Abang 17.0 💕

2.8K 169 9
                                    

-Abang 17.0-💕

Setelah sampai dirumah atas, aku rebahkan badanku. Aku sungguh lelah. Aku tumpahkan segala tangisan. Aku berusaha teriak tapi tak ada suara yang terdengar. Semua hitam pekat.

Suara gedoran pintu menarikku dari kegelapan. Aku memandang sekitar. Oh aku masih disini. Aku kira sudah mati. Suara gedoran semakin tak sabar. Ku bangunkan diri ini tapi hantaman dikepala terasa nyata disertai lilitan perut yang memaksa untuk mengeluarkan isinya.

"Sebentar." ku raih meja nakas untuk menopang tubuhku. Ku langkahkan kaki menuju pintu. Ku buka pintu perlahan

"Buk." Arman menghambur ke pelukanku

"Hei hei ada apa ini?"

"Ibuk ga bisa dihubungi. Arman kuatir."

"Ibuk istirahat."

"istirahat apa sampai ga bisa dihubungi dari lusa?"

"lusa?"

"ibuk habis pingsan?"

"perasaan ibuk hanya tidur."

"setelah ibuk kasih kabar malam itu utk pulang ke sini dan ga mau diganggu, ibuk ga bs dihubungi sama sekali."

"jam berapa sekarang?"

"jam 5 subuh."

"pantes perut ibuk melilit. Ibuk tidur selama itu ya."

"Ambat rewel kuatir sama ibuk sejak semalam."

"Ah anak itu."

"Ayo makan dulu buk. Arman bawa roti. Arman bikinin susu ya. Ibuk kuat kan ke ruang tengah?"

"kuat Man."

Kami melangkah ke ruang makan. Aku tak ingat apa yang terjadi. Yang ku ingat aku menangis dan berteriak sepuas hatiku. Di depanku roti dan susu sudah terhidang. Aku minum susu hingga tandas. Aku lanjutkan mengunyah roti. Aku butuh memulihkan tenaga.

"Ibuk oke?"

"Engga Man, tapi udah lebih baik."

"Habisin rotinya buk. Habis itu kita solat."

Aku hanya mengangguk. Segera ku habiskan makananku. Aku berdiri melangkah menuju musola dirumah ini. Ku ambil wudhu. Berjamaah subuh dengan Arman tak mampu membendung air mataku hingga salam. Arman kembali menelukku erat.

"Ibuk ada yang mau diceritain ke Arman?"

"Ibuk capek banget Man. Capek pikiran."

"yah sayang, ga bisa dipijitin dong kalau yang capek pikiran." ujar Arman sambil tersenyum

"Ibuk patah hati Man. Ibuk terlalu percaya diri bahwa ibuk satu satunya perempuan yang dicintai Bapak. Tapi nyatanya ibuk tetap kalah."

"Selamat menikmati pata hati ya Buk."

"Terimakasih Man. Inscure ibuk lagi tinggi tingginya saat ini. Ibuk lebih muda dari Ika, lebih mandiri, lebih bisa diandalkan tapi mengapa ibuk masih kalah ya Man."

"Kalau ibuk tanya mengapa aku jawab mengapa..."

"mengapa engga kan ya? Hahahaah iya Ibuk tau kok. Tapi sebagai manusia biasa ibuk merasa useless Man, rasanya percuma ibuk berjuang nemenin bapak dari dulu sampai saat ini kalau pada akhirnya seperti ini."

"Mungkin kisah cinta ibuk berakhir tragis seperti ini. Tapi semua pilihan ada di ibuk kan. Take it or leave it. Arman rasa ga ada yang percuma Buk, bagi kami bertiga Ibuk sangat berhasil membentuk kami. Itu cukup ga buk untuk ibuk merasa berguna?"

Aku hanya mengangguk

"Dari tangan Ibuk, kami bertiga tumbuh. Meski kami nakal ibuk ga pernah jahat pada kami. Ibuk ga pernah anggap kami investasi. Ibuk selalu punya cara untuk menjadi konsultan kami. Berjalan disamping kami menemani kami tumbuh. Itu kegunaan ibuk."

Aku menangis terharu dengan ucapan Arman.

"Terimakasih ya Man."

"Ibuk tetep ajukan gugatan sama Bapak?"

"Iya. Take it or leave it Kan man. Jadi ibuk memilih lepas."

"Ibuk yakin?"

"Iya. Dari awal ibuk selalu negaskan ke Bapak. Silahkan selingkuh sebanyak yang diperlukan asal siap dengan resikonya. Salah satu Resikonya ya Bapak akan ibuk lepas kan Man."

"Kalau bapak ga mau?"

"Ya Bapak serakah namanya. Serakah itu dilaknat Tuhan. Emang kamu tau kalau bapak ga mau?"

"Bapak Sadar kemarin sore. Tapi Ika nge derama. Lelah Arman liat perempuan model begitu. Habis liat ibuk yang bersinar begini lalu liat kelakuannya Ika yang amit amit ya lord."

"Ya udah itu urusannya bapak, kalian dan ika hahahaha."

"Ibuk ga kepo Ika ngapain?"

"Engga."

"Ihs ibuk ngeselin. Diajak ghibah ga mau."

"Lagi laper ga bisa diajak ghibah."

"Kalau kenyang bisa dong."

"Boleh dicoba."

"Oke kalau gitu ayo cari sarapan lagi Buk. Makan diluar yuk."

"Boleh. Ibuk siap siap dulu. Sekalian siapin berkas perceraian ya. Nanti anterin ibuk sekalian yak."

"Wani piro?"

"Eh udah ditemani ghibah gitu masak minta bayaran aja. Gih siap siap."

Aku melepas mukenahku. Kembali ke kamar. Badanku lengket. Aku mandi dengan rileks. Berterimakasih pada tubuh ini yang tetap tidak tumbang menyerah. Meresapi aliran air hangat yang merilekskan otot otot tubuh.

Aku tau kedepannya ga akan mudah tapi bukan berarti tak bisa. Aku akan tetap menjadi diriku tak peduli seberapapun orang lain akan menyakitiku. Aku akan bahagia karena bahagiaku atas kehendakku, bahagiaku tidak tergantung pada siapapun.

AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang