Chapter 17

135 31 8
                                    

Happy Reading❤

-💃-

Freya berjalan lesu ke tempat biasa ia menunggu. Matanya tidak berhenti mengeluarkan air mata dan jangan tanya seperti apa penampilannya. Sudah dua hari ia masih menggunakan pakaian yang sama, ia tidak peduli dengan dirinya sendiri. Yang ia inginkan hanya satu, melihat sahabatnya kembali membuka mata, hanya itu saja. Apakah itu permintaan yang susah?

Koridor rumah sakit yang masih sepi tentu sangat wajar karena saat ini masih pukul 05:37 WIB. Masih terlalu pagi untuk menjenguk pasien, tapi bagi pasien yang dirawat di ICU tentu membutuhkan perhatian lebih.

Kesepian tentu menjadi teman baik Freya beberapa hari ini. Ia meminta agar Mela dan Reno beristirahat di rumah saja, Gladys akan ia jaga karena ia pun tidak berniat untuk pulang ke apartemen. Awalnya Mela menolak karena kesannya seperti menyusahkan Freya, namun Freya tetaplah Freya tidak ada yang bisa mengubah keputusannya kecuali hatinya sendiri.

Ia memutuskan untuk masuk ke tempat di mana Gladys beristirahat. Langkahnya terhenti di depan pintu. Ia memegang gagang pintu sambil menarik napasnya perlahan.

"Seorang Freya yang galak gak ketulungan ini udah nangis berhari-hari karena lo, Dys. Lo tahu sendiri kan, gue paling gak suka jadi orang lemah gini," ujarnya kemudian membuka pintu ruangan itu dan kembali menutupnya.

Matanya menatap sekeliling kemudian berhenti menatap Gladys yang masih terbaring lemah. Ia masih berdiri satu langkah di dekat pintu. Ia tidak mampu untuk berjalan mendekati tubuh Gladys.

Dari ujung ruangan ini sudah terdengar bunyi monitor. Ada banyak alat yang tertempel di tubuh Gladys, sepertinya alat itu berfungsi untuk mengetahui pernapasan dan jangan lupakan infus yang terpasang di tangannya. Kasur yang dihubungkan dengan listrik dapat membantu posisi tidur pasien dengan cara menekan tombol pada sisi tempat Gladys terbaring selama beberapa hari ini.

Ia melangkahkan kakinya lebih dekat dengan Gladys. Ia memilih duduk di samping Gladys dan menatap wajah Gladys yang terlihat pucat. Kepalanya yang selalu dihiasi dengan berbagai macam model rambut kini berubah dengan dihiasi perban.

Freya tidak dapat menahan tangsinya lagi, air mata itu kembali jatuh dan mengenai tangan Gladys. Ia dengan cepat memejamkan matanya agar buliran itu tidak jatuh lebih banyak lagi di hadapan Gladys. Jika ia saja menjatuhkan air mata di sini, bagaimana Gladys bisa mempunyai alasan untuk membuka matanya?

"Dys, lo gak mau gue sendirian, kan? Kalau gitu sekarang bangun! Ayo, bangun! Gue sendirian, Dys!" Freya menaikkan nada suaranya kemudian terdiam cukup lama karena menyadari kesalahannya.

"Dys, maafin gue. Ayo, bangun. Gue cuma punya lo sekarang. Zeline gak mau dateng ke sini, Dys. Gue udah chat, tapi dibaca doang." Freya terus menggenggam tangan Gladys kemudian mengelus rambutnya perlahan.

"Udah dong tidurnya, Dys. Bangun dulu sebentar, nanti kalau udah bangun lo boleh istirahat lagi, kok. Istirahat bukan tidur kayak gini."

Freya menenggelamkan wajahnya di samping tangan Gladys yang sudah tidak ia genggam lagi. Ia cukup lama diam di posisi itu dan kembali mengangkat wajahnya saat menyadari sesuatu.

"Tuhan, tepat sepuluh hari Gladys di sini. Tuhan, pasti dengerin doa Freya, kan? Gladys bakalan sadar hari ini, kan? Freya tunggu, Tuhan. Freya tunggu."

Setelah mengatakan itu, benar saja Tuhan mengabulkan doanya. Gadis yang sudah sepuluh hari terbaring di ruangan ini membuka matanya perlahan, dia melirik ke kanan dan kiri.

Freya yang tidak percaya dengan ini semua, buru-buru mencubit tangannya sendiri. Ketika merasakan sakit, ia langsung tersenyum lebar dan memeluk Gladys. Sudah dua menit berlalu, gadis yang dipeluk tidak merespon apa-apa. Mengapa Freya memiliki perasaan yang tidak enak begini?

Ia menatap Gladys sekali lagi dan tersenyum selebar mungkin. Matanya jelas menunjukkan kebahagiaan terbesar di hidupnya, sedangkan gadis yang ditatap hanya mengerutkan alisnya dan tidak peduli dengan apa yang dilakukan Freya.

"Dys, akhirnya lo sadar juga. Lo nyari tante Mela sama bang Reno, ya? Tenang aja, bentar lagi mereka bakalan ke sini, kok. Gue seneng banget lo udah bangun. Jangan tidur terus, temenin gue, ya?"

"Lo siapa? Dys siapa pula? Tante Mela sama bang Reno siapa? Terus kenapa gue bisa ada di sini?" tanya Gladys seraya menatap gadis yang ada di hadapannya dengan raut wajah bingung.

"Lo bercanda terus. Sayangnya bercanda kali ini gak lucu." Freya terkekeh kemudian mencolek dagu Gladys gemas.

"Maaf, Mbak. Gue gak kenal lo sama siapa tadi yang lo sebut itu? Gue gak kenal. Mbak, salah orang kali."

Apa yang dikatakan Gladys sukses menggoreskan puluhan beling di hati Freya. Apa yang dikatakan Gladys? Apakah gadis ini sedang bercanda? Tapi, raut wajahnya tidak seperti orang bercanda.

Tuhan, Freya emang minta Gladys bangun hari ini, tapi Freya mau Gladys yang dulu bukan Gladys yang ada di depan ini.

Freya berlari keluar ICU untuk memanggil dokter agar menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan Gladys. Ia berteriak sekeras-kerasnya tanpa memikirkan apakah ada yang terganggu atau tidak.

Dalam hitungan detik, seorang wanita yang memakai jas putih berlari ke arah Freya dan segera masuk ke ruangan Gladys untuk memeriksa keadaan Gladys.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya dokter itu keluar dari ruangan Gladys dan meminta Freya untuk ikut ke ruangannya karena akan menjelaskan keadaan Gladys. Perasaannya bercampur aduk, mengapa tidak dibicarakan di tempat biasa saja? Mengapa harus ke ruangannya?

Semoga saja ini kabar baik bukan kabar buruk seperti hari-hari sebelumnya.

"Freya, ibunya Gladys dan abangnya sedang tidak di rumah sakit?" tanya dokter yang sudah duduk di ruangannya. Wajahnya tampak serius dan warna hitam di sekitar matanya menandakan kelelahannya mengurusi pasien di rumah sakit ini, tapi itu sudah pilihannya.

Ia menggeleng sebagai jawaban.

"Sebenarnya Gladys bisa sadar hari ini saja sudah keajaiban karena hari-hari sebelumnya masih tidak ada perubahan, tapi saya terpaksa harus menyampaikan hal ini walaupun sangat berat untuk dikatakan. Gladys mengalami amnesia Retrograde."

Freya terdiam di tempatnya. Ia tidak tahu banyak tentang jenis amnesia itu, tapi kata amnesia sudah jelas menggambarkan semuanya. Wanita yang memakai jas berwarna putih itu mengelus tangan Freya agar gadis itu tetap tenang.

"Amnesia Retrograde adalah hilangnya memori untuk peristiwa yang terjadi sebelum kejadian. Orang dengan amnesia Retrograde tidak dapat mengingat sebagian atau bahkan semua masa lalu mereka, tapi jangan berputus asa. Kita dapat melakukan beberapa cara untuk mengingatkan pasien tentang hal-hal yang pernah terjadi di masa lalu."

Buliran bening itu kembali jatuh. Entah sudah berapa banyak jatuh. Padahal hari masih pagi, tapi mengapa pagi ini menjadi pagi terburuk daripada pagi-pagi sembilan hari yang lalu?

-💃-

Tbc.

Miracle [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang