Seseorang menjadi tidak terkendali ketika hatinya ingin dimengerti.
Ketika teman sekamarnya sudah memutuskan untuk istirahat, Syahla malah memilih keluar kamar. Dia mengatakan kepada teman sekamarnya jika malam ini dia hanya akan ke restoran sebentar, memesan makan, sebelum kembali lagi ke kamar.
Kebiasaan makan tengah malam ketika sedang bertugas memang menjadi hobby Syahla. Terdengar aneh memang. Namun jika disuruh memilih antara tidur dan makan, maka Syahla dengan cepat memilih makan dibandingkan tidur. Karena menurut Syahla ketika dia tidur dan memejamkan mata, perasaan terluka itu kembali hadir menyapanya. Sedangkan jika dia makan dan kenyang, perasaan bahagialah yang hadir dalam hatinya.
Ketika dia sampai di restoran, Syahla melihat Wasa dan dua orang pilot sedang menikmati makan ringan, kopi hitam dan rokok yang terselip di jari mereka.
Baru saja Syahla ingin menghindarinya, ternyata Wasa sudah lebih dulu melihat. Dia memaksa Syahla ikut bergabung bersama mereka.
Karena tidak bisa menolak, akhirnya Syahla ikut bergabung. Namun sebelumnya dia sudah memesan kopi kepada pelayan restoran hotel ini.
"Mbak Syahla, belum ngantuk?" Pilot berusia 45 tahun itu menyapa Syahla dengan baik. Meskipun usianya tidak jauh berbeda dengan ayahnya, namun bentuk tubuh keduanya sangatlah berbeda.
Mungkin karena pilot ini memiliki bentuk perawakan yang tinggi besar, dengan warna kulit hitam manis. Sepanjang rahangnya ditumbuhi bulu-bulu halus, hingga membuatnya tambah sangar di mata siapa saja yang melihatnya. Sedangkan Shaka, ayah Syahla, bentuk perawakannya sangat-sangat orang Asia. Kulit putih, dan bentuk mata sedikit sipit. Namun untungnya Shaka dan Rara menurunkan kelebihan kepada empat Putri mereka bentuk wajah yang rupawan serta hidung yang mancung.
"Belum ngantuk, Pak." Kata Syahla pelan. Dia berusaha menahan kesal, karena di sampingnya Wasa sedang tersenyum menggoda dirinya.
"Oh iya, katanya kamu ada hubungan ya sama Davie?"
Syahla membisu. Dia melirik Wasa yang semakin kesusahan menahan tawa karena pertanyaan yang meluncur kepada Syahla dari salah satu pilot itu.
"Enggak papa kali kalau sama Davie. Dia masih muda. Baru 30 tahun kalau enggak salah. Apa berapa ya? Pokoknya dijamin aman sama Davie. Cocoklah sama kamu."
"Aku sama pak Davie enggak ada hubungan apa-apa. Kami hanya berteman. Dan sering jadi tim terbang bareng. Jadinya, yah banyak yang salah artikan." Jelas Syahla.
"Iya, pak Andre. Mbak cantik ini udah punya calon. Calonnya bukan orang sembarangan, Pak. Jadinya ...."
"Aww... Awww...."
Syahla mencubit kencang paha Wasa yang duduk di sampingnya. "Bacot!" Kata Syahla tanpa suara.
"Wah, berarti Davie yang terlalu berharap."
Masih mencoba untuk tersenyum, Syahla merasa sakit di bagian hatinya.
Terlalu berharap?
Dua kata itu seakan menjadi pemancing luka yang sengaja dia ingin abaikan malam ini. Tapi ternyata dia tidak bisa. Mendengar nama pilot muda itu memiliki perasaan yang sama, yakni terlalu berharap pada sesuatu yang tidak mungkin didapatkan, membuat Syahla menunduk malu.
Ternyata luka yang dia dapat karena terlalu berharap pada Abi, sengaja dia mengundang orang lain untuk merasakannya juga.
"Memangnya kerja di mana calonmu, La?"
Syahla menggeleng. "Saya belum punya calon, Pak. Saya masih menikmati kesendirian saya."
Wasa kini yang menggeleng tidak suka. Ternyata Syahla sama seperti perempuan lainnya. Mengaku tidak memiliki siapa-siapa, padahal Wasa bisa jamin di daftar chat dalam ponselnya, puluhan laki-laki sibuk mengantri untuk Syahla balas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flying With(out) You
SpiritualTabu. Kata itu yang akan muncul ketika masyarakat mendengar ada seorang perempuan yang menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki untuk dinikahi. Padahal sudah sejak zaman Nabi Muhammad dulu, hal ini pernah terjadi, atau bahkan sering terjadi pada...