Bab 9

2.6K 516 112
                                    

Kini aku pahami, semakin bertambahnya usia, semakin aku harus terlihat baik-baik saja. Walaupun keadaanya berbeda.

Selesai mengatakan apa yang ingin dia katakan, Syahla memilih pamit. Perutnya yang tadi lapar, sudah tidak terasa. Keinginannya untuk berjalan-jalan sejenak, langsung lenyap seketika. Moodnya sedang hancur. Tapi hatinya masih memaksa untuk tidak menangis di depan Abi.

"Aku pamit dulu."

Syahla bergegas. Dia tidak menunggu respon Abi yang masih diam. Langkahnya bahkan terasa sangat cepat. Karena hatinya ingin secepat mungkin pergi dari tempat ini.

Saat dia berhasil keluar dari restoran itu, Syahla sejenak menengok ke belakang. Tanda-tanda Abi mengejarnya sama sekali tidak terlihat. Membuat hatinya terasa sangat sakit. Karena itulah, dia semakin mempercepat langkahnya. Dia ingin menangis. Tapi tidak di depan semua orang. Karena dia tahu, lukanya tidak berarti apapun oleh orang yang melihatnya.

Masih menunggu taksi online yang dia pesan. Syahla sungguh gelisah. Dia takut Abi mengikutinya, dan membuatnya menangis di depan laki-laki itu.

Tangan Syahla terus saja mengirimkan pesan pada pengemudi itu agar segera menjemputnya di lobby utama. Tapi sebelum pengemudi tiba, dia malah dipertemukan dengan orang mengesalkan lainnya.

"Syahla."

Syahla meliriknya sambil memasang ekspresi kesal. Kenapa harus bertemu dengan orang ini?

"Wasa. Ngapain lo?" tegur Syahla galak.

Laki-laki yang sering menjadi satu tim dengannya, langsung memasang ekspresi bahagia dapat bertemu Syahla di hari libur mereka. Biasanya mereka lebih sering bertemu ketika mendapat jadwal terbang bersama. Selebihnya seorang perempuan seperti Syahla akan menghilang, seperti lenyap ditelan bumi.

"Mau makan bareng anak-anak. Lo enggak baca grup ya?"

Bibir Syahla meringis. Boro-boro dia baca grup, 14 grup yang dia miliki di aplikasi WA, semuanya dia silent. Termasuk grup keluarganya.

"Yuk, ikut deh. Mumpung udah ketemu."

"Ah, enggak. Gue udah mau pulang. Udah pesan taksi."

"Yaelah. Masih aja kaku. Yang mau anterin lo nanti banyak. Jangan takut gitu. Gue tungguin sampai taksinya datang. Terus gue bayarin. Tapi lo enggak usah naik."

"Kok gitu."

"Iya. Udah. Nurut aja apa kata gue. Kita semua lagi mau ditraktir sama bang Davie." Kata Wasa yang terus membujuk Syahla.

Setelah melihat ke arah belakang, di mana pintu masuk mall berada, Syahla hanya bisa mendesah. Sosok Abi sama sekali tidak mengejarnya. Dia pikir Abi akan memintanya untuk tetap tinggal. Setidaknya laki-laki itu tidak membuat Syahla terluka sendirian. Nyatanya harapan tidak sesuai kenyataan.

"Ya udah."

Wasa tersenyum lebar. "Udah sampai mana taksi lo?"

"Udah di pintu masuk."

"Ya udah, kita tunggu dulu."

Laki-laki itu tidak berhenti tersenyum. Jujur saja dia senang sekali malam ini. Setidaknya Syahla mau mendengarkan kata-katanya.

***

Di sebuah restoran all you can eat semua orang sudah berkumpul. Tidak hanya dari tim pramugari dan pramugara yang biasa satu tugas dengannya, namun banyak pramugari-pramugari baru yang bahkan Syahla baru melihatnya hari ini.

Dari acara yang cukup ramai ini, Syahla menyimpulkan ada sesuatu yang dirayakan. Sampai Davie, pilot muda yang cukup terkenal di perusahaannya, mengundang banyak orang untuk makan bersama hari ini.

Flying With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang