Abang 14.0 💕

2.6K 172 8
                                    

-Abang 14.0-

Sering banget saya sebagai penulis mendapat pertanyaan apa kisah Abang ini nyata?

Saya selalu jawab 80% fiksi. Karena memang beberapa bagian ada yang fakta. Diantaranya

1. Abang menemui Ika dan saudaranya
2. Solat berjamaah di masjid
3. Grup FB Indonesian Sling Library dan Belajar Menggendong
4. Harga gendongan yang diatas 3 juta
5. Abang jalan jalan ke taman dengan Ika
6. Abang beralasan istrinya sakit ke keluarga Ika
7. Anak Abang ada 3
8. Anak Ika ada yang dokter
9. Kejadian teman tokoh Aku yang kena UU ITE
10. Akun latihati di instagram

Jadi cerita Abang ini pernah terjadi dan dikembangkan sesuai imajinasi oleh penulis 😁

-----------------------

Dalam perjalanan hatiku penuh kegamangan. Aku marah, jelas. Aku sakit hati, pasti. Tapi tak ku pungkiri rasa kuatir itu ada.

"Bu?" ucap Akhtar memecah keheningan.

"Ya?"

"Kenapa Bapak selingkuh ya Buk?"

"Kalau ditanya kenapa nanti bisa aja jawabannya kenapa engga." ucapku dengan senyuman

"Maksudnya gimana itu buk?"

"Begini, pertanyaan kenapa kan dimaksudkan untuk dapatin penjelasan, jadi pasti akan selalu ada alasan yang bisa dipakai buat jelasin. Entah itu penjelasannya beneran atau bohongan."

"Oh iya ya."

"Makanya kalau kamu ada disituasi yang bikin kamu tanya kenapa coba ajak dirimu untuk berfikir kenapa tidak. Dan ajak perasaanmu untuk menyadari bahwa persoalannya bukan apakah kamu tau alasannya, bukan juga apakah kamu dapat penjelasannya atau engga tapi apakah kamu mau percaya dengan penjelasan yang diberikannya."

"itu yang bikin ibuk ga nuntut menggebu nggebu ke bapak ya?"

"ibu merasa ga ada perlunya cari tau kenapa bapak selingkuh, apapun alasannya apapun penyebabnya faktanya bapak selingkuh kan?"

"Mulai paham aku Buk."

"kalau tanya bapak kenapa selingkuh maka bapak bisa jelasin apa aja supaya ibuk ngerti termasuk bisa aja bapak bilang ga ada niat atau ga dari awal begitu dan kejadian itu cuma gara gara bapak lepas kendali alias khilaf dan berjanji untuk ga gitu lagi kan?"

"Iya juga. Mulai Paham aku."

"Tapi yang perlu diingat apapun yang ditampilin sebenernya ga akan bisa pengaruhin ibuk kalau sebetulnya ibuk udah bikin keputusan dalam hati untuk ga percaya bapak. Itu terjadi karena pada dasarnya, cara kerja pikiran kita menggunakan proses mencocokan. Jadi sesuatu akan disebut baik atau buruk akan bergantung sama informasi yang dimiliki ingatan kita tentang situasi itu."

"Itu sebabnya ibuk ga nuntut banget buat bapak jelasin ke ibuk ya?"

"Iya. Karena ibuk pikir ga ada perlunya ngoyo untuk cari tau kenapa bapak selingkuh karena apapun alasannya apapun penyebabnya faktanya bapak selingkuh kan?"

"Iya ya."

"Yang perlu disadari juga, dengan bapak berselingkuh bapak ga lagi punya kelekatan relasi dengan ibuk. ini tandanya memang relasi ibuk dan bapak bermasalah. Apa yang terjadi tergantung keputusan ibuk karena ibuk yang diselingkuhi, apa ibuk mau melanjutkan relasi itu atau ogah urusan sama orang yang begitu." ucapku sambil tersenyum.

"tapi kalau lagi kayak gini wajar kan berduka buk?"

"Iya dong. Walau ga perlu tau kenapa, sebaga manusia yang punya rasa sangat boleh untuk berduka akibat perselingkuhan ini. Mau marah nangis nelangsa pun ga masalah. Mengekspresikan kegundahan hati boleh dilakukan agar lega dan pada saatnya nanti akan lebih tenang menata hati."

"Ibuk bijak banget. ibunya siapa sih."

"Ibu mah habis baca postingan latihati di instagram yang dikasih tau Ambar." ucapku dengan senyum penuh arti.

"Ealah. Aku kira ibuk sendiri yang mikir giti."

"Ibuk mah manusia ga sempurna. Tau sendiri gimana cacatnya ibuk. Tapi ibuk mau belajar jadi dewasa Nak."

"Makasih ya buk udah jadi ibuknya Akhtar."

Kami sampai dipelataran RS. Aku melangkah bersama menuju ruang ICU. Sesampainya di depan ruangan sudah ku lihat kedua anakku.
Mereka berdiri menyambutku. Arman memelukku erat. Setelah melepaskan pelukannya gantian Akbar yang memelukku sangat erat. Ku rasakan bahunya bergetar. Tangisan lirih terdengar darinya.

"Maafin Akbar buk, akbar ga aman nyalurin emosinya." sambil terisak Ia bilang begitu.

"Its okay. Sudah terjadi tak usah disesali."
Tangisnya makin pecah dipelukanku.

"Akbar bukan pembunuh kan buk? Bapak bakal selamat kan buk? Bapak bisa melewati masa kritisnya kan buk?"

"Bapak kuat karena anaknya kuat jadi mari berdoa untuk bapak ya. Bapak memang udah ada riwayat kesehatannya yang buruk kan?" ucapku menenangkan Akbar

"Bukan salah Akbar kan buk?"

"Bukan, tentu saja bukan. Bukan salah tim medis juga. Bukan salah ibuk. Bukan salah saudara saudaramu. Memang sudah jalannya begini." Akbar semakin tergugu dengan tangisan.

"Ibu turut berduka untuk rasa bersalahmu nak. Puaskan tangisanmu. Jangan karena lelaki kamu menahan segala dukamu." ucapku.

Pelukan kami diikuti Akhtar dan Arman. Anak anakku sebesar apapun kalian, tetap menjadi anak anakku. Aku turut hanyut atas rasa duka mereka.

AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang