Chapter 8

213 49 46
                                    

Happy Reading❤

-💃-

"Freya sama Zeline mana, Dys?"

"Sekolahlah. Ye, kali mereka dateng ke sini terus."

Laki-laki yang bernama Reno itu hanya menganggukkan kepala kemudian beranjak ke sofa seraya mencari benda dari dalam travel bag. Ketika sudah menemukannya, Reno memberikan kotak yang berukuran sedang ke tangan Gladys.

"Lo beliin gue kalung lagi, Kak? Leher gue cuma satu," kata Gladys sambil meraba isi di dalam kotak tersebut. Reno menatap Mela yang menahan kesedihan. Biasanya saat Reno memberikan hadiah kepada Gladys, maka gadis itu langsung menerimanya dengan senang, sangat berbeda dengan keadaannya sekarang.

"Jangan sok nolak. Mending tidur sana, gue mau curhat sama Mama."

Reno menarik selimut hingga ke leher Gladys. Gadis itu cemberut, namun tetap memejamkan matanya karena apa yang dikatakan Reno ada benarnya. Saat dia sampai, dia sama sekali belum ada berbicara dengan Mela.

Keduanya berjalan keluar dari ruangan Gladys agar dia dapat beristirahat dan Mela dapat menceritakan apa yang telah terjadi hingga semuanya berakhir seperti ini. Alasan Reno kembali ke Indonesia hanya untuk menjenguk Gladys yang sangat membutuhkannya walaupun sudah ada Mela. Reno tidak ingin Gladys kekurangan kasih sayang karena ayah mereka yang tidak bertanggung jawab.

"Kenapa, Ren? Jangan bilang kalau kamu cuma satu hari doang di sini."

Keduanya terus melangkah hingga keduanya sampai di kantin. Suasana yang tidak begitu ramai membuat keduanya memutuskan untuk mengobrol di sini.

"Bukan, Ma. Reno tetap di sini sampai Gladys dapat donor mata walaupun butuh waktu lama itu semua gak masalah. Selama ini Mama udah capek ngurusin Gladys yang kayak bayi, belum lagi sekarang dia sakit pasti tambah banyak tingkah."

Reno terkekeh sambil mengingat saat Gladys selalu menggunakan peralatan bayi. Jika gadis remaja seumuran Gladys gemar memakai minyak wangi, berbeda dengan Gladys yang selalu harum bayi. Hal itu yang membuat Reno merasakan memiliki adik bayi bukan adik remaja.

"Terus kerjaan kamu?" tanya Mela seraya meletakkan tas berwarna navy blue di atas meja.

"Gladys lebih butuh Reno, Ma." Mela tersenyum mendengar ucapan Reno.

Dua menit kemudian pesanan keduanya datang. Keduanya tidak ada yang mengeluarkan suara dan saling sibuk memikir urusan masing-masing.

"Ma, Gladys kok bisa kecelakaan?" tanya Reno kembali membuka obrolan.

Mela menarik napas perlahan kemudian mengingat kembali kejadian yang sangat tidak ingin ia ingat untuk kesekian kalinya, tapi karena Reno adalah putra sekaligus saudara Gladys maka Mela harus menepis semua sifat egoisnya.

"Kamu tau sendiri kalau adikmu itu paling susah dibilangin. Dia ngotot bawa motor padahal biasanya dia selalu bawa mobil. Mama udah coba larang, tapi dia terus-terusan rayu Mama dan bilang bakalan chat kalau udah sampai di sekolah terus dia juga bilang mau ngajak Mama ke suatu tempat."

Reno menatap wajah Mela yang terlihat sangat letih. Mungkin Mamanya belum beristirahat sejak kejadian itu.

"Gak berapa lama dia pergi, Mama dapet kabar kalau dia kecelakaan dan ada satu wanita yang nolongin sampai rela gendong Gladys dari parkiran ke UGD terus dia juga nungguin Gladys sampai sekarang, Ren." Mela tersenyum mengingat hari itu. Saat semua orang berusaha tidak peduli dengan orang lain, lain halnya dengan Raina dia justru panik dan meneteskan air matanya seolah-olah punya ikatan batin dengan Gladys.

"Sampai sekarang, Ma? Kok Reno nggak lihat? Di mana, Ma?" tanya Reno penasaran dengan orang yang menolong Gladys.

"Tadi pagi ada, tapi--"

Bunyi panggilan masuk membuat Mela menghentikan ucapannya. Ia mengambil ponselnya di dalam tas kemudian mengerutkan alis menatap layar ponsel. Reno yang penasaran ikut menatap ke arah yang sama.

"Angkat aja, Ma. Siapa tau penting."

Mela menekan tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Selamat siang, Buk. Apa benar ini Mela Karina?" tanya seseorang dari sebrang sana.

"Iya, benar. Dengan siapa, ya?"

"Apa Anda keluarga Raina Fedilina? Pasien dalam keadaan kritis di RS. Petala Medika. Pasien selalu menyebut nama Anda."

Jantung Mela berdetak kencang. Ia mematikan sambungan dan segera beranjak dari tempat duduk. Mela sudah menganggap Raina sebagai saudaranya sendiri dan kebetulan rumah sakit Gladys dan Raina sama. Reno yang tidak mendengar pembicaraan Mela memutuskan untuk mengikuti Mela dari belakang tanpa banyak bertanya. 

Sesampainya di UGD, Mela berlari ke bankar Raina. Benar saja, wanita itu kehilangan banyak darah dari kepalanya. Raina tersenyum melihat Mela yang datang sebelum dia benar-benar kehilangan seluruh energinya.

"Kamu harus bertahan, Rai. Kamu nggak usah mikirin banyak hal." Mela meraih pergelangan tangan Raina sementara wanita yang sedang terbaring lemas itu hanya membalasnya dengan senyuman.

"Gladys anak yang baik---"

"Jangan pikirkan Gladys. Dia baik-baik saja, pikirkan dirimu dan bertahanlah. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja." Mela memotong ucapan Raina yang mengatakan tentang putrinya. Bagaimana bisa wanita ini malah memikirkan putri orang lain sedangkan kondisinya sedang kritis?

"Aku akan bernasib sama dengan gadis yang ada di sana." Raina menunjuk bankar yang berada di sampingnya. Pasien yang ada di sana sudah ditutupi oleh kain berwarna putih.

"Apa yang kamu katakan, Rai?" Mela menaikkan nada suaranya karena kesal dengan perkataan Raina yang berbicara tentang hal buruk.

"Aku tidak punya banyak waktu, Mel. Ambil mataku untuk Gladys dan aku akan tenang bersama putriku yang bernama Cessna. Kami tidak perlu berpisah dan tidak ada satu pun orang yang akan menyakiti hati putriku lagi."

"Tidak. Jangan pergi. Memang putrimu ada di mana? Jika putrimu sudah lama meninggalkan dunia ini, maka buatlah ia bangga karena kamu mampu menjalani hidup dan mengikhlaskan kepergiannya, Rai," ucap Mela sambil terus memberi semangat melalui genggaman hangat.

"Di sana, Mel." Raina kembali menunjuk bankar yang ada di sampingnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Mela penasaran sedangkan Reno baru saja sampai di ruangan karena harus memeriksa keadaan Gladys terlebih dahulu.

"Aku hanya ingin menghabiskan waktu terakhirku bersama putriku dan ternyata Tuhan tidak hanya ingin mengambilku, tetapi bersama putriku. Namun, Tuhan menemukanku dengan Gladys agar memberinya semangat dan memberikan mataku." Raina tersenyum lalu melepaskan tangan Mela.

"Jangan lupa beri mataku untuk Gladys. Ini hadiah dariku untuk ulang tahunnya tahun ini. Aku ingin beristirahat bersama putriku, Mel. Terima kasih telah hadir dan mempertemukanku dengan gadis cantik yang begitu hebat."

Setelah mengatakan itu, Raina menutup matanya perlahan. Jantung Mela kembali berdetak lebih cepat, ia mengambil pergelangan tangan Raina. Tangan itu sudah tidak sehangat detik sebelumnya, namun senyuman masih terlukis indah di wajah cantik Raina. Reno memeriksa denyut nadi Raina dan benar saja, wanita itu telah pergi meninggalkan dunia.

-💃-

Jadi, udah tau kan kenapa Raina ikut berperan dibeberapa chapter?

Vote & komen ditunggu❤
Saran & kritik ditunggu❤

Miracle [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang