Chapter 13

142 38 42
                                    

Happy Reading❤

-💃-

Suara tawa yang tidak asing itu langsung terdengar saat Gladys melangkahkan kakinya masuk. Gladys dan Freya memang duduk sebangku sedangkan Zeline memilih duduk di belakang sendiri. Awalnya kami sudah menyuruhnya untuk duduk bersama Zahwa, namun dia menolak dengan alasan tidak ingin berjauhan agar tetap bisa ghibah. Bukan Zeline namanya jika tidak berhasil meyakinkan kami.

Gladys berjalan menuju kursinya. Kedua temannya tidak menyadari kehadirannya atau karena telah sibuk dengan teman barunya itu? Entahlah, ia tidak ingin membahas masalah kemarin.

Jika mereka memang ditakdirkan terus bersama, maka kehadiran satu orang bahkan sepuluh orang pun tidak akan menjadi masalah besar.

Sepuluh menit terasa begitu lama bagi Gladys. Freya dan Zeline masih sibuk bercerita dengan gadis itu. Gadis yang beberapa hari menggantikan posisinya. Ia pikir semuanya akan baik-baik saja, namun semakin ke sini mengapa terasa begitu berat?

Ia yang tidak ingin membuka hati atau kedua temannya yang berubah?

-💃-

Jam istirahat merupakan momen yang paling dinantikan oleh siapa saja. Tidak hanya bagi siswa, guru juga merasakan hal yang sama. Setelah guru Matematikanya menutup pelajaran hari ini, Freya langsung memutar badannya ke belakang. Gladys hanya memutar bola matanya malas.

Sebenarnya gue ini siapa? Mengapa seolah-olah gue orang baru di sini?

"Kantik, yuk!" ajak Freya seraya menatap Aileen dan Zeline dengan mata yang berbinar.

"Yuk!" Aileen menarik tangan Zeline agar mempercepat aktivitasnya. Gadis itu sangat lama jika sudah berurusan dengan buku.

Aileen dan Zeline berdiri sedangkan Freya sedang mengambil uang jajan di dalam tasnya. Zeline menatap Gladys sebentar lalu menepuk bahunya pelan.

"Dys, gak ke kantin?" tanya Zeline dengan senyuman lebar. Freya menoleh dan ikut tersenyum ke arah Gladys.

"Gue gak laper," balas Gladys seadanya.

Bagaimana bisa mereka menanyakan hal ini? Tentu saja ia ingin ke kantin, tapi tidak bersama gadis yang bernama Aileen itu. Jika ia mengatakan hal itu, tentu akan menyebabkan perdebatan. Itu akan menjadi hal buruk di hari pertamanya kembali ke sekolah.

Biarlah, apa yang sudah terjadi tidak akan bisa terulang lagi dan apa yang akan terjadi kita pun tidak pernah tahu. Mungkin ada hal yang belum ia ketahui, oleh karena itu ia ingin Freya dan Zeline yang mengatakan hal itu. Jangan sampai ia mengetahuinya dari orang lain.

Mereka pergi tanpa membalas perkataan Gladys. Sejak hari itu, mereka seperti orang yang memiliki jarak. Memang apa yang salah dari perkataannya waktu itu? Siapa saja tidak akan terima jika orang yang tidak dikenal tiba-tiba datang ke rumah dan dianggap menjadi teman. Sepertinya mereka bukan hanya berteman, tapi sudah seperti sahabat dekat.

Ia menatap sedih kepergian kedua temannya. Di setiap langkah mereka pasti terdapat canda dan tawa. Dulu ia yang berada di posisi itu, tapi sekarang ia tergantikan dengan orang baru yang ia sendiri tidak kenal begitu dekat. Ia hanya mengetahui namanya Aileen dan dia adalah siswa baru di kelasnya, hanya itu tidak lebih.

"Mau ikut gue ke kantin atau mau gue temenin aja?" Tari melangkahkan kakinya ke meja Gladys. Tari dan Gladys memang tidak begitu dekat, tapi Gladys tahu jika gadis ini orang baik dan dia mempunyai kelebihan yaitu dapat menilai karakter seseorang dalam waktu yang cepat.

"Di sini aja, Ta. Tumben banget ngomong gitu ke gue." Gladys terkekeh. Ia berpindah tempat duduk dengan maksud memberikan tempat duduk untuk Tari.

"Gue seneng lo udah sembuh. Maaf, gue gak bisa jenguk lo waktu itu," ucap Tari dengan raut wajah sedih.

"Gak apa-apa, kok. Gue tahu lo itu sibuk."

"Aileen itu saudara jauh Zeline, jadi wajar kalau mereka itu deket. Kalau lo sedih karena merasa mereka menjauh itu wajar, tapi gue gak mau hubungan kalian makin berjarak gara-gara satu orang, itu yang gak wajar. Coba deh, lo mulai nerima keadaan Aileen. Dia gak bermaksud ngerebut Freya dan Zeline, tapi dia juga mau deket sama lo."

Tari menatap kedua mata Gladys intens. Gladys tersenyum menatap makhluk Tuhan yang satu ini. Dia akan selalu datang ketika teman-teman sekelasnya sedang sedih. Tatapannya yang teduh membuat hati siapa saja ikut merasakan keteduhan.

Tuhan, dia baik banget. Sebenarnya apa rencana-Mu?

"Oh, gue baru tahu kalau mereka saudara. Emang sih, wajar kalau mereka deket, tapi gue gak mau sendirian kayak gini, Ta."

"Lo cuma butuh waktu." Tari meninggalkannya tanpa menunggu balasan dari Gladys.

Perkataan Tari tentu menyita ruang di otak Gladys. Apa benar ia hanya perlu waktu untuk menerima kehadiran gadis itu? Apa benar semuanya akan baik-baik saja?

Aileen, Freya, dan Zeline memasuki kelas dengan raut wajah bahagia. Mereka langsung kembali ke tempat duduk masing-masing. Gladys beranjak dari tempat duduk Freya dan kembali duduk ke tempat semula.

"Gak perlu gitu, Dys. Kalau mau bersandar ke dinding, duduk aja di situ." Freya tersenyum dan meletakkan dua bungkus kebab di meja Gladys.

"Gue di sini aja, Fre."

"Kita makan bareng, yuk? Gue laper banget masa." Freya mengerucutkan bibirnya. Momen ini tentu sangat menguji kesabaran Gladys. Jika Freya sudah seperti itu, Gladys pasti akan menepuk bibir Freya kemudian terbahak. Tidak, ia tidak boleh melakukan itu karena sekarang ia sedang ngambek.

"Dari kantin, tapi belum makan? Ngapain aja?" tanya Gladys tanpa basa-basi. Ia ingat sekali ketika bel berbunyi mereka langsung ke kantin dan saat bel masuk sudah berbunyi mengapa Freya belum makan?

"Gue gak mau makan ini sendirian," ucap Freya sambil menunjuk bungkus kebab yang dia letakkan di meja Gladys.

"Lo gak sendiri, Fre. Lo bertiga."

"Perasaan lo kemarin gak amnesia, kan?"

"Ya, enggaklah!" Nada suara Gladys berubah menjadi ketus. Wajahnya yang semula biasa saja berganti warna menjadi merah itu artinya ia sedang kesal.

"Mana mungkin gue biarin sahabat gue gak makan." Freya tersenyum lebar. Bukan, dia tidak hanya tersenyum, tapi tangannya ikut bekerja. Tangannya sibuk memotong kebab.

Guru Fisikanya yang terkenal sangat pemarah kini telah duduk di tempatnya dan jangan lupakan tatapan tajamnya itu.

Freya buru-buru memasukkan potongan kebab ke dalam mulutnya. Gladys yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh.

-💃-

Rintik hujan menjadi teman bagi Gladys yang sedang duduk di pemakaman Raina dan Cessna. Ia menaburkan bunga lalu berdoa. Langit hitam yang siap menurunkan rintik hujan lebih banyak tampaknya tidak menjadi masalah besar bagi Gladys. Ia tetap duduk di tempat semula tanpa menghiraukan tatapan aneh dari pengunjung lainnya.

"Jangan jadi orang bodoh dengan duduk di sini berlama-lama. Lihat, awan pun sudah marah menyaksikan kesedihanmu."

-💃-

Tbc.

Miracle [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang