Fakta Yang Baru Diketahui

2.6K 173 6
                                    

Terdengar suara langkah kaki yang sedang berlari ke arah ruangan ICU, mereka adalah Andra dan juga Renata. Orang yang pertama kali mereka lihat adalah Pak Rano yang tengah menatap pintu ruang ICU dengan pandangan khawatir dan juga gelisah.

"Pak.."

Pak Rano tersadar dari lamunannya, ia langsung menolehkan kepalanya ke arah Andra yang memanggilnya. "Tuan.."

"Sebenernya apa yang terjadi? Siapa yang ada di dalam sana? Kemana Atlanta? Angkasa?"

Pak Rano menghembuskan nafasnya berat. "Tuan muda Angkasa ada di dalam Tuan, Nyonya Atlanta sedang memberikan tindakan kepada Tuan Angkasa."

"Ada apa sama Angkasa Pak?" Tanya Renata kepada Pak Rano.

Pak Rano tidak menjawab ia hanya menundukan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan Renata.

"Pak?!" Tanpa sadar Renata menaikan nada bicaranya. Andra yang berada di sampingnya mengusap punggung putrinya. "Ada apa sama Angkasa?!"

"Maafkan saya Non, saya tidak berhak memberitahu keadaan Tuan Muda Angkasa, biar Nyonya Atlanta yang memberitahu Tuan dan juga Non Renata."

Renata mendudukan tubuhnya di kursi tunggu ruang ICU, tanpa ia sadari ia sudah menangis wajahnya terlihat sekali khawatir.

Dua jam mereka bertiga menunggu Atlanta dan juga Angkasa, hingga akhirnya pintu ruang ICu terbuka dan menampilkan Atlanta dengan wajah yang terlihat lelah dan juga sisa-sisa air mata di kedua pipinya. "Tolong siapin ruang rawat buat Angkasa." Kata Atlanta kepada ketiga perawat yang telah membantunya menyelamatkan putranya di dalam sana tadi.

Ketiga perawat itu mengangguk. "Baik Dok.."

Setelah kepergian ketiga perawat itu, Atlanta duduk di sebuah kursi tunggu. Ia masih belum menyadari keberadaan Andra dan juga Renata. Ia kembali menangis, dan tubuh itu tersentak ketika merasakan tubuhnya dipeluk oleh seseorang. Atlanta menolehkan kepalanya dan menatap kedua mata Andra dengan mata yang sembab.

"Angkasa anak yang kuat."

Atlanta tidak menjawab, ia terlalu takut. Di dalam sana ia sempat kehilangan putranya selama beberapa menit, hingga akhirnya anaknya kembali dengan keadaan yang jauh dari kata baik, namun itu semua sudah membuat perasaan Atlanta sedikit tenang. Atlanta membalas pelukan Andra dan melanjutkan tangisnya di bahu lebar Andra.

"Angkasa sakit apa?"

Atlanta melepaskan pelukannya ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Renata.

"Angkasa sakit apa?"

Atlanta menghembuskan nafasnya dengan sangat berat. "Kanker Paru-Paru stadium akhir."

Renata menggeleng. "Tante pasti bohong, dia baik-baik aja. Dia gak mungkin sakit parah kayak gitu, Tante salah!"

Atlanta dapat melihat wajah kacau anak tirinya, ia tidak menyangka jika Renata akan ber-reaksi seperti ini. Dia juga tidak menyangka jika Renata ternyat sudah menyayangi putranya. 

"Dari kapan?"

"Umur dia empat belas tahun."

"Selama itu? Kenapa Tante gak bisa nyembuhin anak Tante sendiri?!"

Atlanta kembali menangis ketika menyadari jika ia tidak bisa menyembuhkan anaknya sendiri. "Tante udah berusaha..hiks..hiks..."

Renata jatuh terduduk di hadapan Atlanta sambil mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata. Andra yang tidak tega melihat putrinya seperti itu, langsung membawa tubuh putrinya kedalam pelukannya. "Udah..Angkasa baik-baik aja.."

Renata menggeleng. "Dia bakalan pergi kayak Mama, aku gak mau!"

"Enggak, Angkasa gak akan pergi ninggalin kamu, enggak akan.."

Atlanta yang sudah merasa tenang, langsung berjalan dan berjongkok di hadapan Renata. "Rena...Tante mohon, tolong terima semua keadaan yang terjadi sama Angkasa."

Renata menggeleng. "Tante harus sembuhin Angkasa, jangan buat Angkasa pergi kayak Mama. Tante harus sembuhin Angkasa."

Atlanta mengangguk. "Tante bakal sembuhin Angkasa, kamu jangan khawatir."

Renata terjatuh tidak sadarkan diri di pelukan Ayahnya. Andra yang panik langsung memanggil beberapa perawat dan segera membawa Renata ke ruang perawatan. Atlanta mengikuti Andra, ia bisa mempercayakan keadaan anaknya kepada para perawat disini.

Malam harinya Renata sudah membuka kedua matanya, orang pertama yang ia lihat adalah Ayahnya yang tengah mengusap rambutnya. "Ayah.."

Andra tersenyum sambil tetap mengusap rambut anaknya. "Iya sayang, kenapa? Apa yang kamu rasain?"

"Pusing.."

Andra tersenyum. "Enggak apa-apa kata Bunda Atlanta kamu demam, karena kecapean. Maafin Ayah ya?"

Renata terdiam, ia mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi sebelum ia terjatuh tidak sadarkan diri, hingga tidak membutuhkan waktu lama, Renata mengingat jika adik tirinya dirawat di rumah sakit ini.

"Ayah, Angkasa?"

Andra tersenyum. "Angkasa ada di kamar rawatnya, dia baik-baik aja. Lagipula ada Bunda Atlanta disana, kamu jangan khawatir, sekarang kamu istirahat lagi ya?"

Renata menggeleng. "Aku mau ketemu sama Angkasa, aku mau liat keadaan Angkasa."

"Iya sayang, Ayah ngerti. Besok pagi aja ya? Kamu juga masih harus istirahat."

"Enggak mau Ayah, aku mau liat keadaan Angkasa dulu."

Andra akhirnya menyerah, ia menuruti keinginan putrinya untuk pergi ke ruang rawat Angkasa menggunakan kursi roda. Tidak terlalu jauh dengan ruang rawat putrinya hanya terhalang oleh empat kamar, akhirnya Andra dan juga Renata sudah tiba di depan kamar rawat Angkasa.

Ceklek

Atlanta menolehkan kepalanya ketika mendengar suara pintu ruang rawat putranya terbuka. "Renata? Kamu udah baikan? Masih pusing?"

Renata menggeleng, perhatiannya hanya terfokus kepada Angkasa yang masih berbaring di atas ranjangnya dengan alat bantu pernafasan. "Angkasa gimana?"

Atlanta tersenyum. "Dia udah baik-baik aja, keadaannya udah stabil. Cuma nafasnya aja yang masih berat."

"Kapan dia bangun?"

"Kemungkinan besok. Kamu kenapa keluar kamar rawat? Kamu juga kan masih sakit Rena."

"Aku mau liat Angkasa, Bunda.."

Tanpa Renata sadari, mulutnya mengucapkan kata Bunda yang sangat disambut dengan senang oleh Atlanta.

"Angkasa udah baik-baik aja, sini."

Andra mendorong kursi roda putrinya agar dapat melihat Angkasa lebih dekat, sedangkan Atlanta berdiri dan duduk di atas sofa yang tidak jauh dari ranjang putranya.

Renata menatap wajah damai Angkasa dengan mata sendunya, ia masih tidak menyangka. Ternyata saudara tirinya yang sangat bawel ini menderita sakit yang sangat parah, bahkan kemungkinan untuk sembuhnya pun hanya sedikit. Jika dilihat lebih teliti, Renata baru menyadari jika wajah Angkasa terlihat lebih tirus dan juga pucat. Dan jangan lupakan suara hembusan nafas Angkasa yang terdengar seperti kesakitan.

"Bun, Nafas Angkasa kok kayak gitu?"

Atlanta mengangguk. "Enggak apa-apa kok Ren, itu wajar. Paru-paru Angkasa udah rusak, nanti waktu dia bangun dia harus pake nassal canulla biar nafasnya gak susah."

"Jadi dia gak akan bisa lepas dari nassal canulla?"

Atlanta dengan berat hati mengangguk. "Iya, sekarang hidup dia tergantung sama nassal canulla, Ren."

Renata menatap sendu adik tirinya, ia sungguh tidak menyangka jika orang yang selama ini ia selalu bentak dan ditatap sinis olehnya ternyata menderita sangat banyak.

"Lo harus sembuh, dan lo harus cerewet lagi kayak biasanya. Gue gak mau tau." Batin Renata.



















TBC

STEPBROTHER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang