Chapter 10

191 42 50
                                    

Happy Reading❤

-💃-

"Gimana kalau operasinya gagal, Ren?" tanya Mela dengan nada suara pelan.

"Kita berdoa aja, Ma. Tuhan pasti ngasih yang terbaik." Setelah Reno mengatakan itu, lampu ruang operasi berganti warna. Ruang operasi terbuka dan tidak lama kemudian terlihatlah Gladys yang sedang terbaring di bankar. Tampaknya dia masih belum sadar karena pengaruh bius.

"Operasinya berjalan lancar dan semoga hasilnya sesuai harapan kita semua. Gladys akan segera dipindahkan ke ruang rawat inap," ucap Aina memberikan penjelasan kepada Mela dan Reno.

"Terima kasih banyak, Dok."

Mela memeluk dokter muda tersebut. Mela tahu jika orang yang sedang dipeluk ini bukan sekadar Dokter biasa, melainkan seseorang yang sangat peduli dengan keadaan Gladys. Setiap hari dia menanyakan apakah sudah mendapatkan donor mata atau belum. Selain itu, dia juga selalu berkunjung ke ruangan Gladys bukan sekadar memeriksa keadaan, namun memberikannya motivasi agar tetap semangat menjalani hidup meski kejadian yang tidak pernah terduga telah terjadi.

Aina membalas pelukan Mela kemudian tersenyum ke arah keduanya sebelum benar-benar pergi meninggalkan keduanya sedangkan Mela dan Reno mengikuti perawat yang memindahkan Gladys ke ruang rawat inap.

Dua jam menunggu, Mela hanya memperhatikan wajah putrinya yang menunjukkan banyak sekali buliran bening yang telah membasahi pipinya. Kini perban putih di mata Gladys menjadi harapan terbesar Mela agar putrinya dapat kembali melihat. Biar bagaimanapun Mela tidak akan membiarkan putrinya terpuruk dalam keadaan yang diciptakan orang lain.

Mungkin ini memang sudah akan terjadi, tapi tidak bisakah orang itu bertanggung jawab membawanya ke rumah sakit? Mela tahu benar ini murni kesalahan si pengemudi truk. Mela tentu tidak langsung mengambil keputusan dari satu sisi melainkan dari segala sisi. Mela sempat datang ke lokasi kejadian dan menanyakan kronologi kecelakaan tersebut.

Tanpa Mela sadari, tangan Gladys bergerak mencari tangan Mela dan ketika Gladys sudah menemukan tangan Mela, gadis itu tersenyum seakan berkata tidak perlu mencemaskan sesuatu yang belum terjadi.

Reno yang duduk di sofa dengan secepat kilat keluar ruangan untuk memanggil dokter. Dalam hitungan detik, Reno sudah kembali ke ruangan bersamaan dengan seorang dokter.

"Apakah kamu sudah siap, Gladys?" tanya Aina dengan raut wajah antusias.

"Siap apa, Dok?" Pertanyaan konyol Gladys tentu mendapat satu toyoran pelan dari Reno. Lagi pula pertanyaan seperti apa itu? Tentu saja Dokter tersebut membicarakan tentang perban yang ada di mata Gladys.

"Reno, kamu jangan keseringan noyor kepala Gladys! Nanti dia tambah bego," ujar Mela sambil terkekeh sedangkan gadis yang sedang dibicarakan hanya diam seolah-olah sedang marahan dengan Mamanya.

"Langsung dibuka saja, Dok."

Dokter tersebut mengangguk dan meminta tolong kepada perawatnya agar membawakan benda-benda yang dibutuhkan ke dalam ruangan Gladys.

Setelah merasa semua benda yang dibutuhkan telah cukup. Aina mendekat dan mulai menggunting perban secara perlahan. Dua menit terasa begitu lama dan menegangkan bagi semua orang yang berada di dalam ruangan. Ruangan yang memiliki warna khas yaitu putih dan bau obat-obatan yang sangat menyeruak terasa begitu mencekram. Tidak ada sedikit pun suara, hanya suara gunting yang bekerja.

Miracle [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang