CAN TRY
Sejak sepuluh menit yang lalu, matahari sudah menyingsing dari permukaan. Namun, bukannya bersemangat untuk memulai hari, di sini Keva justru tumbang dengan segala kepenatannya.
Jika pada hari sebelumnya Ken memberikan tumpangan untuknya baik pulang ataupun pergi, maka hari ini cowok itu melakukan hal yang sebaliknya. Bahkan, pagi tadi Ken juga tidak segan-segan meninggalkannya tanpa melirik ataupun memandangnya sedikitpun. Bahkan raut wajahnya waktu itu terlihat sangat cuek dan tidak peduli.
Kalau sudah begini, Keva sudah bisa menyimpulkan bahwa Ken masih kesal dengannya.
Menyusahkan saja.
Sembari bangkit dan menyingkirkan sejenak masalahnya itu, Keva mendengus sekali sebelum kembali melangkah ke bangkunya. Tak jauh dari tempatnya berada sekarang, terlihat Alan --teman sebangkunya-- yang baru saja menguap lebar. Pemuda itu lantas menenggelemkan wajahnya di atas lipatan tangan, bersiap untuk tidur nyenyak pagi ini.
Tentu, pemuda itu sangat cocok untuk dijadikan sasaran empuk sebagai wujud pelampiasan kekesalannya. Cewek itu pun lekas menghampirinya, tentu dengan kilatan amarah yang siap meledak kapan saja.
"Alan!" seru Keva. Suaranya sentak menggaung di ruangan itu, karena memang pagi ini suasananya masih terlihat sepi. Belum ada banyak orang yang mengisi kelas ini.
Sebagai pihak yang dipanggil, Alan hanya berdeham.
Otomatis jawaban itu membuat Keva kesal, cewek itu lantas menjambak rambut Alan dengan sekali gerakan. "Al! Dengerin gue napa!"
Sembari berdecak, Alan mengomel. "Apasih?! Nganggu aja lo!"
"Dengerin napa! Gue mau cerita!"
"Cerita aja sana sama Hailee, gue ngantuk." balas Alan acuh. Cowok itu kembali menidurkan diri setelah menyingkirkan Keva dari bangkunya.
"Makanya jangan main PS mulu. Gini ni gue yang susah." Keva bersungut lantas membanting tasnya pada punggung Alan. Dan secara auto, Alan langsung dibuat marah olehnya.
"Keva!"
Keva yang baru saja duduk di kursi depan pun langsung menoleh. "Apasih?! Tadi diusir, sekarang manggil-manggil! Mau lo apa?"
"Mau gue?"
Secara tiba-tiba, Alan mendadak semangat. Pemuda itu menatap Keva dengan tatapan tak terbaca. Matanya berbinar-binar seperti sedang membayangkan sesuatu. "Gue mau ketemu Jeny!"
"Apa?!" kaget Keva. Cewek itu lantas mengambil duduk di kursi yang sejak tadi digunakan oleh Alan untuk rebahan. "Lo suka Jeny?!"
Namun semengejutkan apapun semangat Alan, nyatanya dia selalu menolak ucapannya barusan. Dia selalu saja tidak bisa mefilter dan memikirkan lebih dulu kata-katanya sebelum diucapkan, sehingga inilah jadinya. Dia dipaksa untuk mengakui, walaupun hati masih tidak siap untuk menyetujui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can Try
Teen FictionKita belajar banyak mengenai luka. Menapaki satu-persatu titik sakit yang tidak terdefinisi. Kita belajar banyak mengenai rasa. Melewati satu-persatu takdir yang tidak terkira oleh memori. Kamu baik, tapi aku tidak. Kamu bahagia, tapi aku tersiksa...