Bab 4

3.2K 499 160
                                    

Tidak menyapa bukan berarti aku lupa, aku hanya sengaja membuat jeda agar aku tidak lagi terluka dalam cinta.

Syahla kembali. Setelah tugasnya ke Inggris beberapa hari lalu, akhirnya malam ini dia tiba di bandara internasional Soekarno Hatta. Berjalan dengan beberapa rekannya, senyum yang dia terbitkan di bibirnya, hanya pemanis saja. Sesungguhnya tubuhnya sedang tidak baik. Kondisinya benar-benar drop, dan dia butuh istirahat.

Selain itu hatinya juga belum sembuh. Dia pikir menjauh dan menciptakan jarak dengan laki-laki itu dapat memberikan dirinya ketenangan. Ternyata tidak. Grup keluarganya yang selalu sibuk, akibat ulah Aiz, salah satu sepupunya, malah membuat Syahla semakin penasaran dengan laki-laki itu.

Dia jarang sekali muncul di grup. Sekalinya muncul, dia hanya membaca tanpa ikut serta menyampah dalam grup keluarga mereka.

Andaikan laki-laki itu tahu jika Syahla benar-benar merindukannya, apakah dia mau mengirimkan pesan kembali ke ponsel Syahla, meskipun menggunakan nomor yang berbeda.

"La... hai, lo dijemput apa bareng kita?" tanya Wasa, pramugara yang selalu diabaikan oleh Syahla.

"Gue dijemput." Katanya singkat, sambil memilih berjalan lebih dulu meninggalkan Wasa dan para pramugari lainnya.

Bahkan seorang co-pilot yang menjadi tim penerbangan ke Inggris, menggelengkan kepala melihat tingkah Syahla.

Karakter Syahla di perusahaan penerbangan ini memang sudah terkenal cuek, malah terkesan angkuh, di mata semua orang yang sesungguhnya belum mengenal Syahla dengan baik. Akan tetapi, karena Syahla memiliki wajah yang cantik, serta kepintaran di atas rata-rata pramugari yang lain, membuatnya memiliki nilai yang cukup baik.

"Kenapa lagi dia?" tanya salah satu teman pramugari kepada Wasa.

"Entah."

"Biasalah, anak orang kaya banyak tingkah. Enggak kalah sama orang biasa yang gayanya kayak orang kaya." Sambut pramugari senior yang terkadang iri melihat kelebihan Syahla.

"Mbak Heni jangan begitu. Harusnya orang-orang kayak Syahla itu harus ditemani dan diarahkan menjadi lebih baik." Kata Wasa, tidak ragu menasihati seniornya.

Heni mencibir. "Kamu tuh udah kepelet sama dia, Was."

"Ikan kali ah, pakai kepelet segala." Cengirnya masih terus mengamati punggung Syahla yang semakin menjauh.

"Tapi emang keluarganya Syahla itu sekaya apa sih? Karena gue pernah dengar dia diomongin para senior." Celetuk Sely yang ikut gabung dalam pembicaraan ini.

"Mbak Hen, cerita dong. Emang latar belakang keluarganya Syahla itu siapa sih? Banyak banget yang tunduk sama dia. Emang sih dia pinter dan cantik juga. Tapi masa sampai kepala personalia ngomongin dia juga." Sahut Gita yang ikut nimbrung.

Heni yang memang sudah menjadi pramugari senior nampak ragu untuk mengatakannya. Dia mencermati satu persatu wajah timnya yang terlihat penasaran.

"Tanya sendiri sama orangnya. Mbak enggak mau ikutan ghibah."

Heni menahan diri untuk tidak membagikan informasi pribadi milik Syahla kepada timnya. Meskipun di sini posisi dia adalah senior, tapi dalam hal ini, kata 'senior' sama sekali tidak berarti apa-apa jika dibandingkan latar belakang keluarga Syahla dalam perusahaan penerbangan ini.

***

Mobil mini cooper berwarna kuning, yang sangat mencolok, ikut mengantri bersama mobil-mobil yang lain untuk menjemput seseorang di bandara. Musik kencang dari dalam mobil tersebut terdengar sangat keras ketika pintu mobil Syahla buka.

Flying With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang