Sahabat Angkasa

1.5K 116 8
                                    

Setelah minggu lalu Renata membawa kedua temannya, kini giliran Angkasa yang meminta kedua temannya untuk datang. Dan tepat pada pukul sepuluh pagi Erik dan juga Satrio datang kerumah mewah milik keluarga Ibu dari sahabatnya itu. Sebenarnya ini bukan pertama kali mereka kemari, bagaimana tidak Erik dan juga Angkasa sudah bersahabat sejak mereka di bangku sekolah pertama. Bagi Keduanya-Erik dan Satrio- Angkasa adalah saudara mereka.

"Lo gak risih sama selang itu?" Tanya Satrio kepada Angkasa yang tengah sibuk dengan stik game ditangannya.

Kini ketiganya tengah berada di dalam kamar Angkasa, meski umur mereka bertiga sudah menginjak dua puluh dua tahun, tapi keduanya masih tetap bermain seperti anak-anak jaman sekolah menengah atas. 

"Udeh deh, lo nanya mulu, nanti gue jawab. Sekarang biarin gue lawan Erik dulu."

Satrio yang mendengar jawaban sahabatnya mendengus. "Kebiasaan lo, jawab dulu apa susahnya sih?"

Angkasa memukul pelan belakang kepala Satrio dengan stik game ditangannya. "Udah deh, Sstt berisik."

Erik yang masih fokus dengan layar di hadapannya dan juga sebuah stik game yang dia pegang hanya terkekeh. "Udeh deh Sat, lo ribet banget. Bentar lagi nih selesai."

Satrio malah memukul kepala Erik cukup keras.

"Sakit bego!"

"Ya habisnya lo bukannya bela gue, malah samaan sama Angkasa."

"Pms ya lo? marah-marah mulu."

Satrio mendelik dan memukul kepala Erik sekali lagi, hingga akhirnya permainan pun selesai dan dimenangkan oleh Angkasa. Erik yang merasa kesal langsung menyerang Satrio dengan memukul tubuh sahabatnya itu dengan guling yang ada di sampingnya. "Gara-gara lo gue kalah! Satrio bego!"

Satrio yang tidak mau kalah langsung membalas perbuatan Erik dan terjadilah Erik dan Satrio melakukan perang bantal, sedangkan Angkasa hanya terkekeh melihat tingkah keduanya. Sejak dulu memang Erik dan Angkasa sangat sulit untuk akur, pasti ada saja yang mereka ributkan.

"Lo berdua kayak anak kecil tau gak?"

"Dia yang mulai dulua Kas." Kata Erik sambil terus memukul tubuh Satrio dengan bantal.

"Oke-oke gue cape, udah. Gue ngaku salah."

Erik menghentikan kegiatan memukul tubuh sahabatnya itu, hingga akhirnya mereka berdua duduk di atas kasur Angkasa dengan nafas terengah-engah.

"Oke, tadi lo tanya apa ke gue?" Angkasa mulai menanyakan tentang pertanyaan yang ditanyakan oleh Satrio.

"Lo gak risih sama selang itu?"

"Risih sih, tapi ya mau gimana lagi, ini hidup gue. Gue gak bisa apa-apa, kalo gue nolak pake ini berarti sama aja gue mempercepat kematian gue dan gue belum siap sama sekali buat nerima itu."

Erik memukul pelan lengan Angkasa. "Gue gak akan bosen ngingetin lo tentang ini ya, bisa gak lo kalo ngomong itu disaring dulu. Enteng banget lo ngomong gitu, gak usah bawa-bawa kematian. Bukan lo ataupun Dokter yang nentuin kematian lo, tapi Tuhan."

Angkasa tersenyum ketika mendengar perkataan Erik, ia tahu jika sahabatnya yang satu itu akan marah jika ia membicarakan tentang kematian, tapi itulah faktanya. Dirinya tengah sekarat dna dia tidak bisa menghindari itu.

"Sorry sorry.."

Satrio yang merasa suasana disekitarnya terasa sedikit tegang dan canggung, ia mencoba untuk mngalihkan pembicaraan kedua sahabatnya. "Laper nih, Mbak Shinta masak gak Kas?"

Angkasa menggeleng. "Gak tau, coba ke bawah tanyain."

"Yaudah ayo."

Kini ketiganya berjalan menuju dapur.

STEPBROTHER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang