18. Perubahan Hati

3.2K 399 107
                                    

Ketika mulai merasa bimbang, rasa suka itu sebenarnya sudah berkembang.

Tisya menggeret langkahnya dengan susah payah. Hari ini mungkin akan jadi hari paling melelahkan baginya. Steroform besar yang akan dipakai untuk alas majalah dinding dia bekap dengan kedua tangan. Sementara, di tangan kirinya, dia masukkan kantong plastik yang berisi peralatan pendukung untuk membuat majalah dinding itu.

Seolah belum cukup, tangan kanannya masih harus bersusah payah mengangkat tiga buku cukup tebal yang dia pinjam dari perpustakaan untuk dijadikan referensi saat membuat makalah dan harus dikembalikan hari ini. Namun, senyumnya mengembang lebar saat menemukan Akas, senior pujaannya. Hanya melihat punggung cowok itu saja sudah membuat Tisya kesenangan seperti saat ini.

Kejadian ini membuat Tisya teringat dengan waktu dulu. Saat dia menemani temannya yang punya kakak di sekolah ini. Waktu itu, temannya bilang harus mengambil sesuatu dari kakaknya dan bersikeras meminta Tisya menemani, padahal hari itu dia sudah sangat lelah. Sehabis pelajaran Olahraga yang begitu menyiksa, ditambah pelajaran Matematika yang membuat otaknya panas. Tisya hampir tidak terpengaruh, tapi wajah memelas temannya itu akhirnya membuat dia menyerah.

Saat itulah, Tisya melihat Akas pertama kali. Begitu tiba di sekolah ini, Tisya dan temannya hanya bisa menunggu di depan gerbang, tidak diperbolehkan masuk, walau sudah waktu pulang sekolah. Teman Tisya masih berusaha menelepon kakaknya, sementara Tisya mengedarkan pandangan. Sekolah ini memang masuk ke daftar SMA impiannya, jadi tidak ada salahnya mengamati dari sekarang.

Namun, saat sedang mengedarkan pandangan secara acak, mata Tisya menangkap sosok Akas. Dari jauh, cowok itu terlihat sangat keren, dan penuh wibawa. Karismanya memancar sempurna, membuat siapa pun yang melihat jadi terpesona. Setidaknya itu yang Tisya pikirkan. Dia tidak bisa menemukan kata yang lebih cocok untuk menggambarkan kesempurnaan Akas di matanya saat itu. Bahkan hingga saat ini.

Sejak hari itu, Tisya telah memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Akas. Maka, dia meminta bantuan temannya untuk bertanya pada kakak yang bersekolah di sana juga. Selain itu, dia jadi sering main ke SMA ini. Walau tidak boleh masuk, dia cukup puas hanya dengan melihat Akas dari luar sesekali.

Suatu ketika, Tisya pernah melihat Akas bersama seorang cewek yang duduk di kursi roda. Awalnya, dia sempat merasa terpukul karena mengira cewek itu adalah pacarnya Akas. Namun, setelah tahu kenyataannya, kalau itu adalah Tyas, adiknya Akas, Tisya malah semakin jatuh dalam pesona cowok itu. Dia tahu, Akas memang cowok yang mengagumkan, tapi kasih sayang yang dia miliki untuk adiknya lah yang membuat Tisya benar-benar terpana, dan tidak bisa lepas sampai sekarang.

"Kak Akas!" seru Tisya, yang akhirnya kembali ke dunia nyatanya saat ini.

Akas tidak menoleh, apalagi berhenti. Mungkin dia tidak dengar, makanya Tisya berlari kecil untuk menebas jarak. Dia harus cepat sebelum Akas berbelok menaiki tangga dan akan semakin susah mendengar panggilannya. "Kak Akas!" panggilnya lagi.

Masih juga belum bisa menghentikan Akas, Tisya menambah kecepatan larinya sekarang. Karena kurang hati-hati, kakinya saling mengait dan akhirnya membuat dia tersandung. Tubuhnya ambruk ke lantai, sementara barang-barang bawaannya berhamburan begitu saja.

Tisya mengumpat karena menyadari kecerobohannya barusan. Kalau begini caranya sih, bukannya menambah kecepatan untuk menyusul Akas, malah memberi kesempatan seniornya itu untuk menghilang lebih cepat. Lututnya masih berdenyut sakit karena terbentur lantai tadi, tapi dia berusaha segera bangkit.

"Kak Akas tung ...." Kata-kata Tisya tertahan begitu saja karena saat mendongak, dia sudah menemukan Akas sedang membantu memungut barang-barangnya. Tanpa bisa dicegah, hatinya menghangat.

Dear Past, Let Me GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang