12

72 10 4
                                    

Hari ini awan mendung memenuhi langit kota yang ditinggali Lia. Sama seperti keadaan hatinya yang kurang baik. Tak secerah kemarin.
Ia terbangun dari tidur yang tidak nyenyak.

Setelah adegan yang terputar di otaknya kemarin, ia menarik rambutnya kasar. Ingatan yang tak lepas dari memorinya.

Sepulang dari danau, ia mengunci diri di kamar. Mengabaikan pintu rumah yang masih terbuka sedikit. Menimbulkan sedikit kecurigaan di otak Jeongin hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk menginap di hunian Lia. Ia berlari meninggalkan lelaki yang mengajaknya pergi ke tempat yang penuh kesejukkan tersebut, tanpa hatinya tau ia memberikan sedikit kekecewaan di hati seseorang karna ia tinggal begitu saja.

Gadis bersurai panjang itu menangis dalam diam di kamarnya. Kupu-kupu kecil masih terasa diperutnya.
Ia masih tidak percaya dengan kejadian kemarin. Bukannya ia menolak. Tapi hatinya merasakan sesuatu. Katakan saja ia sok tau soal ramalan.

Baiklah, ia mencoba untuk bersikap biasa saja. Mungkin praduganya saja. Hanya sebatas tebakan ilusi.

Tubuhnya turun dari tempat tidur setelah menatap rupanya yang sedikit kacau melalui kamera depan ponselnya.
Melihat ponselnya tanpa notifikasi pesan satu pun, membuatnya menengadah kecewa. Ia pikir lelaki bermata bulat itu mengirimi pesan, setidaknya untuk klarifikasi tentang perbuatan kemarin.

Berjalan beberapa menit waktu, Lia bergegas keluar huniannya untuk berangkat bekerja. Tidak di permasalahkan mengenai kondis wajahnya. Tertutupi oleh riasan yang yang di aplikasikan sedikit tebal dari biasanya, agar tersamarkan pikirnya.

Mata cantiknya menatap keluar dan tak sengaja bertemu dengan mata rubah. Ia tersenyum. Tapi tampak aneh di mata rubah itu.

Tidak biasanya.

"Lia. Mau berangkat bersama ? Aku kelas pagi kali ini. Aku mengendarai sepeda ku, sudah lama tak terpakai."
Jeongin si mata rubah menawari.

"Tidak. Aku ingin berjalan saja." Raut wajahnya tidak se-ekspresif biasanya.

Jeongin menaruh curiga, menduga jika pendekaman di kamar kemarin salah satu luapan emosionalnya.

"Ada masalah, huh?" Lelaki itu mendekat dengan sepeda disisi tubuh yang ia tuntun.

"Berangkatlah duluan, nanti kamu telat. Aku bisa sendiri"

Jeongin menghentikan langkahnya sembari tangan satu nya menyentuh pergelangan tangan Lia.

"Naiklah." Titah Jeongin.

Lia masih terdiam.

Sekali lagi, jeongin menggerakkan kepalanya kesamping. Memberi isyarat agar Lia mau duduk di jok kecil atas roda belakang.

Tangan yang lebih kecil menghempas kasar tangan yang besar.

Jeongin sedikit tersentak. Ia balas dengan tatapan tajamnya.

Beberapa detik kedua pasang mata beradu. Dan mata cantik memutuskan kontak mata, mengalihkan kearah lain.

"Aku terlambat. Ayo"

Lia menyerah.
Jika Jeongin di kuasai amarah, sedikit lama penyembuhannya. Dan Lia malas meladeninya.

Hanya balasan beberapa kata dari bibir Lia, Jeongin mengembangkan senyumnya.







∆∆∆∆







Lia melangkah masuk ke tempat kerjanya saat di lihat punggung Jeongin telah menghilang di tikungan beberapa meter dari lokasi kerjanya. Ia memilih menatap Jeongin pergi sebelum masuk.

••UNTITLE [Lee know] •• (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang