Abang 20 - End
-Arman POV-
Gerimis kecil mengiri perjalanan pulang kami. Ku lirik mataku pada perempuan tangguh disampingku. Pandangannya kosong menatap lurus jendela disampingnya. Ku biarkan keheningan ini masuk diantara kami.
Ibukku perempuan nomor satu yang aku sayangi. Sepanjang aku menjadi anaknya tak pernah sekalipun bentakan Ia berikan padaku.
Aku ingat, ketika pertama kali aku ditemukan melakukan kebohongan, Ibukku hanya tersenyum dan mengatakan maaf dengan lembut bahwa mungkin ibuk ga bisa kasih teladan dengan baik untuk jujur.
Pernah juga suatu waktu kala aku masih SMA dan aku bersama teman temanku membuat project acara kesenian di sebuah kafe untuk mendapatkan uang tambahan, bagi bapak kafe bertentangan dengan value yang beliau ajarkan. Ibuk menemuiku yang sedang merokok di taman dekat rumah. Bukan untuk memarahiku atau jadi penengah antara bapak dan aku.
Ibuk datang. Hanya diam. Berada disampingku. Sampai akhirnya keluar semua uneg uneg ku, batasan batasan yang diciptakan agar menjadi anak baik yang sungguh menekan jiwa remajaku. Aku ingat kala itu yang Ibuk bilang padaku
"Nak, Bapak dan Ibu mungkin ga paham dengan jalan yang kamu pilih ini tapi Ibuk mau ucapin makasih. Makasih ya udah berjuang. Ibuk tau anak ibuk bukan remaja yang rea reo ga jelas. Ibuk percaya kamu."
Atau dilain waktu aku melihat bagaimana gerak gerik ibukku selalu otomatis saling melengkapi dengan bapak. Saat ibuk memasak, bapak akan menyiapkan dan mengecek kebutuhan sekolah kami dipagi hari. Saat ibuk menyiapkan nasi dan lauk bapak akan menuangkan air putih. Saat Bapak menyapu ibuk dengan sigap menyiapkan pel. Saat Bapak butuh kerokan ibuk dan Ibuk dipijit oleh bapak.
Yang paling favorit adalah saat perjalanan. Kami akan pura pura bermain tapi mencuri dengar segala gagasan pada obrolan Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak saling bisa mengimbangi pemikiran masing masing. Topik obrolan sepele tapi syarat akan makna.
Ibuk selalu punya cinta untuk kami. Dan tentu Untuk Bapak. Jadi saat ada masalah seperti ini. Aku tau betapa remuknya hati Ibuku ini.
"Man"
"Ya Bu?"
"Kalau kami bercerai, pemakaman kami ga bisa jadi satu ya?"
"Hah?"
"Itu loh tanah pemakaman."
"Tanah yang mana?" aku menyahuti masih bingung menebak kemana arah pembicaraan ini.
"itu loh Man, di kompleks rumah bawah kan udah ga muat pemakamanya. Sementara rumah atas kudu inden dulu. Ibuk Bapak sempat inden berdua beberapa tahun lalu. Eh ga taunya bentar lagi cerai."
"kok aku ga tau ya?"
"Emang belom ngomong ya kami?"
"Belom buu. Lagian PD banget sih kalian sampai inden tanah pemakaman." berusaha untuk bergurau. Tapi sayangnya jantungku berdetak lebih kencang. Bukan. Semoga ini bukan firasat.
"Ya kan seperti yang tadi dibilang, harapan ibu tuh kekasih sehidup sesurga eh ga taunya balik sama si Ika." ucapnya sambil tertawa. Tawa yang tak sampai pada matanya.
"kalau cancel bisa ga bu?"
"udah lunas indennya. Ga bisa kayanya. Nanti coba Ibu tanya ke petugasnya deh."
"lagian PD banget kaya tau aja kapan matinya." gurauku sekali lagi.
Mobilku sampai dirumah atas. Gerimis masih setia menemani.
"Aku langsung ke RS ya buk. Hati hati nanti kalau mau masukin berkas. Tetep komunikasi ya. Assalamualaikum." pamitku sambil mengecup tangannya. Ku peluk ibuk untuk memberikan ku kekuatan menghadapi Ika dan Bapak nanti.
"Iya. Beres. Sampaikan salam dan maaf Ibuk ke bapak ya."
"Ogah ah sampaikan aja sendiri. Masak kalah sama ABG zaman now yang berani datang nemuin langsung kan enak bisa obati rasa kangen juga." ujarku diiringi senyum mengembang. Ibuk melotot lalu tersenyum simpul.Ah perempuan dengan segala gengsinya.
"Hati hati." ujar ibu dengan melambaikan tangan ke arah ku. Ku balas lambaian itu.
Perjalanan ke rumah sakit kali ini begitu ringan. Mungkin benar yang dikatakan Ibu, aku harus mulai belajar menerima kenyataan yang ada saat ini. Hidup disini. Kini.
Saat mendekat ruang ICU pandangan didepanku membuatku terkejut. Tangis histeris Akbar menggema sampai sini. Aku melangkah cepat. Apalagi ini ya Tuhan.
------------------------------------------
Bau tanah bekas gerimis sepanjang hari tadi masih terasa. Langit tak lagi gelap tapi tetap saja tak mampu membuat matahari datang menyapa.
Angin sepoi berhembus lembut tapi dinginnya mampu meremukkan tulang.
Ku taburkan bunga yang sudah disiapkan oleh tetangga pada dua gundukan tanah didepanku kini.
Bapak tak sanggup lagi berjuang dengan ventilator. Dan Ibuk tak bangun lagi dari tidur nyenyaknya.
Aku berduka kehilangan kalian secara bersamaan hanya terpaut hitungan jam, rasanya ada bagian dari hidupku yang berlubang, menganga lebar dan membuat sesak. Kalau tau pagi tadi adalah sarapan terakhir kita, aku akan pesan soto sebanyak banyaknya buk, agar ibuk ga pulang dan tidur nyenyak sendirian sampai kami datang membawa kabar. Bukannya Ibu yang kaget dan menguatkan kami tapi malah kami yang kaget dan harus menguatkan diri sendiri. Detak jantungmu tak ada tapi senyummu merekah. fakta yang tak bisa aku sangkal, saat ini Ibuk dan Bapak sudah berada didalam tanah. Tak mampu aku menggembalikan kalian, memutar waktu untuk lebih banyak lagi waktu bersama. Sungguh kebas dan kelu didalam sana.
Bu, katamu jodoh adalah pasangan yang dipisahkan oleh maut. Dan sekarang apakah Ibu dan Bapak disebut berjodoh? Tapi yang pasti harapan Ibuk jadi nyata, Ibuk adalah kekasih sehidup sesurga bapak. Terkubur dalam tanah yang sama.
Terimakasih Buk Pak telah tunaikan misi di bumi ini. Tunggu kami.
Tangisku pecah. Its okay kan buk kalau aku menangis. Katamu Lelaki tak apa menangis kan buk. Arman akan selalu bangga memiliki orangtua seperti Ibuk Bapak.
------ End ------
Alhamdulillah akhirnya bisa menyelesaikan tulisan ini. Terimakasih untuk yang setia menunggu.
Untukmu yang sedang berjuang sebagai anak, sebagai istri, sebagai pasangan, yang kepalamu penuh hatimu resah dan tubuhmu lelah. Ada apa? Apa dunia sedang melumpuhkanmu? Kamu sudah berusaha semampumu tapi tak pernah ada yang melihatmu ya?
Tak apa apa. Kamu akan banyak menemui orang yang mengerti kamu tapi lebih banyak lagi yang menyudutkanmu. Tapi hebatnya kamu masih sanggup untuk tetap tersenyum dan bertahan. Tolong kalau lelah jangan memaksa ya, istirahatlah. Lalu bangkit dan berjuang lagi. Terimakasih untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abang
RomanceKarena pada setiap perselingkuhan, kesalahan bukan hanya milik pihak ketiga tapi pasanganlah yang memiliki andil cukup besar atas kesalahan tersebut.