Long Slow Distance 13

1.9K 276 19
                                    

Ratih menatap  suasana malam hari kota Yogyakarta yang tengah diguyur hujan lumayan lebat. Sehingga membuat Ratih dan Kama membatalkan rencananya untuk jalan - jalan di Malioboro.

"Kak, sebelum pulang ke kos Kak Fatma, aku pengen beli camilan." ucap Ratih

"Emang siapa yang mau mulangin elo ?" jawab Kama terkekeh

"Hish."

"Camilan apa ?"

"Pengen Cipokz."

"Shit, apa lo bilang ?" tanya Kama yang langsung menatap Ratih setelah menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas berwarna merah.

"Itu, ayam crispy yang dipotong agak kecil trus dikasih bumbu macem- macem rasa."

"Oh, kirain."

"Kirain apa ?"

"Nggak."




✨💫

Pukul setengah delapan malam, Ratih tiba di kos Sanjaya.

"Ayo turun ." ajak Kama

"Emangnya cewek boleh masuk kak ?"

"Boleh, tapi kalau nginep nggak boleh."

"Siapa juga yang mau nginep !" ucap Ratih yang bergegas turun dari mobil dengan menutup pintunya kasar.

Ini pertama kalinya Ratih berkunjung ke Kos Kama yang baru. Karena ternyata sebulan yang lalu Kama pindah kos dari tempat kos yang lama.

Kalau di tempat kos yang lama, Ratih sudah dua kali pernah memasukinya. Bahkan Ratih telah mengenal penjaga kosnya.

"Lebih luas dari kos yang dulu ya kak." ucap Ratih yang tengah menaruh sling bag - nya diatas kasur Kama.

"Iya, lebih nyaman. Makanya gue mutusin buat pindah sini."

"Oh."

Ratih duduk diatas kasur sambil memandang sekeliling kamar kos milik Kama.

Kamar yang lumayan luas dengan sebuah kamar mandi dalam. Tata ruangnya juga terlihat simple namun elegan.

"Udah terpesonanya ?" tanya Kama yang sudah berdiri dihadapan Ratih membawa sebuah celana panjang berbahan kaos.

"Ganti celana lo." ucap Kama sambil menyodorkan lipatan celana itu.

"Ngapain ? Kan aku gak nginep."

"Ck, lo di kos gue agak lama. Lo bakal gue pulangin kalau si Fatma juga udah balik ke kos. Biar lo nggak sendirian disana."

"Aku gak usah ganti celana."

"Ngeyel ?"

"Tapi____"

" Setahu gue, lo gak telalu suka pakai celana jins lama - lama. " Kama menaikkan satu alisnya

"Iya."

"Pilihannya cuma dua, ganti celana jins lo itu dan pakai celana gue ini. Atau gak usah pakai celana."

Ratih beranjak dari duduknya dengan melotot geram kearah Kama yang tertawa. Mengambil celana yang ada ditangan Kama dan bergegas memasuki kamar mandi dengan suara bantingan pintu yang keras.


✨💫

Ratih berbaring dengan memiringkan tubuhnya kearah Kama yang tengah berkutat dengan buku gambarnya. Kama tengah duduk di lantai dengan sebuah meja lipat dihadapannya.

"Bikin apa kak ?"

"Sketsa rumah dua lantai."

"Oh."

"Kalau lo pengennya kayak gimana ?"

"Apanya ?"

"Bentuk rumah yang lo pengen."

"Mmmm, kalau aku sih sebenernya lebih suka rumah yang luas, bukan rumah yang tinggi."

"Kenapa ?"

"Males aja, capek naik turun tangga."

"Tapi kayaknya gue gak bisa bikinin rumah yang luas sesuai keinginan lo."

"Maksutnya ?"

"Gue anak pertama dan cowok, setelah gue nikah alangkah baiknya gue tetep jadi satu sama Papa Mama. Karena Shinta cewek dan otomatis dia bakalan pergi dari rumah buat ikut sama suaminya. Jadi udah tanggung jawab gue buat mengurus Papa sama Mama."

" Ya bagus lah kak, pemikiran kamu berarti sama kayak pemikiran Bang Tio. Dia kalau udah punya istri juga penginnya tetep tinggal serumah sama Bapak Ibu. Karena anak cowok kan emang seharusnya gitu."

"Terus lo gimana ?"

"Apanya ?"

"Apa setelah nikah nanti lo mau kalau kita tinggal serumah sama Papa Mama gue. Lo ikut bantuin gue buat ngerawat mereka berdua."

"Ya mau lah kak !"

"Tapi rumah gue punya dua lantai dan lahannya gak luas seperti keinginan lo."

"Hish, itu kan cuman kepenginan aku kak. Adek kamu cewek, otomatis Papa sama Mama jadi tanggung jawab kamu.  Jadi kalau nanti kita serumah sama mereka berdua ya nggak masalah kak. Kan mereka juga jadi orang tua aku. Seindah apapun keinginan kita tentang bangunan rumah, bakalan kalah sama siapa yang kita ajak buat hidup satu rumah. Aku gak masalah kok kalau nanti setelah nikah kita tinggal di rumah kamu yang sekarang. Asalkan ada kamu." jawab Ratih sambil memainkan untaian serabut benang yang mencuat dari sarung guling milik Kama.

"Jadi itu jawaban lo ?" tanya Kama yang kini memutar tubuhnya menghadap kearah Ratih yang masih berbaring miring.

Kama menarik tangan kanan Ratih, membalikkan telapak tangganya diatas guling dan kemudian menaruh dagunya diatas permukaan
telapak tangan Ratih.

"Jadi, itu jawaban lo ?" gumam Kama

"Hmm, apa ?" Ratih mengernyit

"Pertanyaan gue waktu kita makan tadi, belum lo jawab."

"Hah ?"

"Kata - kata lo barusan, boleh gue simpulin kalau lo mau nikah sama gue ?"

"Ha ?" kedua bola mata Ratih melebar ketika mendapati Kama tengah tersenyum jahil.

"Gak tau." ucap Ratih yang mendorong wajah Kama dengan tangan kirinya supaya menjauh.

Kama tertawa dan malah memegang pergelangan tangan kiri Ratih, namun sedetik kemudian dia tersentak ketika melihat sebuah benda yang melingkar manis dipergelangan tangan Ratih.

Kama menyingkap pelan lengan kemeja milik Ratih, menggulungnya sampai ke siku, tangan Kama sedikit bergetar ketika menyentuh dan mengamati benda itu.

Gelang ini, kenapa bisa dipakai Ratih ?





#3 TA  ( Kama & Ratih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang