-Abang 7.0-
Ku sibak tirai yang menutupi tempat tidur Abang. Ku lihat keduanya memucat. Ku sunggingkan senyum lima senti dariku
"Assalamualaikum serius amat tuh muka. Belom dipindahkan An?"
"sepuluh menit lagi kata perawatnya Bu."
"Oh jadi udah dapat kamar ya. Abang mau minum? Maaf ya aku tinggal beli minum dulu barusan." beruntung Arman sudah membekaliku dengan kantong berisi air mineral sebagai alasan untuk meninggalkan Abang tadi
"Mana minumnya dek?" ku serahkan air mineral ke abang. Beliau teguk dengan cepat.
"seru pula diskusi kalian tadi. Nih Bang aku balikin hp Abang. Sory ke buka ya. Habisnya tuh hp getar terus. Aku buka deh." ku ucapkan dengan senyum ceria. Percayalah ini hanya topeng. Aku tau cara hadapi Abang, ku lihat keduanya pucat. Aku tetap senyum.
"Adek tau?"
"Tau apa Bang?" sambil ku tarik alisku ke atas dua kali. Cara yang biasanya ku buat untuk menggoda Abang.
"Isi dalam hp Abang."
"Isi yang mana Bang?" ucapku diiringi senyuman.
"saya tinggal ke depan dulu ya bu pak."
"sini aja lah An, ga usah takut dan kuatir gitu. Kalau kamu keluar yakin kamu ga diapaapain sama Arman?" Aan diam membisu. Wajahnya semakin pucat.
"jadi isi yang mana yang abang maksud?" ucapku dengan tetap tersenyum.
"semuanya Dek. Kamu tau semuanya?"
"semuanya yang mana Bang?" masih ku tantang Abang mengaku dengan segalanya dengan kesadarannya. Dia menarik rambutnya frustasi. Menggosok mukanya dengan tangan yang sembuh.
"Dek, tolong jangan buat Abang frustasi."
"Lebih frustasi mana Aku atau Abang seharusnya? Harusnya adek yang frustasi nyari jawaban kenapa Abang sampai sejauh itu padahal kita baik baik saja. Atau aku sendiri yang menganggap baik baik saja?"
"Dek, abang bisa jelasin semuanya."
"Harus dong. Abang utang banyak sama aku." ku berikan senyum smirk ku.
"Jadi kamu udah tau semuanya dek?"
"kalau yang Abang maksud semua itu tentang Ika, aku rasa aku hanya tau sebagian. Aku hanya tau Abang ke mesjid agung untuk solat bersama. Aku hanya tau abang main ke kerabat Ika nemuin dia dan adek adeknya. Aku hanya tau chat gendeng Abang dengan dia. Kenapa kamu pucat An? Santai aja kali An. Aku ga bakal bunuh Bapak atau Bunuh kamu kok." ucapku karena melihat Aan yang tertekan dentan situasi saat ini.
"Jadi kamu tau Dek?"
"Oh aku tau satu lagi. Foto bugil Ika dan video yang dishare dia padamu." ucapku dengan senyum kemenangan.
"Bu, beneran saya keluar aja ya." ucap Aan panik.
"Diam kamu disitu An. Saya ga bakal nyerang kamu. Kalau kamu pergi dari sini, saya ga akan segan segan melaporkanmu pada Tuhan saya. Tau kan klo Tuhan sudah berkehendak, kamu emang bisa apa?" ucapku dengan tajam ke Aan. Aku butuh Aan disini agar aku tidak nekat membuat gara gara di RS tempat Arman internsif. Aku masih waras untuk menyelamatkan nama baik anakku.
"Jadi apa yang bisa Abang jelasin padaku? Mumpung aku masih waras ga bertingkah bikin viral abang dan ika? Abang ga pengen kan karir atau rumah tangga Ika juga hancur?"
"Abang jelaskan. Abang memang salah. Tapi Abang tidak bisa minta maaf untuk rasa Abang yang masih ada buat Ika. Abang minta maaf karena sudah melibatkan kamu dalam hidup abang, dalam kisah Abang dengan Ika."
Benar benar gendeng Abang kali ini. Sadari nafas. Tarik nafas 1 2 3. Tahan 1 2 3. Hembuskan 1 2 3 4"lanjutkan." ucapku.
"Abang akan cerita kalau sudah pindah ruangan ya. Kamu ga mau kan kita berderama di tempat Arman?"
"Oke. Kamu tetap disini An sampai Bapak selesai menjelaskan ke saya. Keluargamu sudah diberitau Arman kondisi kamu."
"Kamu ga marah sama Abang dek?"
"marah lah. Abang pikir aku boneka yang ga punya hati apa? Tapi seperti yang selalu Abang ajarkan padaku, bagaimana logika harus tetap jalan agar situasi kondisi kendaliny tetap di aku. Itulah mengapa aku hanya diam. Bukan untuk kalah, tapi untuk berstrategi menghadapi Abang." ucapku dengan senyum sinis
"Aku berterima kasih Dek, untuk dirimu yang cepat sekali belajar bersamaku. Dan senjata sudah makan tuan ya dek. Aku lebih mempersiapkan menghadapi kamu yang marah atau memukul diriku dari pada kamu yang santai begini. Kamu yang begini lebih bahaya." keluh abang disertai raut muka yang masih tertekuk frustasi.
"karena Berlian berkilau justru karena amplasannya Bang. Kalau batu kali lebih cepet keropos padahal cuma kenak tetesan air." Semoga Abang paham sarkasme yang aku lontarkan.
Kreekk suara tirai yang dibuka mengkagetkanku.
"Sudah diskusinya?" Arman berada dibalik tirai.
"sudah Man, tapi belum nemu titik temu untuk yang disepakati." ucapku
"Kamu kenapa tegang gitu Mas An?" arman menggoda Aan
"Anu Mas, kaget lihat sikap Ibuk."
"Jauh ya sama Ika?" ujar Arman dengan wajah sinisnya.
"hehehehe" Aan cuma senyum. Aku hanya menggeleng melihat Arman sudah tidak berusaha menutupi ketidak sukaannya lagi.
"Ayo pindah ke kamar. Bapak bisa pindah kursi roda sendiri kan? Ngapeli bini orang bisa masak pindah gini doang ga bisa? Malu pak sama Burung." ujar Arman sarkas dengan senyum tengil tak lepas dari mukanya melihat Abang kesulitan berpindah dari brankar ke kursi roda.
"Man, tadi kita sudah sepakat kan?" ujarku mengingatkan.
"Iya Kanjeng ratu. Titah Kanjeng akan hamba lakukan." Arman segera membantu bapaknya berpindah.
"Pak pak, pindah begini masih kesusahan aja malah berani goda bini orang. Pipisnya bapak belum bisa lurus tuh." Arman mengomel tapi tetap memindahkan Abang. Ku lihat Abang hanya menahan geram. Aku tau dia jauh lebih kesal diperlakukan bengini sama anak anak. Dulu saat anak anak SMP mau pacaran, abang selalu bilang Pipisnya klo udah lurus baru boleh deketin perempuan. Sekarang senjat Itu kembali ke Abang.
"Man. Ibuk denger ya." sahutku
"Kan bener kalau pipis belum lurus ga boleh godain perempuan. Bukan Arman yang bilang. Suami ibuk tuh yang bilang." ucap Arman sambil senyum dan mendorong kursi roda abang ke kamar rawat inapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abang
RomanceKarena pada setiap perselingkuhan, kesalahan bukan hanya milik pihak ketiga tapi pasanganlah yang memiliki andil cukup besar atas kesalahan tersebut.