Bab 2

3.9K 458 144
                                    

Pada malam hari, aku hanya bisa bermimpi, semoga nanti kita bisa sedekat nadi lagi.

Bertempat di sebuah resto milik usaha salah satu orang terdekat dalam keluarga mereka, acara reuni ini dibuat. Namun sampai kini, reuni antara anak-anak yang dulu sempat merasakan tumbuh besar bersama di sebuah perumahan yang cukup asri, belum juga dimulai. Kabarnya acara tersebut sedikit terlambat karena orang yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang.

Kebetulan sekali kondisi resto hari ini tidak terlalu ramai. Mungkin karena hari ini bukanlah hari libur, sehingga masih ada space kosong yang memang dipesan khusus sebagai tempat kumpul mereka.

Apalagi salah satu anak dari pemilik resto ini juga turut ikut bergabung, bahkan ia turun langsung membuatkan minuman bagi para sahabat rasa keluarga yang sudah terjalin cukup lama.

Memang acara kali ini tidak semua generasi ke-3 keluarga besar Al Kahfi dapat hadir. Tapi diharapkan pertemuan kali ini cukup berarti, sehingga orang yang akhirnya kembali setelah lama pergi tidak merasa asing di lingkungan keluarganya sendiri.

Raqila Athafariz. Atau lebih sering dipanggil Aiz ini nampak sedang berdiam diri di sisi pojok. Dia juga termasuk ke dalam golongan Al kahfi generasi ke - 3 yang tengah berkumpul kali ini. Akan tetapi karena rasa bosan akibat menunggu terlalu lama, akhirnya fokus laki-laki muda itu hanya  tertuju pada ponsel yang sibuk dia mainkan. Bermain game online memang salah satu hobi Aiz ketika menunggu tak kunjung usai. Walaupun di hadapannya ada seorang perempuan yang tidak henti-henti menatapnya, Aiz seakan tidak peduli. Karena ibunya pun tidak akan bisa mengganggunya ketika sedang bermain game.

"Ai... Aiz!!" Gadis itu memanggilnya galak.

Aiz hanya mengangkat kepalanya sejenak. Sebelum kembali fokus pada permainannya.

"Dih, dicuekin!!" Gerutu gadis itu ketika Aiz tidak menanggapinya. Pandangannya sengaja dia alihkan ke arah lain, mencoba menenangkan hatinya sejenak, yang memang sudah sangat jelas ditolak oleh Aiz.

Namun disaat yang tidak tepat, dia malah bertatapan dengan manik mata lain yang ternyata diam-diam sibuk memerhatikannya.

"Ih. Limi bingits sih bing ibi ditingnyi." Kata Aiz menirukan ucapan anak remaja labil zaman sekarang. Walau usianya kini dikatakan bukan remaja lagi, tapi sikap dan prilaku Aiz memang sering dianggap anak kecil oleh orang-orang di sekitarnya.

"Minum dulu deh, Bang. Ini kreasi terbaru dari gue."

Seorang laki-laki muda yang usianya dibawah Aiz satu tahun memberikan minuman berwarna biru muda kepadanya. Tanpa pikir panjang, Aiz langsung mengangkat kepalanya lalu tersenyum.

"Ini baru brother gue, Taya."

Permainannya tadi Aiz hentikan. Dia meneguk minuman yang baru saja disediakan Taya, sembari sudut matanya melihat ke arah Aneska yang tiba-tiba saja menjauh dari hadapannya.

Bibir Aiz mencibir. Dia tahu, bahkan sangat hafal kenapa gadis itu marah padanya. Namun Aiz pun tidak bisa melakukan banyak hal, karena tak jauh dari tempat dia duduk, ada kakak sepupunya yang juga ikut memerhatikan Aneska secara sembunyi-sembunyi.

"Ah, pulang deh gue. Orang yang ditunggu juga enggak datang-datang."

Sambil merenggangkan otot-otot tubuhnya, Aiz mulai melangkah keluar dari restoran ini. Namun disaat ia hampir sampai ke parkiran mobilnya, mobil yang cukup dia kenali masuk ke area parkir.

Plat polisi B 4 BI. Atau yang sering Aiz plesetin dengan callmebabi terparkir tepat di samping mobil baru miliknya.

"Wih, bing Ibi...."

Flying With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang