Ketiga Puluh Dua

8.7K 1.1K 77
                                    

Sesekali Isti menahan napas saat mendengar cerita Masayu. Ia tak bisa membayangkan jika dirinya ada di posisi Masayu. Membesarkan anak hasil perselingkuhan suaminya, terlebih selingkuhan suaminya adalah adik kandung Masayu sendiri.

Isti sudah sangat bangga memiliki Lidya sebagai ibunya. Yang walaupun dulu seolah bersikap abai, tetapi begitu peduli pada Isti yang bukan darah dagingnya.

Ah ..., kalau dipikir-pikir, ia dan Regan tak jauh berbeda. Kelahiran mereka berdua berdampak menyakiti hati wanita-wanita hebat seperti Lidya dan Masayu. Bedanya, Primus dan Kamila menikah secara agama sebelumnya. Walau, tetap saja cara mereka menikah tak bisa dibenarkan.

Haruskah Isti merasa beruntung dikelilingi wanita-wanita hebat di sekitarnya?

"Boleh Isti peluk Mama?"

Masayu tertawa kecil, entah apa yang ditertawakan wanita itu. Namun, ia mengiakan permintaan Isti. Memeluk menantunya yang sudah bersimbah air mata. Sementara ia tak meneteskan setetes pun air mata. Mungkin kelenjar air matanya sudah berhenti bekerja. Sebab dahulu, ia sudah terlalu sering menangis, meratapi takdir hidupnya.

"Mas Regan tahu, Ma?"

Masayu mengangguk kecil. "Ya, Regan tahu. Makanya Mama bilang dia pasti membenci perselingkuhan, karena dia tahu, dia hadir di dunia ini karena perselingkuhan Adirama dan ibu biologisnya."

"Sejak kapan, Ma?"

"Sudah lama," jawab Masayu. "Mungkin umurnya sekitar enam tahun waktu itu."

Masayu masih ingat dengan jelas saat itu Miranda tiba-tiba datang ke kediamannya. Berteriak memanggil nama Adirama dan Masayu. Regan kecil sedang bersama Masayu. Ia tak masuk sekolah karena sedang demam waktu itu.

Masayu sangat terkejut dengan kedatangan Miranda yang selama enam tahun terakhir tak pernah terdengar kabarnya.

"Kenapa kamu kembali, Mira?" tanya Masayu kaget sekaligus marah.

"Aku butuh uang, Kak. Aku butuh uang," jawab Miranda tanpa basa-basi.

"Kamu gila? Kamu udah janji untuk pergi jauh dan tidak akan menggangguku lagi."

"Aku butuh uang, Kak Ayu. Mereka akan memenjarakanku kalau aku nggak kasih mereka uang."

"Kamu ...." Masayu kehabisan kata-kata menghadapi adiknya tersebut. Tak ingin pembicaraannya menjadi tontonan gratis pekerja di rumahnya, Masayu menarik Miranda ke kamarnya.

"Aku nggak salah, Kak. Mereka menipuku. Mereka memalsukan semuanya, membuatku seakan menyetujui semua syarat yang mereka kasih."

Masayu tak mengerti apa yang Miranda maksud. Dan ia sama sekali tak berminat mendengar penjelasan secara detail dari Miranda. "Kamu butuh berapa?"

"Satu milyar, Kak."

"Sat ... satu milyar? Kamu gila?"

"Udah aku bilang ini bukan salahku, Kak. Aku nggak salah. Mereka yang merekayasa semuanya. Tolong aku, Kak. Aku nggak mau dipenjara."

"Aku nggak punya uang sebanyak itu."

"Kakak pasti punya," bantah Miranda. "Atau Mas Adi. Mas Adi pasti punya uang sebanyak itu. Dia pasti mau nolongin aku."

Mendengar nama Adirama disebut, ingatan Masayu mengenai perselingkuhan Adirama dan Miranda -yang selama ini berusaha ia kubur- kembali. "Suamiku nggak akan menolongmu."

"Kak Ayu ...."

Pintu kamar Masayu yang memang tak ia kunci terbuka. "Mama ...."

Regan kecil dengan piyama tidurnya, masuk ke kamar Masayu. "Mama ..., Adek cariin Mama."

The Wedding (Selesai ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang