Dering alarm ponsel, membangunkan Isti dari tidur lelapnya. Setelah mematikan alarm, Isti lihat tampilan penunjuk waktu pada layarnya. Pukul tiga dini hari.
Sudah menjadi kebiasaan Isti sehari-hari memasang alarm agar terbangun untuk melaksanakan shalat tahajud. Biasanya, Isti akan segera bangkit dari kasurnya, menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Namun, kali ini ada sesuatu yang seolah menahan Isti. Siapa lagi kalau bukan sosok pria tampan yang berbaring di sebelahnya.
Mata pria itu masih terpejam, tak terganggu dengan suara nyaring yang berasal dari ponsel Isti sebelumnya. Entah pria itu memang benar-benar tak mendengar bunyi alarm Isti, atau tak ambil pusing dan memilih melanjutkan tidur saja, sebab tahu Isti pasti akan segera menghentikan bunyi tersebut.
Isti ingin sedikit berlama-lama menatap wajah damai pria itu. Ah, tak harus berlama-lama. Lima menit saja. Ya, Isti hanya butuh lima menit saja untuk memandangi wajah tampan pria yang telah ditakdirkan Tuhan untuk menjadi suaminya.
Sudah setengah tahun mereka menikah. Malam tadi juga bukan menjadi malam pertama baginya dan Regan. Sosok janin kecil yang berada dalam perutnya menjadi bukti bahwa mereka berdua sudah pernah melakukan hubungan suami istri sebelumnya. Namun, Isti merasa beberapa jam lalu adalah malam terindah baginya. Untuk pertama kalinya sepanjang pernikahan mereka, Isti seolah merasa begitu didamba dan ... dicinta.
Menahan diri untuk tak tersenyum, Isti merasa malu pada dirinya sendiri. Beruntung, Regan masih tertidur dan tak akan melihat tingkah malu-malu Isti saat ini.
Jemari Isti terangkat ke udara, ingin menyentuh detail wajah rupawan Regan. Namun, Isti takut tingkahnya akan membangunkan Regan. Lihatlah betapa sempurna wajah suaminya itu. Alisnya tak tebal, tetapi tidak terlalu tipis juga. Hidung bangirnya, kumis juga janggut tipis milik pria itu. Sepertinya Regan belum bercukur beberapa hari terakhir, karena biasanya pria itu selalu tampil rapi. Namun, dengan kumis dan janggut tipis sekalipun, Regan Mandala Hutama tetap tampan dan memesona.
Pandangan Isti terhenti pada bibir Regan yang terkatup rapat. Bibir yang kemarin malam ...
Oh, tidak. Isti segera menggeleng, menghempas pikiran-pikiran nakal, saat teringat apa yang dilakukan Regan beberapa jam lalu. Isti tidak pernah seperti ini sebelumnya. Mungkin memang sebaiknya ia segera bangkit untuk mandi dan berwudhu seperti yang biasa ia lakukan.
Namun, tidak ada yang salah dengan pikirannya. Isti sadar itu. Isti hanya sedang mengingat apa yang ia dan Regan lakukan sebagai suami istri. Ya, pria yang mampir dalam bayangannya tadi adalah Regan, suaminya sendiri. Tidak salah bukan?
Lima menit lagi. Izinkan Isti memandang wajah damai itu lima menit lagi. Setelahnya, Isti berjanji akan benar-benar kembali melaksanakan rutinitas hariannya. Sungguh.
Isti merasa tingkahnya tak jauh berbeda dengan remaja yang baru pertama kali mengenal cinta. Oh, Isti lupa. Bahwa ia sendiri belum pernah merasakan seperti apa perasaan jatuh cinta itu. Lantas, benarkah yang tengah ia rasakan saat ini adalah cinta?
Cinta?
Kalaupun benar, tidak salah bukan, jika ia jatuh cinta pada suaminya sendiri?
***
Setelah satu bulan lebih hanya berdiam diri di rumah, akhirnya Isti diizinkan keluar oleh Regan. Bukan tanpa alasan tentunya. Hari ini bertepatan dengan jadwal kontrol Isti. Namun, sayang sekali Regan tak dapat menemani. Sejak dua hari lalu, pria itu melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Dan belum bisa kembali karena tugasnya di sana belum selesai.
Regan sudah akan menghubungi Putri, bermaksud meminta tolong kakaknya untuk menemani Isti kontrol. Lidya sedang berada di kediaman Isti, saat sang putri tengah berbicara via telepon dengan menantunya. Kemudian Lidya mengajukan diri untuk menemani Isti. Ia juga ingin tahu bagaimana perkembangan cucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding (Selesai ✔)
Ficción GeneralMereka menikah karena adanya perjanjian bisnis keluarga. Lantas, apakah mereka juga harus berpisah karena alasan yang sama?