Kadang, semakin ditutupi, semakin lama pula luka itu menetap dalam diri.
Hal yang paling Brav suka dari berangkat atau pulang bersama Anka adalah bisa duduk bersebelahan dengan cewek itu di bus dan merasakan energi hangat yang menjalar dari tubuhnya, bahkan tanpa tersentuh. Aneh, kan? Orang yang tampak dingin dari luar, punya energi hangat yang bisa dirasakan orang lain. Mungkin semua orang akan mengira Brav mengada-ada, atau hanya sengaja berkata begitu untuk menggombali Anka, tapi nyatanya dia serius dengan semua ini. Anka benar-benar menghantarkan perasaan hangat ketika mereka duduk bersebelahan.
Brav percaya, itu semua karena pada dasarnya Anka memang orang yang hangat. Hatinya baik, apalagi kalau berhubungan dengan orang tua dan anak-anak. Kalau sudah melihat Anka bermain dengan keponakannya, semua orang tidak akan percaya kalau Anka yang itu adalah orang yang sama dengan yang tidak banyak omong di sekolah. Karena Anka memang sebeda itu ketika ada di rumah, bersama dengan orang-orang yang membuatnya nyaman.
"Lo lagi suka nonton drama apa?"
Pertanyaan tiba-tiba dari Brav itu membuat Anka menoleh cepat dengan alis terangkat setengah dan kening berkerut. "Emang lo ngerti kalau gue jawab?"
"Nggak." Anka tertawa kecil mendengar jawaban itu. Tapi tawanya berhenti ketika mendengar lanjutan Brav. "Tapi gue seneng aja dengar lo cerita."
Memang benar, Brav tidak akan mengerti apa-apa ketika Anka memberi jawaban nanti. Mungkin cewek itu akan menyebutkan nama-nama yang asing di telingnya dan susah dilafalkan lidahnya, tapi dia tetap mau mendengar semuanya. Karena itu artinya, Anka sudah cukup nyaman bersamanya untuk membicarakan apa pun, bahkan yang tidak terlalu penting. Brav juga yakin, orang yang terlalu banyak berpikir seperti Anka akan mempertimbangkan berkali-kali bahkan sekadar untuk menceritakan kesukaannya, karena dia akan merasa itu tidak penting bagi orang lain.
Tidak seperti biasanya, kali ini senyum Anka bisa mengembang tanpa banyak usaha. Baginya, omongan Brav barusan bukan lagi berupa gombalan atau semacamnya. Dia juga tidak lagi terpaku karena tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu. Semuanya sudah terasa sangat natural saat ini. Seolah memang seperti ini percakapan mereka sehari-hari.
"Gue akhir-akhir ini lagi suka nonton thriller misteri gitu, sih. Judulnya Life on Mars. Ceritanya ada fantasi juga karena dia pindah zaman, dari tahun sekarang ke tahun 1988 terus ngungkap kejahatan di sana yang berhubungan sama kasus yang lagi dia tangani di masa sekarang. Seru, deh. Kalau lo suka nonton yang ada misterinya gitu, dan nggak masalah sama Korea, cobain aja."
Brav hanya mendengarkan sambil mengangguk-angguk sekilas dan tidak berhenti tersenyum. Mendengar Anka bicara panjang lebar begitu adalah pengalaman baru baginya, dan ternyata itu menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan daripada melihat ekspresi cewek itu saat mendengar gombalannya yang kelewat jujur.
"Lo nggak nonton yang sekretaris-sekretaris itu? Rame banget di explore IG gue itu, parah," ujar Brav sambil berdecak. Dia benar-benar bingung kenapa postingan tentang drama Korea satu itu bisa memenuhi explore Instagramnya.
Anka terkekeh pelan. "Why Secretary Kim? Nggak nonton itu. Udah tamat, kok, tapi emang booming banget dramanya. Kalau kata Bo Yong, pemeran utama cowoknya mirip Akas."
Brav refleks mengernyit. "Akas? Yang mirip gue ada, nggak?"
"Ada, namanya Jung Hae In Oppa. Dia main drama juga, tapi udah lumayan lama tamatnya. Booming juga, sih, waktu itu."
"Terus lo nonton, nggak? Gimana? Gantengan gue apa dia?"
Brav yang kelewat bersemangat membuat Anka menghadiahinya tatapan heran. "Satu, jelas gantengan dia. Gimanapun pasti bagusan yang asli." Melihat wajah cemberut Brav, mau tidak mau Anka tertawa. "Gue nggak nonton drama itu tapi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Past, Let Me Go
Teen FictionSekuel DRAMA. Anka hidup dalam bayangan masa lalu yang terus membuatnya terlarut dalam penyesalan. Baginya, bayangan bisa mencekik begitu kuat, sampai rasanya sulit melepaskan diri, bahkan sekadar untuk bernapas. Lalu hadir seseorang yang baru di hi...