_______________
"Kau yang menyuruhku menunggu, tapi kau juga yang meninggalkanku. Semudah itukah kau berpaling?"
_______________
🎧🎧🎧
"Ken? It-itu Dhino, kan?"
Suara Keva mencelos bersamaan dengan napasnya yang tertahan seketika. Cowok dengan rambut hitam itu, temannya yang terkadang otaknya miring itu—ya, Dhino. Ternyata dialah orang yang baru saja jatuh tersungkur membentur aspal. Cowok itu lalu berupaya keras untuk bangkit, tampak bersiap melancarkan serangan pada tiga orang berjaket hitam yang kini tengah berdiri angkuh.
Awalnya, Keva berusaha untuk tidak panik. Namun, spontanitas memang tidak dapat dicegah dengan mudah. Dia langsung berteriak begitu matanya lagi-lagi menangkap Dhino yang dihajar habis-habisan.
Pukulan itu, tendangan itu. Sebenarnya apa yang terjadi?
"KEN, TOLONGIN DHINO! TURUN KEN, TURUN!"
Ken yang baru saja merutuk dalam hati langsung berdecak. Cowok bermata biru itu sudah menduga bahwa keputusannya mengambil jalan ini adalah kesalahan. Namun, di sisi lain, dia juga merasa kalau Tuhan memang sengaja mengirimnya ke tempat ini untuk menolong Dhino, temannya sendiri.
Setelah turun dari motor, Ken menggenggam tangan Keva yang sempat menepuk pundaknya beberapa kali. Dia berusaha untuk tenang karena tidak ingin membuat Keva takut.
"Iya, gue ke sana sekarang." Dengan gerakan cepat, Ken pun melepaskan tangan Keva dan helmnya. Meski dalam keadaan genting seperti ini, cowok itu masih sempat menata rambutnya sambil tersenyum ke arah kaca spion.
Dia lalu menoleh ke arah Keva, menyiratkan peringatan tak terbantah. "Tunggu di sini, jangan ke mana-mana!"
Sepeninggal Ken, Keva tiba-tiba merasa udara di malam ini lebih dingin dari biasanya. Entah karena angin yang memang sejuk, atau mungkin rasa takut yang datang menghantui. Yang jelas, cewek itu sedang tidak baik-baik saja sekarang. Dalam suasana hati yang berkecamuk, dia pun berpikir keras untuk ikut membantu mereka—teman-temannya yang sedang dalam bahaya.
Bermeter-meter jarak dari tempat cewek itu berada, tampak dengan sangat jelas ada tiga orang yang kini mulai menyiksa cowok yang sedari tadi meringis kesakitan. Meski begitu, Dhino tidak pernah diam dan mengalah. Cowok berkulit seputih pualam itu terus melawan, walaupun dia tahu lawannya lebih kuat.
"Jangan mentang-mentang lo cowok, lo bisa nyakitin cewek sesuka lo!" Getar suara Dhino terdengar lebih keras, tetapi usaha itu sama sekali tidak mampu membuat cowok yang ada di depannya sadar.
"Emangnya lo siapanya dia? Pacar? Bukan, kan?" Cowok berambut hitam pekat yang merupakan leader dari tiga cowok itu berseru lantang. Menunjuk seorang cewek berambut hitam panjang yang menangis di belakang mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can Try
Roman pour AdolescentsKita belajar banyak mengenai luka. Menapaki satu-persatu titik sakit yang tidak terdefinisi. Kita belajar banyak mengenai rasa. Melewati satu-persatu takdir yang tidak terkira oleh memori. Kamu baik, tapi aku tidak. Kamu bahagia, tapi aku tersiksa...