19

50 7 1
                                    

"Dia pacar mu ?" Pria paruh baya menunjuk Dio dengan telunjuknya.

"Apa yang bisa kamu lakukan untuk anakku ?. Berani sekali berpacaran dengannya. Aku sudah menjodohkan anak ku. Sekarang pergilah, segera akhiri hubungan kalian"

Dukk

Dio berlutut di depan Ayah Lia.

"Saya tidak memiliki apapun. Tapi akan semampuku untuk melindungi, membimbingnya dan menyukupi kebutuhannya. Saya rasa itu sudah pantas."

Melihat rasa ketidak adilan, gadis bersurai panjang itu menyentuh lengan ayahnya.
"Ayah, kurasa ini hak ku untuk menentukan seseorang yang akan menikah denganku. Ayah cukup mengarahkan, tidak perlu menentukan jalan hidupku. Bukankah ayah sedikit keterlaluan menikahkan anak gadis pada orang yang tak dikenal sama sekali ?"

"Lia, kamu belum mengenal Haru. Maka dari itu Ayah mengundangnya pagi ini."

Perdebatan berkepanjangan membuat Ibu Lia risih. Wanita yang masih terlihat cantik tersebut memutuskan obrolan yang tiada ujung.

"Cukup. Biarkan Lia memilih masa depannya. Lagi pula, " manik ibu Lia melirik ke arah Dio lalu tersenyum, "Dio terlihat baik, dan penuh kejutan"

"Jalani saja dulu. Dan lihat, bagaimana perkembangan diantara keduanya."

Sosok Pria dewasa di sebelahnya menghela nafas kasar.
"Aku membenci persoalan ini."

Ibu Lia segera memberi kode pada sepasang muda-mudi agar bergegas meninggalkan rumah sebelum Ayahnya kembali melontarkan kalimat yang menimbulkan perdebatan.

"Ibu, keren." Bisik Lia pelan.

Tangan kecilnya menarik lengan Dio menuju ke luar.

"Ayahmu terlihat marah sekali, tidak seharusnya kamu membantah. Coba lihat terlebih dahulu bagaimana sosok lelaki yang akan di jodohkan dengan mu"

Dio buka suara setelah belasan langkah mereka keluar dari area rumah.

"Bukan seperti itu."

Langkah Dio terhenti, diikuti Lia dengan kepala yang tertunduk.

"Angkat kepalamu"

Lia mendesah malas.
"Ayah sedikit keras kepala. Jika di diam kan, kedepannya akan semakin memaksa. Lagi pula, anak yang bernama Haru itu, aku tertarik sama sekali. Sekalipun dia rupawan."

"Seleraku tidak cuma rupawan. Hatinya bisa berkomitmen sudah cukup untukku."

Dio merubah tatapan matanya menjadi lembut seolah menyimpan perasaan empati di dalamnya. Mencoba menawarkan bantuan yang mungkin dapat mengembalikan rasa tenang dan bahagia yang hilang karena perasaan yang tak terlihat jelas.

"Mau menghubungi Lino ? Aku punya nomor baru nya."

Lia mengamati gerak Dio yang mengeluarkan ponsel kerennya. Sebuah ponsel dengan design yang elegan terjulur ke arahnya. Manik Lia menatap Dio dan ponsel yang terjulur bergantian.

Dengan ragu, ia mengambil alih ponsel Dio. Benda itu berada di genggamannya. Hatinya masih ragu, tetapi pandangannya masih terarah pada layar ponsel yang hitam.

••UNTITLE [Lee know] •• (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang