Ke-dua puluh satu

18.9K 1.9K 136
                                    

"Segini cukup Mas?"

Regan mengangguk, lalu menerima piring pemberian Isti yang sudah diisi dengan nasi goreng beserta telur mata sapi dan dua lembar daun selada.

"Mau pakai kerupuk?" Isti ingat ia sempat menggoreng kerupuk tadi pagi, tetapi lupa ia bawa serta ke meja makan. "Biar aku ambil di dapur."

"Boleh, tapi sedikit saja."

Isti mengangguk dan segera menuju dapur. Setelah menemukan stoples berisi kerupuk yang ia cari, Isti membawa benda tersebut ke meja makan, tempat di mana Regan sudah ... ralat, Regan tak mungkin menungguinya. Karena pria itu sudah sibuk menyuapi nasi goreng buatan Isti ke dalam mulutnya.

Empat bulan menikah, ini menjadi hari Minggu pertama Regan ada di rumah. Biasanya laki-laki itu selalu sibuk dengan pekerjaannya, sekalipun di hari libur.

Regan hanya sesekali mengecek pekerjaan melalui ponsel pintar. Selebihnya Regan tampak sangat menikmati sarapan paginya. Meski sesederhana nasi goreng ditemani secangkir teh hijau madu, Regan tampak puas dengan apa yang dihidangkan istrinya.

Isti sendiri juga hari ini tak sibuk. Biasanya di hari Minggu, jika ibu mertuanya tak mengajaknya pergi, Isti lebih suka menghabiskan waktu liburnya di kediaman Kamila. Namun, karena Regan hari ini sepertinya tidak akan ke mana-mana, Isti juga tak mungkin pergi dan membiarkan suaminya seorang diri di rumah.

"Kamu udah kontrol bulan ini?"

Meski Regan terkesan tak peduli padanya, Isti masih bersyukur Regan peduli pada calon bayi mereka. Isti tahu alasan di balik rasa peduli Regan, semata karena tahta yang tak ingin ia lewatkan. "Belum, Mas. Jadwalnya hari Kamis nanti."

Dengan kepedulian Regan pada calon anak pertamanya, Isti percaya pada pepatah yang mengatakan sekeras apapun batu, akan berlubang dan akhirnya pecah jika terus ditetesi air.

"Ingatkan aku nanti kalau kamu mau kontrol."

"Baik, Mas."

Setelah menghabiskan sarapan paginya, Regan melangkah menuju kamar. Tak lama setelah itu, lelaki itu keluar dengan membawa laptop di tangannya dan berjalan menuju taman belakang rumah. Pikir Isti, mungkin suaminya itu tengah mencari suasana yang lebih nyaman untuk bekerja.

"Biar saya bantu, Bu."

Melihat majikan prianya sudah keluar dari dapur, dengan sigap Ika menghampiri sang nyonya rumah yang sibuk sendiri membersihkan meja makan tanpa menyuruhnya. Ika merasa beruntung mendapat majikan sebaik Isti. Namun, terkadang, kebaikan Isti justru lebih banyak membuat Ika segan pada wanita 26 tahun tersebut.

Selesai dengan urusan dapurnya, Isti menghampiri Regan di taman. Suaminya itu tampak tengah bersantai di sana. Awalnya Isti pikir, mungkin Regan sedang mencicil beberapa pekerjaannya. Ternyata suaminya itu tengah menonton film.

"Nonton apa, Mas?"

Regan tak menjawab, tetapi ia biarkan sang istri bergabung bersamanya. Tak lupa meminta Isti membawakan beberapa camilan ringan untuk menemani mereka menonton.

"Pak Regan. Di luar ada tamu untuk Bapak."

Ika menginterupsi waktu bersantai pasangan suami istri tersebut. Waktu yang sangat dinikmati Isti, karena momen seperti ini sangat jarang ia trmui sepanjang usia pernikahannya dan Regan. Maka tak salah jika ada sedikit rasa kesal di hati Isti karena Ika mengganggu mereka.

"Siapa? Sudah disuruh masuk kan?"

"Bu Putri dan teman-temannya, Pak," jawab Ika agak takut-takut. "Anu, Pak. Bu Putri nggak mau masuk. Mau ketemu Pak Regan di teras aja katanya."

The Wedding (Selesai ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang