9. Penerimaan

4.6K 507 129
                                    

Kadang tak perlu hal besar, yang tanpa suara pun bisa mengisi dengan caranya sendiri.

Brav tidak pernah menyangka Anka akan mengucapkan kata-kata seperti itu. Dia tahu, cewek itu pasti kebingungan karena sikapnya tadi. Namun, dia benar-benar tidak bisa mengontrol diri. Semua sikap cerianya selama ini tidak akan pernah menang kalau dia mendengar kata-kata seperti barusan.

Entah sampai kapan. Brav sendiri benar-benar tidak tahu akan sampai kapan dia seperti ini. Menghindar dari kata-kata itu, hanya karena tidak sanggup mendengarnya. Baginya, itu terlalu menyakitkan. Bayangan akan meninggalkan kita saat gelap datang. Bukankah itu terlalu kejam? Bagaimanapun, bayangan adalah bagian dari diri, yang tidak akan mungkin meninggalkan. Itu yang selalu dipercayainya. Atau setidaknya, ingin dia percayai.

Selama pelajaran terakhir ini, Brav sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Lebih dari ucapan Anka, dia tidak bisa berkonsentrasi karena memikirkan cewek itu. Bagaimana Anka akan berpikir setelah melihat perubahan sikapnya. Bagaimana perasaan cewek itu karena tidak dihiraukan dan ditinggal begitu saja.

Brav terus memikirkan semuanya, termasuk bagaimana menjelaskan pada Anka. Namun, sebanyak apa pun dia berpikir, sebanyak itu pula dia tahu, kalau sekarang bukan saatnya. Dia masih belum siap untuk memberi tahu Anka yang sebenarnya. Bagaimana perasaannya, bagaimana pemikirannya akan ucapan itu. Dia benar-benar belum siap.

Pada akhirnya, Brav hanya memutuskan untuk melewatkan kesempatan hari ini. Hanya hari ini, tegasnya pada diri sendiri, dia tidak akan pulang bersama Anka. Tidak akan menaiki bus yang sama, juga duduk di sebelah Anka dan terus meneror cewek itu dengan segala macam pertanyaan. Untuk hari ini, dia akan memilih sendiri.

Tanpa menghiraukan Anka yang terlihat di belakang, Brav terus berlari ke depan gerbang sekolah. Begitu bus pertama menuju daerah rumahnya berhenti, dia langsung naik. Dari kejauhan, dia bisa melihat Anka berlari untuk menggapai bus yang sama dengan yang dinaikinya sekarang, tapi tenaga cewek itu terlalu kecil. Bus ini sudah melaju, beberapa detik sebelum Anka sampai di pintu gerbang.

Brav melihat kejadian barusan dengan sangat jelas. Dia juga masih dapat menangkap ekspresi Anka dengan baik, walau bus sudah mulai bergerak ketika cewek itu sampai. Mungkin ini hanya halusinasinya, tapi dia merasa yakin kalau raut wajah Anka tidak terlihat baik barusan. Dia yakin melihat cewek itu mendesah frustrasi saat bus melaju mendahuluinya.

Mungkin dia sebel karena harus nunggu bus lain dan nggak bisa cepat-cepat sampai rumah, batin Brav. Dia ingin berpikiran sebaliknya, kalau ekspresi kecewa Anka barusan karena dia naik duluan dan tidak menunggunya untuk pulang bersama seperti biasa. Namun, dia juga tidak ingin berharap lebih.

Mungkin selama ini Brav sudah terlalu banyak menipu diri dengan yakin kalau Anka merasa baik-baik saja diganggu olehnya. Dan mungkin sekarang saatnya untuk menerima kenyataan. Kali ini Brav yang menghela napas frustrasi. Pikirannya yang tidak biasa dipaksa bekerja keras jadi lelah sekarang. Sepertinya dia hanya harus berusaha sangat keras untuk menikmati perjalanan pulang ini. Sendirian.

Jalanan menuju rumah yang biasa Brav lewati, yang harusnya biasa saja, jadi terasa begitu berbeda sekarang. Rasanya jalan ini lebih panjang, sampai membutuhkan waktu tempuh lebih lama dari biasanya. Juga, jalan ini terasa jauh lebih sepi. Brav menghela napas dalam-dalam, tidak menyangka bagaimana kehadiran satu orang bisa begitu berpengaruh. Padahal biasanya juga Anka hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang mereka, tapi ternyata, kehadiran cewek itu, yang bahkan tanpa suara sudah mengisi hati Brav dengan caranya sendiri.

Brav membiarkan dirinya menikmati waktu sendirian selama mungkin. Sejak pulang sekolah tadi, dia mencoba melakukan apa pun. Bermain game, mendengar lagu, membaca komik, tiduran di sofa, sampai berguling-guling di lantai. Namun nyatanya, otaknya tidak mau diam, dan malah terus berputar. Isinya juga tidak pernah berganti. Hanya satu nama, Anka. Cewek itu benar-benar menguasai pikirannya.

Dear Past, Let Me GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang