Aku harap kamu tetap bertahan, meskipun aku terus membuatmu terluka hingga bosan.
Karena Abi tidak kunjung masuk, Inka berinisiatif mencarinya keluar. Dia melihat laki-laki itu nampak berjongkok, membelakanginya yang terus saja mencoba mendekat. Ketika Inka tepat berada di samping Abi, dia melihat kondisi frustasi laki-laki itu lagi. Rasanya kejadian seperti ini sudah sangat lama dia melihatnya, dan kali ini terulang kali.
"Ada apalagi kali ini?" tanya Inka.
Abi mendongak, memaksakan senyumnya. Sebatang rokok yang terselip di tangannya kembali dia hisap. Kali ini tidak dia berhentikan seperti sebelumnya. Ketika Inka melihat kondisi terpuruknya kurang lebih 5-6 tahun yang lalu.
"Bi, kamu kenapa lagi? Kalau ada masalah bukan seperti ini jalan keluarnya? Kamu ingat kan, Bi. Masih ada Tuhan yang selalu siap mendengarkan masalahmu." Lagi-lagi Inka memperingatkan sahabatnya.
"Iya, aku tahu." Jawab Abi sekenanya.
Dia langsung mematikan rokok tersebut, dan satu bungkus rokok itu dia simpan baik-baik di dalam mobilnya. Jika sewaktu-waktu dia membutuhkannya lagi.
Inka yang masih diposisinya hanya bisa memerhatikan gerak gerik Abi. Dari dulu Abi tidak pernah menjelaskan alasannya. Dari dulu Inka hanya diberikan sebuah ekspresi datar tanpa suara.
Namun Inka sadar, mungkin hal yang sedang Abi pikirkan tidak bisa dia ceritakan ke semua orang, hingga Inka yakin dirinya hanya bisa sebatas ini. Mengingatkan jika masih ada Tuhan yang bersedia mendengarkan keluh kesah Abi.
"Kamu masih lama?"
"Kamu bisa balik duluan. Aku masih mau di sini." Jawab Inka cepat.
Abi mengangguk. Dia ekspresikan tubuhnya dengan sangat kaku. Mengangkat tangannya ke atas sebagai salam jika dia akan pulang lebih dulu.
"Hati-hati, Bi." Saran Inka ketika melihat mobil Abi menjauh. Di bibirnya muncul sebuah senyum, sejak dulu dia sudah ikhlas jika hubungannya dengan Abi hanya sebatas teman dan bukan sahabat yang bisa saling menceritakan segala perasaan yang dirasakan.
Inka sadar ada seseorang di hati Abi yang tidak pernah laki-laki itu lupakan hingga kini.
***
Berlari-lari di bandara, Abi nekad menyusul semua sepupunya ke Bali hari ini. Meskipun sangat terlambat, namun dia yakin semua masih di sana, hingga besok.
Dia juga sempat bertanya pada Zhafir jam berapa mereka pulang besok, dan sepupunya itu memberitahu jika pesawat Syahla dan Aesha berangkat dari Bali pukul 8 malam.
Karena itu Abi langsung membeli tiket penerbangan tersebut. Meskipun hanya tersisa tiket first class, dia sama sekali tidak ragu untuk membelinya.
Setelah Abi mendapatkan tiket untuk berangkat ke Bali, laki-laki itu mulai sedikit tenang. Dia yakin semuanya akan kaget ketika dirinya datang. Dan saat semuanya tahu dia datang untuk siapa, pastinya para sepupunya akan menyorakinya.
Tidak apa-apa bagi Abi sedikit terlambat. Yang terpenting sejak dulu hatinya tetap sama. Tetap bersama gadis itu.
Karena tidak ada barang yang Abi bawa, dia dengan mudah masuk ke dalam pesawat yang akan membawanya ke Bali. Memang bukan maskapai terbaik yang dapat mengantarkannya sampai ke Bali. Namun Abi tetap mensyukuri. Setidaknya dia tidak perlu menunggu lama di bandara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flying With(out) You
EspiritualTabu. Kata itu yang akan muncul ketika masyarakat mendengar ada seorang perempuan yang menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki untuk dinikahi. Padahal sudah sejak zaman Nabi Muhammad dulu, hal ini pernah terjadi, atau bahkan sering terjadi pada...