16

37 8 3
                                    

Seorang pemuda duduk santai di salah satu kursi dekat meja makan. Tangannya meremat pelan gelas kaca di meja. Tatapannya kosong, seperti melamun.

Bunyi pintu yang terbuka tak mengindahkannya. Adiknya yang baru saja datang bersama sang Ibu menyapa saat melewati dapur yang merangkap dengan meja makan.

Merasa tak ada jawaban, adiknya menoleh lalu menghentikan langkah.

"Oh Dio ? Kamu sudah pulang, nak." Ibunya menyusul dari arah ruang tamu. Pantatnya ia dudukkan di depan kursi posisi Dio.

"Bagaimana soal kuliahmu ? Semua lancar kan ?"

Dio hanya tersenyum.

"Ibu harap yang terbaik untukkmu. Jangan lupa jaga kesehatan saat tiba di sana. Penerbangan malam biasanya sedikit melelahkan. Tidak hanya penerbangan malam, tapi duduk berjam-jam di dalam kendaraan bisa membuat badan lelah."

Ibunya berdiri, sebelumnya ia sempat mengusap pelan lengan anak sulungnya dengan senyum hangat.

Lino memastikan ibunya telah hilang dalam pandangan. Sebelum ia bertanya lebih lanjut tentang kakaknya yang terlihat aneh. Tapi setiap hari kakaknya selalu terlihat aneh, pikir Lino.

"Wajahmu aneh sekali. Memang seperti itu atau ada masalah sih. Sulit di tebak."

Dio masih tak bergeming.

"Hoho... Aku tau. Sedang cemburu ya ? Dengan siapa ? Katakan kak. Biar kakak saja yang di tunangkan, bukan aku."

Dio menatap adiknya kesal.

"Tunangan ? Kamu sudah bertunangan ?"

Lino mengangguk polos.
"Ku kira kakak sudah tau."

Lino melengos pergi, meninggalkan Dio yang masih penasaran di liputi kesal dengan tingkah adiknya.

Lino tak ambil pusing dengan tingkah kakaknya yang memang aneh dan sulit di tebak sama seperti dirinya. Ia pikir, mungkin kakaknya lapar karna tak ada makanan di dapur. Ibu belum memasak karena sibuk entah apa. Mungkin mengurus pertunangan Lino. Tapi kenapa sesibuk itu, sampai lupa memasak untuk anaknya.

Lino merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar miliknya. Punggungnya lelah karena tegap seharian. Menemani Donna berbelanja, makan siang juga bersama. Mengunjungi butik untuk fitting gaun.
Kalau ke butik hanya sebentar pun tak masalah. Ingat mengenai permasalahan umum wanita. Jika dihadapkan dengan pilihan gaun nan cantik, prosesnya sangat lama. Tak hanya gaun atau sejenisnya. Semua yang berbau fashion juga hal yang mendukung terciptanya fashion adalah hal yang membuat bimbang wanita sebagian di seluruh dunia.

Baru sebentar Lino memejamkan mata. Pintu kamarnya terbuka, sebuah kepala menyembul di baliknya.

"Bisa bicara sebentar ?"

Lino membuka matanya, lalu mempersilahkan kakaknya masuk.

"Aku meninggalkan ponselku seharian kemarin." Ucap Dio seraya mendudukkan pantatnya di samping Lino.
Lelaki bersurai abu tersebut menegakkan punggungnya. Mata bulat yang sama dengan saudaranya menatap lembut sosok di sampingnya.

"Aku tidak menuduh. Hanya bertanya. Kamu memakai ponsel ku kemarin ?"
Kedua pasang mata bulat saling bertatap.

"Hanya sebentar, ponselku sedang di service"

"Lia itu nama perempuan kan ?"

Tubuh Lino sedikit menegang. Darimana kakaknya tau tentang nama itu.

"Dari mana kakak tau ?"

Hembusan nafas pelan terdengar.
"Aku tidak tau dia siapa. Tapi berhenti menelfon seorang perempuan menggunakan ponsel ku. Kamu akan bertunangan. Jadi berhenti menghubungi teman wanita sesering mungkin. Calon tunangan mu bisa salah sangka."

••UNTITLE [Lee know] •• (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang