang enggan masuk ke acara. Saat acara selesai, Abang datang menjemput, menyerahkan bungsu padaku dan meraih kedua tangan si kembar untuk digandeng di kanan kirinya. Abang menawarkan si kembar bermain diwahana. Aku tersenyum sedikit ketakutan. Keuangan kami menipis ditanggal tua begini.  Abang genggam tanganku dan berkata

"kalau untuk bahagiakan Anak insyaAllah rejeki pasti ada aja dek." ucap Abang sambil melepas gandengan kedua anakku untuk mengambil uang didompet dan menyerahkan beberapa uang padaku. Uangnya lebih dari cukup kalau hanya untuk bermain wahana.

"Ini tanggal tua Bang."

"Abang ada rejeki. Buatlah bayar main anak anak. Sisanya bisa kamu belikan bakwan favoritmu. Ku lihat dari tadi sepanjang acara kau tak makan sama sekali."

"Beneran aku boleh beli bakwan?"

"Boleh lah dek. Maaf ya kalau kamu jadi sering nahan jajan demi operasional kebutuhan kami sehari hari yang harus terus berjalan."

"Abang the best. Itu aku lakukan karena aku bagian dari keluarga ini Bang. Abang jangan GR. Aku lakuin itu bukan karena cinta mati ke Abang. Aku melakukan karena Abang dan anak anak adalah keluargaku yang menemaniku saat ini dan nanti."

"Iya dek. Ingat, Yang utama hubungan adala relasi,saling memberikan manfaat satu sama lain ya itu yang bikin awet."

Aku sekarang jadi paham kenapa cinta Abang susah hadir buatku. Mungkin salah satunya Karena memang bagi Abang tujuan pernikahan kami adalah menjalin relasi yang sehat, yang bisa saling memberikan manfaat. Sedangkan aku memakai cinta didalamnya. Dan baru aku sadar, aku saja yang mencintai Abang. Mencintai dengan sangat dalam.

Pintu ruang radiologi terbuka. Ku lihat abang ada ditempat tidur pasien. Aku berdiri menyapa Abang.

"Bang...."

"Abang gapapa dek." ujar Abang dengan menggengam tangan kananku dengan tangan kirinya. Tempat tidur pasien bergerak menuju kembali ke UGD. Tangan abang tak terlepas dari tanganku. Ku pandangi Arman, rahangnya mengeras. Tak ada luka parah yang terlihat. Hanya bibir sobek,tapak tangan kanan yang bengkak dan dibebat sampai siku serta engkel kaki kanan yang dibebat juga.

Ku pandangi Arman sekali lagi. Dia menggeleng samar tetep dengan rahang yang mengeras dan dengusan. Bungsuku sepertinya ngambek.

"Bapak mesti bedrest. Ga boleh nyetir atau aktifitas berat. Bentar lagi dievaluasi ada yang bergeser atau tidak tulangnya. Perlu rawat inap 2 sampai 3 hari." ucap Arman tanpa memandang kami. Beneran ngambek dia.

"Iya kamu atur baiknya gimana. Dirumah ada Ambar tolong kamu hubungi dia dan lainnya. Jelaskan kondisi Bapak ke saudaramu ya Nak. Ibu nganut kalian baiknya gimana."

Arman hanya mengangguk. Tempat tidur sudah kembali ke UGD.

"Istirahat Bang sambil nunggu kamar."

Abang hanya senyum dan mengangguk. Tanganku tak dilepasnya sama sekali dari genggaman Abang. Arman sudah kembali ke rekan rekannya setelah mengambilkan kursi untukku dan memberikan barang barang abang

Ponsel Abang bergetar. Getarannya sampai berkali kali. Sementara Abang sudah tidur. Aku bimbang antara melihat atau ku biarkan saja. Tapi aku sungguh penasaran. Dan Ternyata rasa penasaranku yang menang.

Dengan hanya satu tangan ku buka ponsel Abang. Di pasword. Padahal dari awal belajar menggunakan ponsel Abang tak pernah menggunakan password untuk hp nya.

Ku coba memasukkan tanggal lahir abang, gagal. Tanggal pernikahan kami, gagal. Sudah dua kali. Kesempatan terakhir untukku. Kalau tebakanku benar entah perasaan apa lagi yang akan timbul dibenakku.

Ku masukan angka 8 sebanyak 6 kali. Dan berhasil terbuka. Angka 8 adalah angka favorit ika dan Abang. Aku tau karena Abang pernah menceritakan padaku dulu. Bagi Abang dan Ika angka 8 adalah lambang infinity atau tak terhingga. Sebenarnya Angka 8 juga angka favoritku sejak dulu, jauh sebelum aku mengenal Abang, bukan karena alasan yang sama dengan mereka aku menyukai angka 8. Aku menyukai Angka 8 karena semua orang terdekatku berbahagia dengan angka 8. Dan Abang tak pernah tau itu. Jadi mustahil Abang menggunakan angka 8 untukku.

Lebih masuk akal versi angka 8 infinity dibalik alasan pasword hp Abang. Apa ini cemburu buta? Apa ini bentuk inscure yang ada pada diriku? Atau sebatas kecurigaan dan kesenangan otakku menghubungkan kejadian akhir akhir ini.

Tanpa sadar air mataku keluar menetes perlahan. Segera ku cek aplikasi whatsapp. Kontak Ika ada diatas sendiri. Ada 12 pesan yang belum terbaca. Saat aku buka tangisku sudah tak dapat ku bendung lagi. Genggaman tangan Abang terlepas. Tapi Abang tetap terlelap. Arman membawaku dalam pelukannya.

"Its okay Buk. Its okay untuk merasa ga oke. Ada Arman."

Tangisku makin deras dalam pelukan Arman.

AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang