Lino menggeram kesal. Amarahnya terpendam ke dalam batin yang menyesakkan. Ingin menangis tetapi gengsi. Pernikahan atas keinginan Ayahnya membuat diri Lino murka. Ini bukan keinginannya. Ia pikir, acara yang di gelar hanyalah pertunangan semata sehingga ia bisa mencari cara untuk tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih serius sembari melakoni peran palsu di atas panggung cerita.
Selepas acara pernikahan terpaksa, tubuh Lino serasa remuk dan lelah berkepanjangan. Mungkin karena keterpaksaan dan tak ada rasa bahagia, reaksi dalam tubuh memberi penjelasan.
"Oh tunggu, tunggu. Kamu Lino, benar kan ?" Suara besar di iringi tawa yang menggelegar menghentikan langkahnya.
"Tampan sekali ternyata jika dilihat secara dekat."
Lagi-lagi tawa besar itu memasuki telinganya.
Tawa yang terdengar arogan seakan dibuat-buat agar berkesan wibawa. Lino merasa risih melihatnya."Terima kasih" senyum Lino.
"Aku datang bersama anakku tadi. Dia mengatakan kalau mengenalmu. Apa kamu sudah bertemu dengannya ?"
"Maaf ?"
Ada puluhan manusia yang menghampirinya selama acara tadi. Ia tak begitu mengamati per-orang yang memberinya ucapan selamat.
"Hyunjin. Nama anakku Hyunjin. Kamu tidak bertemu dengannya ?"
Hyunjin. Nama yang terdengar asing di telinga Lino.
"Kurasa aku tak pernah mengenal seseorang yang bernama Hyunjin."
"Ahh begitu. Ehmm tunggu. Mungkin nama ini kamu merasa mengenalnya. Jean."
Lino membulatkan matanya samar. Beberapa detik kemudian, ia kontrol kembali raut wajahnya. Tersenyum manis menahan rasa penasaran yang menghinggap di hati.
"Kurasa aku pernah mendengar nama itu. Tapi hari ini aku belum bertemu dengannya. Mungkin karna terlalu banyak yang datang aku jadi bingung."
"Anak itu tak pernah bercerita tentang temannya padaku. Jadi aku tidak tau kalau menantu dari kolega ku adalah teman anakku sendiri."
Lino ikut tertawa, mengimbangi gelegar tawa dari pria yang mengaku sebagai ayah dari laki-laki yang membuatnya penasaran. Terselip rasa ingin tahu di hati, terlihat dari tertawa nya yang ia paksakan agar terlihat sopan.
∆∆∆∆∆
Surai lembut yang setengah basah karena pencucian terayun lembut di terpa angin buatan dari kipas angin yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Cuaca siang menjelang sore rasa cukup yang pas untuk mencuci rambut, itu pemikiran sebagian orang termasuk Jeongin. Suhu yang terasa panas di sebabkan oleh musim pertengahan tahun. Sebagian memanfaatkannya dengan berkunjung ke pantai berbaur dengan banyak orang, sebagian lagi dengan berdiam di rumah malas. Terkadang kaum manusia menyukai aktifitas di dalam rumah untuk menghemat tenaga, menghemat biaya tidak termasuk karena mereka kaum rebahan julukan manusia yang suka beraktifitas di rumah, membelanjakan uang yang di miliki dengan membeli makanan banyak.
Jeongin ikut termasuk dalam kaum rebahan. Kondisinya saat ini tengah memasak spaghetti instan yang ia beli dari minimarket tak jauh dari rumahnya. Tidak hanya itu saja, beberapa makanan lain yang ia ambil dalam jumlah yang sedikit banyak lumayan. Mungkin sedikit berlebihan.
Tapi, siapa perduli ?
Jean memberinya uang untuk mengisi stok makanan di kulkas yang kosong. Ia tak memiliki uang setelah kabar buruk yang melanda. Lelaki bermata rubah tersebut bersyukur bisa mengenal sosok tinggi yang .... Tunggu, Jeongin masih normal kan ?

KAMU SEDANG MEMBACA
••UNTITLE [Lee know] •• (Finished)
FanfictionStory from Xilanney. Just publish in here. Alternatif-Universe (AU) Normal ? Menyimpang ? Lia akan berpikir sejenak. . . Soundtrack : VIXX - Beautiful liar Im sorry .... Sebagian cerita aku Unpublish 1 desember 2019 2 agustus 2020 ®Xilanney®Ori...