Tentang Perasaan dan Kebaikan Hatinya

1.5K 122 0
                                    


Malam ini Renata memutuskan untuk menjaga Angkasa lagi, namun berbeda dengan sebelumnya kini Renata hanya dapat berdiri di depan ruangan Angkasa yang hanya dibatasi oleh sebuah kaca besar. Renata dapat melihat tubuh lemah Angkasa terbaring lemah dengan segala macam peralatan medis, sebenarnya ia ingin masuk, namun Atlanta dan juga para perawat di rumah sakit melarangnya untuk masuk. Hanya di jam-jam tertentu Angkasa diperbolehkan masuk.

Perempuan berumur dua puluh empat tahun itu tidak bisa berbuat banyak, hanya melihat tubuh adik tirinya itu terbaring lemah dengan berbagai macam peralatan medis. Tangan lentiknya sesekali mengusap air mata yang turun dari kedua matanya. Di saat-saat seperti ini Renata selalu saja merindukan sikap cerewet Angkasa. Ia akui, ia sudah jatuh dalam pesona Angkasa. Namun ia sebisa mungkin untuk menahannya, Angkasa anak yang baik dan juga sopam, Renata menyukai itu. Namun Renata tahu diri, ia tidak bisa membiarkan egonya untuk menang, biarlah kali ini ia menahannya.

"Lo harus bangun, jangan tidur terlalu lama. Gue kangen sama lo.." Renata mengusap kaca besar di hadapannya dengan lembut sambil terisak, seolah yang ia usap adalah tangan adik tirinya. "Pokoknya lo jangan dulu ninggalin gue, gue belum buat lo bahagia dan ngerasain peran Kakak dari gue, Lo gak boleh pergi.."

Bahu bergetar Renata ditepuk pelan oleh seseorang, Renata menolehkan kepalanya dan langsung memeluk orang dihadapannya. "Ayah..hiks..hiks..suruh dia bangun.."

Andra hanya mengusap punggung putrinya. Ia baru saja tiba karena memiliki jadwal yang tidak bisa ditinggalkan. Tepat pada pukul empat sore tadi Atlanta menghubunginya untuk datang ke rumah sakit dengan suara yang serak, Andra panik bukan main. Tadinya ia akan langsung pergi ke rumah sakit, tapi saat mengingat ia memiliki jadwal penting ia harus tetap melanjutkan pekerjaannya.

"Sstt...Udah jangan nangis, kita doain Angkasa. Dia anak yang kuat, gak mungkin Angkasa ninggalin kita gitu aja. Ayah yakin Angkasa pasti bakalan baik-baik aja."

Renata tidak menjawab perkataan Ayahnya, ia sungguh tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif, bagaimana jika Angkasa pergi meninggalkannya? Bagaimana Angkasa menyerah? Renata langsung menggelengkan kepalanya ketika kepalanya dipenuhi dengan pikiran buruk tentang Angkasa.

"Jangan pernah berpikir Angkasa bakalan ninggalin kita..."

Renata mengangguk. "Aku pengen liat ke dalem Ayah.."

"Kita belum boleh masuk Ren, keadaan Angkasa masih belum stabil.."

"Tapi aku pengen ketemu Angkasa, bilangin ke Bunda, ijinin kita masuk kedalem.."

Andra menggeleng. "Gak bisa sayang, besok pagi ya? Sekarang kita pulang, istirahat terus besok pagi kita kesini lagi."

Renata melepaskan pelukannya dan menatap ke dalam ruangan sana. "Gue pulang dulu, besok pas gue dateng kesini lo harus udah bangun. Gue gak mau tau.."

Setekah mengucapkan itu Renata melangkahkan kakinya disamping Ayahnya, sebelum itu mereka pulang. Andra dan juga Renata pergi terlebih dahulu ke ruangan Atlanta untuk berpamitan.

"Mas?" Kata Atlanta, ia terkejut ketika melihat suaminya datang. Padahal ini sudah pukul sepuluh malam.

"Istirahat, pulang yuk?"

Atlanta menggeleng. "Aku masih ada kerjaan Mas, aku ijin gak pulang ya. Nyampe keadaan Angkasa baik-baik aja."

Andra tersenyum, ia mengerti bagaimana perasaan Atlanta. "Yaudah, tapi jangan terlalu maksain diri ya. Aku gak mau kamu ikut-ikutan sakit. Jangan terlalu banyak minum kopi."

Atlanta mengangguk. Ia mengalihkan pandangannya ke Renata yang sedari tadi menundukan kepalanya. "Kenapa? Jangan sedih, Bunda lagi usahain semuanya buat kesembuhan Angkasa. Kamu doain Kasa ya?"

STEPBROTHER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang