Kelihatannya tidak peduli, tapi mungkin begitu caranya melindungi dan menyayangi.
Setelah memendam rasa ingin tahu sekian lama, Rama tidak menyangka kalau saat ini dia benar-benar mengeluarkannya dan bertanya pada neneknya. Dia tahu dan selalu sadar kalau dirinya tidak seperti anak kebanyakan yang punya keluarga lengkap. Sejak kecil hanya ditemani nenek, sedangkan ayah dan ibu entah di mana. Wajah mereka pun, Rama tidak pernah tahu.
Selama ini, Rama tidak pernah berani bertanya pada neneknya. Sebesar apa pun rasa ingin tahunya, semua itu akan dikubur dalam-dalam, karena dia tahu, pertanyaan itu hanya akan membuat neneknya muram, dan dia tidak mau melihat itu. Namun semakin lama, dia semakin tidak bisa menahan diri. Rasa takut sebesar apa pun harus dia tahan saat ini, supaya bisa mendapat jawaban untuk pertanyaan yang disimpannya bertahun-tahun.
"Orangtua itu bentuknya kayak gimana, Nek?"
Rama tahu, pertanyaannya pasti terdengar aneh. Apalagi sekarang neneknya sudah menoleh dengan kening berkerut. Dia sudah berpikir berkali-kali, mungkin ribuan kali, tapi tetap tidak bisa menemukan format pertanyaan yang benar untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Dia hanya penasaran, bagaimana rasanya memiliki orang-orang yang bisa dipanggil ayah dan ibu selama hidup. Dia ingin tahu apakah rasanya benar-benar menyenangkan seperti yang orang-orang bilang? Lebih menyenangkan dari memiliki seorang nenek yang merawat sejak kecil?
Bibir atas nenek Rama berkedut. Tangannya yang keriput saling meremas, lalu dengan getar yang terlalu kentara, dia menjulurkannya untuk menangkup wajah cucunya. Senyum kecil diangkatnya, tapi sejalan dengan itu, genangan air di sudut matanya juga mengintip.
"Kenapa tiba-tiba kamu tanya itu?" tanya neneknya sambil mengelus wajah Rama pelan. Tangannya tetap terasa halus bagi Rama, walau keriput sudah mendominasi.
"Aku cuma pengin tahu, Nek. Soalnya selama ini Nenek nggak pernah cerita." Rama menatap neneknya lekat-lekat. Terlihat jelas perubahan ekspresi Nenek saat pertanyaan itu belum dilontarkan Rama dan setelahnya. Dalam hati Rama menggumamkan maaf, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini. Pertanyaan itu sudah telanjur diajukan.
Nenek Rama menghela napas dalam-dalam. Sejak dulu dia tahu, hari ini akan tiba. Kebenaran tidak akan mungkin bisa disembunyikan selamanya. Namun, selama apa pun dia mempersiapkan diri, seberapa sering pun hatinya diyakinkan, dia tetap butuh waktu lama untuk menceritakan semuanya. Sejauh ini dia sudah berhasil membesarkan Rama dengan penuh kasih sayang, lalu kenapa anak itu harus tahu kenyataan yang akan menghancurkan hatinya?
"Nenek tidak menyangka hari ini akan tiba secepat ini." Kedua tangan nenek Rama masih saling meremas, lalu menepuk pelan di ujung lutut. "Tapi kamu memang harus tahu."
Selang beberapa detik setelah mengatakan itu, nenek Rama berdiri. Rama yang masih duduk di posisi yang sama, hanya bisa memandangi neneknya sambil mengernyit. Neneknya menuju kamar dan tidak terlihat selama beberapa menit setelahnya. Bunyi barang-barang yang dipindahkan dari tempat asalnya membuat Rama semakin bingung. Ketika kembali, neneknya sudah membawa sesuatu di tangan kanannya yang bergetar.
"Ini satu-satunya foto bersama ayahmu yang ibumu simpan." Nenek Rama mengangsurkan foto hitam putih yang tadi dipegangnya. Sekian detik, Rama hanya bergeming. Ada keinginan besar di hatinya untuk segera meraih foto itu. Akhirnya dia bisa melihat wajah ayah dan ibunya sekarang. Harusnya itu menyenangkan, dan membuatnya begitu bersemangat. Namun nyatanya tidak semudah itu. Ada ketakutan dan keraguan yang amat besar mengintip di ujung hatinya. Dia takut menghadapi emosi apa yang akan timbul setelah melihat foto itu. "Lihatlah, Nak."
Baru setelah mendengar suara neneknya lagi, Rama menjulurkan tangan. Perlahan, maju sedikit demi sedikit hingga ujung foto itu tersentuh. Masih ada jeda sekian detik untuk Rama menarik napas dalam-dalam. Kini, dia harus bersiap menghadapi emosi apa pun yang akan menerjangnya begitu foto itu dibalik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Past, Let Me Go
Teen FictionSekuel DRAMA. Anka hidup dalam bayangan masa lalu yang terus membuatnya terlarut dalam penyesalan. Baginya, bayangan bisa mencekik begitu kuat, sampai rasanya sulit melepaskan diri, bahkan sekadar untuk bernapas. Lalu hadir seseorang yang baru di hi...