BAB 40 [Malam Ini, Turun Hujan dan Kenangan (Bagian II)]

20.9K 2.1K 621
                                    

Setengah jam berada di keramaian jalanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setengah jam berada di keramaian jalanan. Macet total di mana-mana. Gerimis masih terus menerjang hingga mata kaki. Membuat genangan di sepanjang jalan. Untung Kahfi sudah terbiasa menghadapi macet. Jadi, motornya bergerak gesit. Sedikit demi sedikit berhasil meloloskan diri dari baris penuh sesak mobil-mobil lainnya.

"Hmm, jago juga kamu bawa motor. Lumayan cepet." Reni bergumam tanpa sadar. "Tapi kamu ternyata juga jago benerin mobil, ya? Kenapa sukanya pake motor butut?"

Kahfi tidak begitu mendengarnya karena suara hujan makin kencang. "Ya, Ma?"

"Ck, nggak jadi! Udah kamu nggak usah banyak tanya! Jalan aja yang bener-" lalu bunyi rem mendadak terdengar dan Reni terbentur helm Kahfi. "Aduduh... Heh, saya kan bilang jalan yang bener! Sengaja mau nyelakain saya? Sakit ini jidat saya!"

Kahfi melirik kaca spion melihat Reni yang melotot. "Maaf Ma, tiba-tiba ada mobil berhenti."

"Halah, alesan!"

Kahfi masih mencoba tersenyum sopan. "Kalau saya nyelakain Mama kayak gini, sama aja dong saya ikut celaka? Terus siapa nanti yang cari uang buat istri sama anak saya?"

"Enak aja istri-istri! Anak saya tuh!" Reni mendengkus panjang melirik Kahfi dari kaca spion. "Ck, dasar bocah! Pantesan Yumna suka, kamunya jago ngeles begitu!"

Bukannya kesal, Kahfi malah menahan tawa. "Jago dimananya, Ma?"

"Jago menculik anak orang!" Reni berdecak lagi. "Gimana itu kabar si Yumna? Sombong banget nggak pernah hubungin mamanya! Bilang ke istri kamu itu, dia lahirnya nggak dari pohon kelapa! Saya yang lahirin dia susah payah!"

Sambil kembali melajukan motor, sesekali Kahfi melirik Reni lagi. "Iya, Ma, saya tahu. Maaf, ya. Saya bakal bilangin ke Yumna nanti. Kalau kabar Yumna alhamdulillah baik, Ma."

"Terus?"

Suara Reni sesekali beradu dengan gerimis, tapi Kahfi masih mendengarnya. Terus? Terus apa memangnya?

Barulah ketika lampu merah menyala Kahfi sadar. "Oh... itu. Udah jalan delapan bulan lebih, Ma. Bentar lagi lahiran," suaranya melirih. "Anak saya-cowok."

Reni berdecak. "Hmm, begitu."

"Iya. Mama suka?"

Lampu merah kembali menyala. Motor Kahfi terhenti di perempatan. Saat Kahfi sadar tempat yang sudah dilewatinya berkali-kali ini, mulutnya langsung membisu. Tepat di hadapannya bangunan restoran Kayu Manis masih berdiri tegak. Seluruh lampunya padam dan gelap. Kahfi sedikit kesal kenapa motornya harus berhenti tepat di sini.

Lalu dehaman Reni terdengar. Dingin, namun penuh perasaan. "Maafkan saya..."

"Untuk?" Kahfi masih diam. Tapi tahu, Reni memandangi gedung yang sama dengannya.

Helaan napas panjang Reni terdengar. "Mungkin saya cemburu. Mas Sultan nggak pernah benar-benar mencintai saya. Padahal, saya berusaha menjadi istri yang baik menggantikan Mita, mama kandung Miko. Tapi rasanya itu nggak pernah cukup karena di hatinya nggak ada tempat untuk saya."

Kahfi dan Yumna 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang