Bab 27

3.5K 548 73
                                    

Akhirnya balik lagi nih..
Hahahaa..
Btw.. Dikit lagi yaa..
Duh gak sabar nulis cerita baru lagi.. Whakaka..

Btw.. Cek video youtube ku yg baru yuk..
Gajian pake dollar? Kok bisa?
Cek aja dulu...

Aku hanya berusaha sabar, agar keputusan yang kulakukan adalah benar.

Ditinggalkan oleh kedua orangtuanya yang terlihat sangat kecewa, Syahla langsung saja terisak. Dia baru menyadari betapa besar kesalahannya. Dia baru paham jika dirinya tidak bisa memutar waktu untuk memperbaiki kesalahan yang dia buat sekian tahun ini. Apalagi kini melihat kedua orangtuanya merasa sakit atas sikapnya, perasaan hati Syahla semakin tidak terkendali. Dia menangis, meraung-raung, menyesali semuanya yang telah terjadi. Namun semuanya sudah terlanjur. Rasa kecewa sudah dirasakan kedua orangtuanya, dan kakeknya sudah pasti merasakan kecewa yang sama.

Entah apa yang dipikirkan Syahla dulu. Ketika keluar dari rumah, dan memaksa untuk hidup sendiri. Hanya karena sebuah luka. Luka yang dia rasakan akibat perlakuan Abi kepadanya kini meluas kesemua hal. Termasuk ke kondisi orangtua serta kakeknya.

"Ya Tuhan, aku mengecewakan kedua orangtuaku sendiri." Isak Syahla terlihat gemetar duduk di samping Abi.

Kini dia tidak tahu harus memulainya dari mana untuk memperbaikinya. Dan dia pun ragu, apa bisa diperbaiki semua kesalahan ini. Yang dia tahu, permintaan maaf harus dia lakukan kepada orangtuanya dan juga kakeknya. Meskipun kata maaf kadang tidak juga mengubah semua hal yang sudah terjadi. Namun setidaknya Syahla merasa menyesal.

"Sstt, diam, La. Sudah jangan nangis lagi. Tidak ada hal yang harus kamu tangisi? Kecewa orangtuamu bukan untuk ditangisi. Mereka tidak butuh tangismu. Namun mereka membutuhkan tanggung jawab kita atas semua hal ini."

Syahla melirik raut wajah Abi yang begitu tenang, tanpa ekspresi. Bibir laki-laki itu terkunci rapat, hanya gerakannya saja yang bisa Syahla nilai jika kini Abi sibuk berpikir banyak hal.

Kedua tangan Abi yang dilipat di atas meja terlihat bertautan. Beberapa kali matanya berkedip, lalu kepalanya menggeleng, seakan menolak atas sesuatu hal.

"Bi.... " panggil Syahla yang perlahan berhenti terisak.

Sebelah tangan Syahla mengusap wajah Abi, lalu kemudian mengarahkan wajah dingin itu untuk menatapnya.

"Kita harus gimana?"

Perlahan raut wajah ketakutan itu muncul. Abi menyandarkan kepalanya pada bahu Syahla. Tanpa terdengar ucapannya, Syahla tahu ada banyak hal yang Abi pikirkan. Namun sayangnya Abi bukanlah tipe laki-laki yang mau membagi pikirannya. Mungkin semua ini masih berdampak atas kejadian yang terjadi beberapa tahun lalu. Dan bisa jadi, ekspresi ketakutan ini merupakan gambaran dari perasaan hatinya kini.

"Maafin aku, La. Maafin aku. Langkahku terlalu egois selama ini. Aku terlalu pengecut untuk memutuskan. Karena aku takut. Takut keputusanku salah. Aku takut seperti kedua orangtuaku dimasa lalu. Mereka merasa paling benar atas tindakannya, ternyata keduanya salah dan harus mengorbankan aku. Aku enggak mau seperti itu, La."

"Tapi tanpa sadar ternyata aku malah melakukannya. Aku melakukan beberapa hal yang kuanggap paling benar. Padahal tidak. Seperti menjauhimu beberapa tahun lalu. Kupikir keputusan itu paling benar. Nyatanya aku dan kamu sama-sama terluka."

"Lalu, sebenarnya aku ragu menikahi perempuan yang memiliki pekerjaan di luar rumah. Aku takut calon istriku nanti seperti bunda. Terlalu asik dengan pekerjaan sampai lupa jika ada anak yang butuh kasih sayang di rumah menunggunya. Karena itu aku sempat ragu melangkah mendekatimu. Dan sengaja kusimpan perasaan ini agar kupikir aku bisa menemukan perempuan lain yang bisa kubentuk sesuai keinginanku. Namun lagi-lagi aku salah. Aku salah atas keputusan egoisku itu."

Akhirnya, setelah Syahla menunggunya, satu demi satu hal-hal yang mengganjal diperasaan Abi, dia ceritakan kepada Syahla. Dan semua ini adalah dampak dari masa lalunya.

"Kenapa enggak ngomong?" tanya Syahla mulai menangis kembali. Dia memeluk tubuh Abi erat, sambil tangannya sibuk mengusap-usap punggung Abi.

"Kenapa enggak ngomong dari awal semua yang kamu pikirkan ini? Kamu enggak sendirian, Bi? Ada aku yang bisa kamu ajak diskusi. Tapi kenapa kamu malah pendam semuanya sendirian. Kamu tahu, aku hampir gila kamu perlakukan sesuka hatimu selama 6 tahun. Aku selalu sakit hati melihat kamu dekat dengan perempuan lain, yang secara kasarnya sengaja kamu lakukan agar aku menjauhimu. Kamu jahat banget, Bi."

Beberapa kali pukulan kuat Syahla berikan kepada Abi, sampai kini Abi lah yang memeluk Syahla.

"Kamu jahat. Jahat banget. Keputusan egoismu benar-benar buat aku terluka dan akhirnya berdampak pada kecewa orangtuaku kini. Sumpah, kamu jahat!"

"Aku tahu, La. Aku tahu. Kata jahat terlalu baik untuk aku dapatkan."

"Tapi.... " Syahla menggantung kalimatnya. Dia hapus kasar airmatanya dengan tangannya sendiri, lalu kedua tangannya menangkup wajah Abi. Mengunci manik mata Abi, agar laki-laki itu tahu jika Syahla akan mengatakan sesuatu hal yang sangat serius.

"Tapi kamu tahu, rasa cintaku jauh lebih besar dan lebih banyak dari semua luka yang kamu kasih. Aku tetap bertahan, selama Tuhan masih memberikanku waktu. Karena aku yakin suatu saat kamu pasti akan kembali. Kamu pasti akan melihat betapa besar aku mencintaimu."

"Aku sadar, Bi. Diluaran sana banyak perempuan sempurna yang akan mudah kamu cintai, atau mencintaimu, tapi di sini aku hanya bisa menawarkan keseriusanku. Belasan tahun bukanlah waktu yang sebentar. Semenjak aku tahu, rasa ini bukanlah Cinta antara sepupu, aku tidak akan menyerah untuk tetap di sampingmu. Mencintaimu. Dan menunggumu."

Merasa sangat terharu, Abi tertawa dan kembali menarik Syahla ke dalam pelukannya. Ternyata perempuan yang dia kenal sejak kecil memang tidak bisa dia sepelekan. Syahla tipe perempuan tangguh. Yang akan terus berjuang untuk mendapatkan apa yang dia sukai. Dan sepertinya setelah belasan tahun dilalui, akhirnya Abi benar-benar memberikan gadis itu kesempatan.

"Udah. Jangan ketawa. Aku serius banget." Ungkap Syahla merasa kesal.

Dia mendongak, melihat wajah Abi yang masih tersenyum, kemudian rasa bahagia itu menular juga padanya.

"Bi.... "

"Hm."

"Menikahlah denganku. Jadilah imam dalam hidupku. Dan mari kita terbang bersama, menuju tempat yang Dia telah ciptakan untuk manusia yang saling mengasihi dalam ikatan yang SAH."

"Aku hanya ingin terbang bersamamu mulai saat ini. Jika kamu menerimaku menjadi istrimu."

"Maksudmu?" tanya Abi bingung.

Dia menatap wajah Syahla yang tersenyum jahil.

"Aku akan berhenti dari pekerjaanku. Aku ingin hidup kembali bersama kedua orangtuaku, dan kamu. Aku ingin terbang bahagia bersama kalian semua."

"Enggak. Jangan, La. Jangan lakukan semua itu hanya karena kamu dengar kalimatku tadi."

Syahla menyandarkan kepalanya dalam pelukan Abi. Meskipun kondisi restoran ini cukup ramai, namun Syahla masih mampu mendengar debaran jantung Abi yang terdengar sangat cepat.

"Semua ini demi kedua orangtuaku. Bukan karena kamu doang."

"Tapi, La."

"Ayolah, Bi. Kamu enggak kasihan tadi lihat daddy sama mamiku. Mereka sedih banget. Aku juga enggak tega lihat wajah ayahmu. Ekspresi itu pernah aku lihat juga beberapa tahun lalu. Dan jujur, aku enggak mau mengulang masa menyeramkan itu lagi. Cukup, Bi. Jangan lakukan hal-hal aneh lagi. Aku hanya ingin bahagia bersamamu."

Meskipun bibir Abi tidak bicara satu katapun, namun pelukan erat yang Syahla rasakan, seakan menjawab semuanya jika Abi pun ingin hal yang sama seperti yang Syahla impikan.

Continue..
Kira-kira gimana akhirnya???

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Flying With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang