11) Little Things

253 30 15
                                        

"Ken, lo di sin---"

Kalimat Keva sontak terhenti ketika matanya menangkap figur seseorang yang sedang tiduran di depan keyboard.

Cewek dengan rambut coklat terurai itu menutup pintu ruang musik perlahan, kemudian menatap ke sepenjuru ruangan sambil mengamati segala hal. Ruang musik ini bukanlah tempat baru yang pernah ia kunjungi, namun entah kenapa ada yang terasa aneh di sini.

Sedikit sesak.

Panas juga.

OMG! AC-NYA!

Keva menepuk jidatnya keras. "Cowok gila, AC nya ngapain lo tutup segala sih, anjir! Mau mati lo?!" Suara Keva mendadak keras ketika menyadari satu-satunya pemasok udara segar itu belum dinyalakan. Dengan gerakan gesit cewek itu berlari, kemudian memencet tombol remote control AC dan menentukan suhu secukup mungkin.

Keva terdiam sejenak lalu duduk di atas kursi. Ia sempatkan dulu bernapas. Namun belum genap tiga detik terbuang, amarahnya kembali memuncak naik ke ubun-ubun.

Bagaimana tidak marah coba? Secara ruang ini kan tertutup, kedap suara juga. Kalau cowok itu sekarat, terus minta tolongnya gimana? Teriak-teriak pake TOA saja belum tentu kedengeran.

Keva bersidekap, menatap Ken yang masih mempertahankan posisinya. "Kenong, kebo..." panggil Keva setengah berdesis. "Bangun, oi!"

Cewek itu menggoyang-goyangkan pundak Ken keras. Namun bukannya bangun, Ken justru menepis tangan Keva balik.

"Sono, ah. Katanya lo nggak peduli, ngapain kesini?"

Lah, si basreng masih ngambek ternyata.

"Ganteng-genteng ngambekan, ish! Pantes masih jomblo!" Tanpa pikir panjang, dalam sekali tarik Keva merebut gitar dari pelukan Ken, membuat cowok itu langsung bangun dari tidurnya.

Keva mendelik, menaikkan alisnya sebelah, dibalas oleh Ken hanya dengan tatapan datar. Cowok itu berdiri lantas menjauh dari Keva.

Sadar bahwa delikannya tidak mempan, cewek dengan mata hazel itu mengikuti setiap gerak-gerik Ken lewat ekor mata. Ia meletakkan gitar putih itu di sisi tembok, lalu memutuskan untuk ikut berdiri. Baru saja ia melangkahkan satu kakinya, cowok itu tiba-tiba menampilkan tampang misterius.

Keva meneguk salivanya sekali.

Hm, hello kitty mau tranform jadi werewolf ni, mah.

Tak mau meneruskan langkahnya, Keva memutuskan untuk kembali. Dia duduk di sisi tembok yang berseberangan dari tempat dimana Ken duduk. Jika cowok itu duduk di dekat pintu, berarti Keva duduk di sisi paling dalam dari ruangan itu.

Dan mirisnya, cewek itu tidak tahu harus melakukan apa di sini. Berulang kali dia mendengus saat menyadari bahwa aktivitas yang ia lakukan sama sekali tidak berfaedah.

Alih-alih melirik Ken, pandangan Keva justru jatuh pada sebuah gitar yang ada di samping sound system. Tanpa menunggu detik berganti, cewek itu lekas mengambil dan mencobanya sambil mendudukkan diri di tempat benda itu berada.

Ken yang melihat Keva mengambil gitar akustik itu seketika tersenyum miring. Dalam hatinya ia ingin tertawa, tapi segera diurungkan mengingat ia masih dalam mode ngambek keren.

Sementara di sana, cewek yang duduk selonjor sambil memegang gitar kini mulai mencoba menciptakan sebuah nada. Alih-alih berusaha membuat melodi, yang terdengar justru suara berisik.

Keva mendengus jengah. "Ih, chord A minor itu gimana, sih? Kok lupa, ya?" Cewek itu bertanya pada angin AC yang berhembus. Rasanya ia dulu pernah mencoba dan memainkan beberapa lagu dengan gitar milik papanya, namun entah kenapa sekarang dia lupa.

Can TryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang