-Abang 12.0-
Bohong kalau aku bilang aku tak cinta dengan Abang. Selama menikah aku lambungkan tinggi anganku,menua bersama Abang. Dalam bayangku nantinya saat kami sakit sakitan karena usia, kehadiran satu sama lain akan menguatkan. Nyatanya memang harus seperti ini. Mobil belum melaju. Aku masih menangis ditemani Ambar disisihku. Kami duduk dibangku penumpang. Hembusan AC tak mampu mendinginkan dadaku yang bergejolak. Aku pasrahkan pada Tuhan, semoga memang bercerai adalah keputusan yang terbaik untuk semuanya. Ketukan kaca disebelah membuatkan menoleh. Ada adik ipar Ika yang seliting dengan Aan. Ku buka kaca mobil.
"Ya?"
"Mohon izin minta maaf ibu."
"Untuk apa minta maaf kalau tidak disertai rasa penyesalan Mas. Lagian Masnya ga salah. Kenapa minta maaf ke saya?"
"Mohon Izin untuk bicara boleh kah Bu?"
"Apalagi yang mesti dibicarakan Mas? Sudah jelas semua kan?"
"Saya akan menceritakan semuanya Bu, barangkali bisa menjadi pertimbangan ibu dalam mengambil keputusan."
"Silahkan. Tapi saya ga bisa izinkan masuk ke mobil."
"Yang memberi nomor mbak Ika ke Bapak itu istri saya bu."
"Ya saya tau."
"Apakah Ibu tau kenapa Istri saya memberi nomor Bapak ke Mbak Ika?"
"itu urusan istrimu mas. Bukan rana saya untuk tau."
"Bapak bilang merasa berdosa dengan mertua saya karena Bapak merasa bertanggung jawab atas hidup mbak Ika yang ga bahagia saat ini. Bapak terus mendesak untuk meminta nomor mbak Ika."
"itu urusan istri mas dangan Bapak. Silahkan totalan sendiri jika merasa rugi."
"istri saya tidak bisa menolak bu karena Bapak adalah komandan saya secara tingkatan. Sejujurnya saya tidak suka dengan sikap Bapak dan Mbak Ika. Meski mereka tidak sampai berhubungan badan bagi saya itu tetap salah. Apa ibu akan menggugat Bapak?"
"Kenapa memangnya kalau saya bercerai dengan Bapak?"
"Itu akan membuat mbak Ika semakin tidak tau diri Bu karena merasa bisa mengalahkan Ibu."
"Saya ga peduli Mas. Kalau saya tidak salah tangkap,mas khawatir saya kalah dari Ika?Terimakasih kalau mas berfikir demikian. Tapi keputusan saya sudah bulat. Jika memang Ika tau diri,dia tidak akan berani menginjakkan kaki disini. Dia disini berarti sudah siap dengan segala resikonya."
"Siap Ibu. Sekali lagi mohon maaf untuk istri saya."
Aku hanya mengangguk. Ku lihat dibelakang ipar Ika ada Akhtar dan Arman. Ipar Ika pamit undur diri melihat kedua anakku.
"Ibu diapain?" ujar Arman
"Diajak negosiasi buat ga kalah sama Ika."
"Pulang sekarang?" tanya Akhtar
"Boleh. Ibuk lelah sangat."
Ambar kusuruh pindah ke sisi pengemudi menemni suaminya. Arman mengendarai kendaraanya sendiri. Mobil mulai melaju perlahan. Kusandarkan tubuhku pada kursi mobil.
"Akbar yang nunggu Bapak buk." ucap Akhtar memecah keheningan. Ku anggukan kepala. Enggan untuk mengetahui lebih lanjut. Memang Akbar yang paling dekat dengan Abang.
"Dia nungguin karena merasa perlu ganti rugi buk." ucap Akhtar lagi
"Ganti rugi?" Ambar menyahuti
"Akbar kalap,kaki Bapak yang dibebat ditendang dengan kekuatan penuh. Aku sampai ngeri bayangin sakitnya."
Mulutku menganga. Ah aku sudah negatif thingking duluan saat Akbar menilih menjaga Abang. Ku lihat Ambar,wajahnya pias penuh keterkejutan.
"Cuma nendang kan?" ucapku berusaha menutupi kekhawatiran.
"Iya. Cuma ditendang aja. Sama diremas dengan kuat tangan Bapak yang dibebat." ucap Akhtar datar.
"Kalau Ibuk jadi cerai, bagian kalian ya yang sama Bapak. Atur aja gantian sama Akbar dan Arman."
"Aku ngikut Mas Akhtar bu,kalau ga diizinin merawat bapak, aku bisa apa." ucap Ambar dengan cepat. Ku gelengkan kepala melihatnya.
"Iya. Kamu sama Ibuk aja. Biar bagian para lelaki yang merawat Bapak." ucapku
"Horee." teriak Ambar gembira sementara Akhtar mencibir. Dekat dengan Ambar seolah memacu adrenalinku untuk menajadi lebih baik. Semangat anak itu dalam menjalani hidup sangat menulariku. Tiba tiba handphone Akhtar berbunyi nyaring. Akhtar menyerahkan pada Ambar.
"Waalaikumsalam Bar."
.........
"Ini masih nyetir. Belom sampai."
.........
"Arman udah kamu tlf?"
..........
"oke aku bilang. Tapi terserah Ibuk loh ya maunya gimana. Bodo amat lah pada etika dan istri tawadhu."
...........
"Yee ngegasku aman ya daripada kamu. Sampai kayak gitu loh. Tapi ya fakta adalah berkahNya kan wkwkwkwk."
...........
"Iya. Waalaikumsalam."
Ambar mengakhiri sambungan telfon. Akhtar menatabnya. Ambar berbalik ke belakang melihatku.
"Hasil rontgen kaki Bapak yang ditendang Akbar remuk buk. Bapak ga tahan sakitnya. Mau cito malam ini. Ibuk mau balik kesana apa pulang?" Ucap Ambar dengan senyum menyeringai. Aku menarik nafas. Memang Abang tak pernah bisa menahan rasa sakit. Benar benar rumit.
"Ibuk balik aja ya sama Ambar. Bapak biar urusan lelaki." ucap Ambar sambil menaikkan alisnya. Aku tersenyum.
"Iya. Ibuk istirahat aja dirumah. Toh disana juga banyak yang nungguin kan." ucapku
"Cie Ibuk cemburu ya Bapak ditungguin Ika pas sakit." ujar Ambar menggodaku. Aku hanya menggeleng kepala sambil tersenyum
"Ngawur kamu Mbar. Sundel sudah di usir sama Akbar." ucap Akhtar
"Oh ya?" Nada antusias yang dilontarkan Ambar tak bisa ditutupi
"Habis nendang Bapak. Ibunya Sundel dilabrak sama Akbar. Untung Ga pake kekerasan cuma nusuk banget kata kata Akbar. Kalau ga diredakan emosinya sama Arman bisa jadi Ibunya si sundel sudah dibawa ke IGD."
"Wah serunya. Ada yang ngerekam ga? Ah sayang banget aku ga disana. Kalau disana kan lumayan bisa bikin konten." ucap Ambar dengan mata berbinar. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
"Keluarga sundel itu syok berat kayaknya lihat Akbar seperti tadi." ucap Akhtar
"Ah kalian ga asik. Kajadian kayak gitu ga ajak ajak aku. Aku pengen banget cabein mbah mbah itu." ujar Ambar menggebu gebu
"Kamu nyesel nemenin Ibuk Mbar?" ucapku menggodanya
"Iya Buk Nyesel aku. Tau ada yang seru gitu tadi aku tetep aja disana. Aku tau Ibuk kuat. Saking kuatnya ibuk ga mau kan bales nyakitin si Ika. Makanya biar Ambar aja yg bales."
"Hus. Ingat Arya Mbar."
"Tapi aku udah lumayan lega. Akbar terbaik deh. Itu baru adikku." ucap Ambar bangga sementara Akhtar hanya mencibir melihat kelakuan istrinya.
Ku tolehkan ke jendela. Akhtar Ambar masih berdebat kecil. Malam semakin pekat. Aku ingin istirahat agar esok bisa semakin kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abang
RomanceKarena pada setiap perselingkuhan, kesalahan bukan hanya milik pihak ketiga tapi pasanganlah yang memiliki andil cukup besar atas kesalahan tersebut.