Chapter 5

281 63 84
                                    

Happy Reading❤

-💃-

"Emang kita mau ke mana, Tan? Mama kasihan sendirian di rumah sakit," ucap Gladys sambil mendorong kursi rodanya sendiri. Harusnya ia tidak perlu berlama-lama menggunakan kursi roda, tapi pada dasarnya Mela sangat khawatir maka Gladys memakainya. Mela mengatakan agar kondisi Gladys pulih terlebih dahulu baru ia akan diperbolehkan tanpa kursi roda.

Raina tidak langsung menjawabnya melainkan mengangkat Gladys masuk ke dalam mobil lalu meletakkan kursi rodanya di belakang. Mungkin dengan cara ini Gladys tidak terlalu larut dalam kesedihannya.

"Tan, kok diem?" tanya Gladys dengan raut wajah yang penasaran. Raina hanya tersenyum sebagai jawabannya.

Setelah cukup lama berada di perjalanan, akhirnya mobil berwarna merah itu berhenti di salah satu bangunan yang cukup besar. Tanpa membuang waktu lama, Raina kembali mengangkat Gladys untuk kembali duduk di kursi rodanya.

Gladys bingung sedang di mana mereka sekarang. Suara yang terdengar berisik dan teriakan yang terdengar menyeramkan. Pikiran Gladys mulai bercabang memikirkan pikiran negatif. Ia lupa jika saat ini ia sedang bersama orang yang tidak dikenal dan dengan kondisi ia yang seperti ini akan sangat sulit melarikan diri.

Raina menatap raut wajah Gladys yang ketakutan. Raina tidak marah jika Gladys memikirkan hal negatif tentangnya karena menurutnya itu merupakan hal yang wajar.

Raina mendorong kursi roda Gladys pelan. Rasanya sudah lama sekali tidak berkunjung ke tempat ini. Kesibukannya di kantor membuatnya harus bekerja keras agar putri satu-satunya dapat terus menjalani pengobatan yang terbilang cukup mahal. Raina hanya menginginkan satu hal, putrinya kembali seperti semula.

"Gladys, kamu nggak perlu cemas, ya. Tante sama sekali nggak punya niatan jahat sama kamu, tapi Tante pengen ceritain sesuatu sama kamu."

"Cerita aja, Tan. Eh, ini kita lagi di mana? Kok ribut banget, ya?" tanya Gladys yang semakin mendengar keributan ketika Tante Raina mendorong kursi rodanya untuk lebih masuk ke dalam bangunan ini.

"Tante mau nemuin kamu ke seseorang. Dia sangat berarti di hidup Tante."

Raina menghentikan langkahnya di sebuah kamar yang memiliki ciri khas berwarna putih. Raina perlahan membuka pintu itu. Terlihat seorang gadis cantik yang sedang tertidur di ranjangnya. Raina tidak ingin menganggu si pemilik kamar. Raina kembali menutup pintu kamar itu dan duduk di salah satu tempat duduk yang disediakan.

"Kok pintunya ditutup lagi, Tan?"

"Kita lagi di RSJ, Dys. Kamu jangan takut karena kamu bakalan aman kok di sini," ujar Raina sambil menatap wajah terkejut Gladys.

"Kita ngapain di sini, Tan?"

-💃-

"Kau ini kenapa? Hanya karena dia tidak sempurna, lalu kau ingin membuangnya?" tanya Raina dengan nada suara yang lebih tepatnya seperti teriakan.

Laki-laki yang ada di hadapan Raina tidak peduli dengan apa yang baru saja dikatakan istrinya. Dia menatap layar televisi lalu tertawa karena sebuah acara yang sedang ditonton. Raina yang merasa diabaikan kemudian menekan remot televisi tersebut dan hilanglah suara dari alat elektronik itu.

"Apa yang kau lakukan?"

"Seharusnya aku yang bertanya. Aku sedang membicarakan hal penting denganmu lalu kau mengabaikanku!"

"Kau sedang membicarakan gadis cacat itu? Bagiku itu sama sekali tidak penting."

Buliran bening membasahi pipi gadis yang berusia 15 tahun. Ia tidak tahan jika setiap hari mendengar perdebatan yang sama. Memangnya apa yang salah dengannya? Mengapa ia selalu tidak diharapkan?

"Berhenti mengatakan gadis cacat! Tidak, tidak cacat! Dia itu putri kesayanganku."

"Terserah. Aku tetap tidak ingin menganggapnya sebagai anakku."

Gadis yang sedari tadi mendengar percakapan kedua orangtuanya dari balik pintu, akhirnya memutuskan untuk menutup pintunya karena tidak tahan mendengar perkataan menyakitkan dari cinta pertamanya.

"Jika satu kekuranganku ini menjadi masalah, lalu untuk apa aku hidup?" tanyanya seraya memukul kedua matanya pelan.

Hari-hari berikutnya berjalan tidak seperti biasanya. Cessna yang setiap hari selalu bersemangat untuk menuntut ilmu di SLB, maka berbeda dengan hari ini. Jangankan untuk datang ke sekolah bahkan untuk keluar rumah saja rasanya tidak pantas.

Rambutnya yang cukup panjang terlihat berantakan, wajahnya yang setiap hari dihiasi dengan senyum dan tawa maka hari ini wajah itu terlihat seperti seseorang yang tidak memiliki semangat hidup. Matanya yang dulu indah kini telah menjadi sembab dan berwarna hitam.

"Cessna? Sayang, kamu kenapa? Kamu habis nangis, ya? Kamu cerita aja sama Mama."

Raina menyentuh pergelangan tangan Cessna karena gadis itu tidak kunjung memberikan respon. Tatapannya kosong dan pergelangan tangannya sudah penuh dengan darah karena sayatan benda tajam.

"Cessna, cerita sama Mama."

Raina kembali mengulang perkataan sebelumnya, namun di luar dugaan. Cessna bukannya membalas perkataan Raina dengan baik, ia malah mendorong Raina dan mengacak rambutnya seperti orang frustasi.

Raina mencoba memberi waktu untuk Cessna menenangkan dirinya. Tiga hari kemudian, kondisinya tampak lebih buruk. Raina mulai cemas dan memutuskan untuk meminta dokter memeriksa keadaan Cessna.

Setelah melakukan berbagai pemeriksaan, dokter meminta agar Cessna dirawat di RSJ karena kejiwaannya terganggu dan dapat memberikan dampak negatif karena dia bisa saja menyakiti orang lain. Dengan sangat terpaksa, Raina mengantar Cessna ke RSJ sedangkan suaminya sama sekali tidak peduli dan mengajukan gugatan cerai karena malu memiliki anak yang memiliki gangguan kejiwaan.

Raina yang terpukul dengan kejadian yang dialami oleh putrinya tentu tidak bisa berbuat apa-apa karena ia juga tidak bisa mengembalikan kondisi Cessna. Ia hanya dapat berdoa agar masalah ini dapat segera selesai. Setiap hari Raina selalu datang ke kamar Cessna untuk mengobati rasa rindunya.

Hingga suatu hari ia menemukan sebuah surat yang Raina yakini adalah tulisan tangan Cessna.

Tuhan, Cessna mau cerita.
Cessna gak mau mama sama papa berantem terus gara-gara Cessna.
Tuhan, Cessna juga mau seperti yang lain.
Cessna gak mau nyusahin orang lain.
Cessna gak mau selalu dibilang berkebutuhan khusus.
Tuhan, Cessna mau ketemu.
Cessna capek sama semua ini.
Terima kasih, Tuhan.
Terima kasih udah ngasih Cessna waktu buat hidup.
Maafin, Cessna. Cessna ngecewain.
Cessna gak bisa jadi hamba-Mu yang bersyukur.
Tuhan, Cessna udah gak kuat.
Cessna titip mama sama papa.
Cessna sayang mereka.

-💃-

Buliran bening  kembali membasahi wajah Raina. Ia kembali mengingat kejadian dua tahun yang lalu. Semua ini ia lakukan karena tidak ingin ada Cessna yang lain. Ia tidak ingin jika gadis cantik yang ada di depannya juga berpikiran hal yang sama dengan Cessna.

"Gladys sayang Tante. Cessna pasti sembuh, kok." Gladys mencari tangan Raina lalu memeluk wanita tua yang ia anggap sebagai penyelamat.

-💃-

Heyyu geng wkwk. Balik egen untuk menemani siapa saja hehe.

Vote & komen ditunggu❤
Saran & kritik ditunggu❤

Miracle [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang