7. Bayangan di Matanya

5.1K 532 107
                                    

Ketulusan dapat melakukan apa pun, termasuk mengikis tembok yang terbangun tinggi.

"Lo beneran ngikutin gue?"

Anka menoleh sewot ke arah Brav dan menatap cowok itu tajam. Sejak turun di Cileunyi, cowok itu terus mengikutinya, bahkan sampai naik angkot ke daerah Cibiru sini. Entah apa yang ada di pikiran Brav sampai cowok itu benar-benar mengikutinya dari Jakarta sampai sini. Bisa-bisanya dia yakin akan diterima dan tidak takut tidak memiliki tempat menginap.

Brav tidak menjawab dan hanya tersenyum lebar sambil berlalu begitu saja. Seolah tidak mendengar omongan Anka tadi, dia terus berjalan dengan langkah ringan. Mungkin cowok itu udah gila, pikir Anka saat melihat Brav sangat menikmati perjalanannya seolah sedang mengikuti karya wisata. Dia bahkan beberapa kali bersiul dengan penuh percaya diri, tanpa memikirkan nasibnya kalau ditinggal Anka begitu saja.

"Eh, ada es buah! Seger nih kayaknya siang-siang minum gituan," ujar Brav dengan penuh semangat. Tanpa menunggu Anka, dia sudah berdiri di depan penjual es yang dimaksud.

Anka menggeleng-geleng melihat tindakan Brav barusan. Cowok itu terlihat seperti anak kecil yang menemukan mainan atau permen saat ini. Wajahnya berseri-seri, padahal cuma menemukan penjual es yang menjadi salah satu pengisi deretan penjual makanan di sepanjang jalan Cibiru ini.

"Itu namanya es goyobod, bukan es buah," celetuk Anka sambil berdiri di samping Brav.

"Bedanya?" tanya Brav sambil menoleh dengan alis berkerut. Yang dia tahu, es beragam isi dan didasari kuah susu adalah es buah. Bentuknya juga serupa.

"Ini es tradisional asli Sunda. Ya, sebenarnya asalnya dari Belanda, sih. Isinya aci, roti tawar, sama pacar cina asam-manis dari tape, yang biasanya nggak ada di es buah. Goyobod sendiri artinya basah, dari bahasa Belanda," jelas Anka sambil memperhatikan pedagang yang sedang membuatkan pesanan Brav.

"Kok lo tau banget?" Brav penasaran. Mungkin kalau sekadar isi, semua orang bisa tahu, tapi kalau sampai arti nama esnya sendiri, sepertinya bukan hal yang bisa diketahui banyak orang.

"Ibu gue kan orang Sunda asli. Walau sejak kecil gue di Jakarta, tapi sering balik ke sini. Dan ... ada internet yang memungkinkan lo buat tau semuanya. Tinggal ketik aja, semua info bakal keluar," jawab Anka santai.

Brav mengangguk-angguk. Satu lagi hal yang dia ketahui tentang Anka hari ini. Cewek satu itu tidak akan berdiam diri saat tidak mengetahui sesuatu. Dia akan berinisiatif mencari, sampai dia punya informasi yang cukup, yang mungkin tidak dimiliki kebanyakan orang.

"Menarik."

Satu kata singkat dari Brav itu membuat Anka mengangguk setuju. "Apa pun kalau dicari tau lebih lanjut bakal menarik."

"Bukan esnya, tapi lo." Jawaban Brav itu membuat Anka bergeming selama beberapa saat. Dia hilang akal bagaimana harus merespons omongan barusan. "Gue yakin, lo juga kayak gitu. Kalau gue cari tau tentang lo lebih lanjut, pasti bakal menarik banget."

Kali ini, Anka menyerah. Otaknya benar-benar kosong. Tidak terlintas satu kata pun untuk menanggapi Brav. Juga, tidak ada ekspresi yang tepat untuk ditunjukkan saat ini. Bagaimana bisa, kalau dia sendiri masih sangat bingung dengan apa yang dirasakannya sekarang.

***

Pada akhirnya, Anka melanjutkan perjalanan ke rumah kakaknya dengan menenteng sekantong seblak. Sementara es goyobod yang dibeli Brav tadi sudah habis selama perjalanan. Sebenarnya, perjalanan ke sini tidak lama, hanya lima belas menit berjalan kaki, tapi sepertinya cowok itu benar-benar haus, sampai esnya habis dalam waktu singkat.

"Gue udah sampai dan lo bisa pergi," ujar Anka tiba-tiba. Sepertinya dia masih berpikir kalau Brav benar-benar akan pergi setelah mengantarnya, kalau cowok itu punya tujuan di Bandung.

Dear Past, Let Me GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang