Chapter 12

186 37 32
                                    

Happy Reading❤

-💃-

Teriknya sinar matahari ditambah embusan angin membuat terasa sejuk udara pagi ini. Gadis itu keluar dari mobil sendirian. Sebelumnya Reno dan Mela ingin menemaninya datang ke tempat peristirahatan Cessna dan Raina, namun Gladys menolak dengan alasan mereka pasti capek sudah menjaganya selama di rumah sakit. Dengan perdebatan yang cukup panjang, akhirnya mereka memberi kunci mobil kepada Gladys.

Ia melangkahkan kaki sambil terus membaca alamat yang tertera di layar ponselnya. Ia terus mencari-cari batu nisan dengan nama Raina dan Cessna. Ia belum terlalu mengenal mereka, tapi sudah dipastikan mereka adalah orang baik.

Tiba-tiba seorang laki-laki menabrak bahunya. Tubuhnya hampir saja jatuh di atas kuburan orang lain, namun laki-laki itu dengan cepat meraih tangannya. Ia membuka kacamatanya perlahan dan tersenyum tipis.

"Jangan main-main di sini. Apalagi duduk di atas kuburan," ucap laki-laki itu seraya melangkahkan kakinya meninggalkan Gladys.

"Kok malah nyalahin, sih? Parah nih orang minta dijambak!"

Bukannnya berhenti dan menoleh ke arah Gladys, dia justru semakin mempercepat langkahnya seakan tidak terjadi apa-apa.

Setelah hampir sepuluh menit berkeliling di tempat pemakaman untuk dewasa, akhirnya ia menemukan makam yang dicari. Tumpukan tanah yang memiliki batu nisan dengan nama Mela dan Cessna ternyata bersebelahan, dengan begitu ia tidak perlu bersusah payah untuk mencarinya lagi.

Tumpukan tanah yang masih basah dan bunga yang masih segar menghiasi keduanya. Jika biasanya orang akan berjongkok maka lain halnya dengan Gladys, ia duduk di atas tanah tanpa sedikit pun merasa jijik atau mengkhawatirkan bajunya akan kotor. Ia merasakan ada sesuatu yang ia duduki. Dengan cepat ia menggeser badannya sedangkan tangannya bergerak mencari benda apa yang ia duduki.

"Foto siapa, ya?" Ia membalik bingkai tersebut dan menemukan nama Raina di belakangnya. Ide pun terlintas dengan cepat di benaknya. Ia mengambil ponsel kemudian mengambil gambar bingkai tersebut.

"Cantik banget." Gladys meletakkan bingkai foto tersebut di atas tumpukan tanah berwarna coklat.

Ia kembali mengingat cerita mamanya yang mengatakan bahwa mereka telah meninggal dua hari yang lalu, itu artinya bunga yang berada di atas tumpukan tanah itu sudah layu. Tangannya bergerak mengambil bunga yang masih segar tersebut. Ia menatapnya sekilas kemudian kembali meletakkannya.

"Tante, pasti sekarang seneng banget, ya? Tante, sekarang bakalan selalu ada sama Cessna." Gladys memegang batu nisan yang bertuliskan nama Raina Maharani.

"Oh iya, sekarang Gladys udah bisa lihat lagi berkat mata tante. Gladys jadi tambah cantik sekarang," kata Gladys pelan.

Buliran bening membasahi pipi Gladys, ia cepat-cepat menghapusnya karena tante Raina pasti bakalan sedih jika ia menangis seperti sekarang. Ia menaburkan bunga-bunga yang baru saja dibeli. Bukan hanya kuburan Raina, ia juga melakukan hal yang sama di kuburan Cessna.

"Walaupun kita gak pernah ketemu. Gue tau lo orang hebat. Lo beruntung punya mama sebaik tante Raina. Selamat bersenang-senang di sana."

Ia berdoa di antara kuburan Raina dan Cessna lalu beranjak meninggalkan tempat itu.

-💃-

Jalanan yang cukup sepi tentu mempercepat Gladys sampai di rumah. Ia membuka pagar berwarna hitam kemudian kembali masuk ke dalam mobilnya. Ia cukup kesulitan memasukkan mobilnya karena ada dua mobil yang parkir di depan garasi sehingga tidak mungkin ia bisa memasukkan mobilnya ke dalam. Dengan sangat berat hati, ia meninggalkan mobilnya di depan pagar dan masuk ke dalam rumah.

Ia memperhatikan plat mobil tersebut, senyuman terukir di wajahnya karena mobil tersebut milik Freya. Itu artinya Freya dan Zeline ada di dalam. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat, namun dalam hitungan detik ia memundurkan langkahnya untuk sekadar melihat mobil mikik siapa yang satunya.

Zeline tidak mungkin membawa mobil karena dia adalah satu-satunya teman Gladys yang paling malas mengendarai mobil padahal dia bisa.

"Mungkin Zeline beli mobil baru? Eh, tapi dia mana mau bawa mobil karena malas."

Ia menggigit jempolnya sedangkan bola matanya sudah berputar ke kanan dan kiri. Ia memutar otaknya dengan cepat, namun ia malah kesal sendiri dan memilih untuk masuk dan bertanya langsung.

Freya dan Zeline sudah bersiap di samping pintu. Mereka menghitung di dalam hati, berniat mengejutkan Gladys, namun rencananya gagal karena karena Freya bersin.

"Udah-udah gak usah sok bikin gue terkejut." Gladys masuk dengan gayanya seperti ratu seolah-olah kedua temannya adalah dayang.

"Heh! Baru dateng udah ngeselin."

Zeline menoyor kepala Gladys. Tentu saja gadis itu tidak terima dan ingin membalasnya, namun dengan secepat kilat Zeline memberikan susu kotak tepat di wajah Gladys. Gadis itu menerima dengan senyuman manisnya dan langsung meminum susu tersebut.

Freya memeluk kedua temannya karena sangat merindukan momen di saat sekarang. Rasanya sudah lama sekali tidak menghabiskan waktu bersama karena Gladys kecelakaan. Mereka bukannya tidak ingin menjenguk Gladys, tapi pada saat itu di sekolah mereka sedang mengadakan kegiatan besar-besaran.

Gladys dan Zeline yang sudah berada dalam dekapan Freya tersenyum jahil kemudian menatap wajah Freya dengan tatapan datar.

"Apa? Basi! Gue udah tau inisiatif kalian yang mau buat gue kesal, kan?" Freya malah semakin mendekap kedua temannya kemudian terbahak.

Gladys melepaskan pelukan Freya dan melangkahkan kakinya ke sofa. Freya dan Zeline mengikuti langkah Gladys dari belakang. Mereka menatap Gladys dalam waktu yang cukup lama kemudian kembali memeluk Gladys.

"Jangan bandel lagi, Dys. Kita jadi sedih." Kali ini Zeline mengubah nada suaranya menjadi lebih serius dan tidak ada raut wajah bercanda.

"Kalau mau bawa motor, biar gue atau Zeline temenin bahkan kami mau jadi ojek lo asal kejadian kemarin gak terulang lagi." Air mata Freya jatuh begitu mengingat keadaan Gladys saat di rumah sakit.

"Aww! Jadi makin sayang, deh!" teriak Gladys sambil mendekap kedua temannya.

Saat memeluk kedua temannya, ia melihat seorang gadis yang baru saja berjalan dari belakang sepertinya dari toilet. Gladys memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki kemudian menggerutkan keningnya.

"Lo siapa? Temen bang Reno atau anaknya temen mama?" tanya Gladys tanpa basa-basi.

"Gue teman Freya dan Zeline."

Gladys melepaskan pelukannya kemudian menatap Freya dan Zeline dengan maksud meminta jawaban.

"Namanya Aileen Yolanda, anak baru di kelas. Dia temen kami, eh maksudnya temen kita."

Freya mengajak Aileen duduk di sampingnya dengan senyuman sedangkan Gladys memberi jarak antara Freya dan kedua temannya. Mengapa mereka dengan mudahnya menganggap orang lain sebagai teman? Dan apa katanya, teman kita? Apakah mereka tidak menghargai Gladys? Mengapa tidak memberi tahunya terlebih dahulu? Dan apa yang mereka lakukan, mereka mengajak orang asing datang ke rumahnya?

"Temen kita? Temen kalian aja! Bagi gue dia tetap orang asing!"

-💃-

Kita tambah temen baru ya geng. Btw si Alieen kesian ih baru nimbrung udah dimarahin huhu😢

Vote & komen ditunggu❤
Saran & kritik lebih ditunggu❤

Miracle [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang