debaran ratih

2K 305 22
                                    


kama sama sekali tidak mengelak ketika jari jemari ratih menjambak rambutnya kuat, dia malah tertawa menikmati amukan ratih.  kama hanya berusaha mencekal pergelangan tangan ratih untuk menghentikan pergerakan ratih ketika dirasa jambakannya semakin kuat dan membuatnya sedikit pening.

"udah dek !!!" ucap kama sambil menghentak tangan ratih yang tengah ia cekal pergelangannya

ratih pun berhenti menjambak kama, masih dengan nafas tersengal karena lelah mengamuk, tiba - tiba ratih beringsut mendekat kearah kama dan memegang wajahnya.

"kak, pelipis kamu tergores." ucap ratih panik menyentuh luga goresan di pelipis kama

"kenapa ?"

"pelipis kamu, kayaknya kena kuku aku."

"oh."

"maaf." ucap ratih yang masih merangkum wajah kama dengan kedua tanganya

kama meniup wajah ratih sehingga membuat poninya tersibak pelan.

"mundur sana. nggak usah deket², modus banget sih lo dari tadi ." ucap kama melepaskan tangan ratih dari wajahnya

"apa ?" pekik ratih

"lo ___ modus."

"eh jangan ngarang deh kak, yang ada itu kamu yang modus." ucap ratih yang membuat kama menautkan kedua alisnya

ratih yang sebal pun memilih untuk mengambil botol minyak kayu putih dan menutupnya. ratih tersentak ketika tanpa sengaja melirik kearah kama yang tengah berusaha merapikan seragam putihnya.

"ini kenapa ?" tanya ratih menyentuh kulit perut kama yang memerah seperti lebam

"shit." kama mengumpat dan menepis tangan ratih yang menyentuh luka lebam akibat bogeman affan tadi

"nggak papa, tadi kepentok pinggiran meja."

"nggak usah bohong." ucap ratih yang mulai berani untuk menatap kama tajam

"gak usah sok galak, sama sekali nggak nyeremin."

"kenapa ?" tanya ratih yang masih menatap kearah kama, namun kali ini sorot matanya mulai mendung

"udah dibilangin kepentok meja."

"nggak mungkin."

"ngeyel banget sih."

"meja yang mana ? bentuk meja di ruangan ini nggak ada yang tumpul kak, sedangkan luka memar di perut kakak itu lebar dan pasti karna benda tumpul, bilang sama aku meja yang mana ? apa meja yang ada lima jarinya ?" tanya ratih

kama tersentak dengan perumpamaan yang ratih pakai. keduanya terdiam beberapa saat dan masih duduk lesehan diatas lantai ruang sekre.

"apa karna kak affan ?" suara ratih mulai bergetar dan pandangannya mulai berembun

"bukan !!."

"aku barusan papasan sama dia, apa kalian bertengkar ?"

"lo kira kita cewek yang hobinya adu bacot ?"

"ohh iya aku lupa, kalian cowok jadi bertengkarnya cowok itu kayak gini ." ucap ratih yang langsung menekan luka lebam di perut kama

"aaargggghhh." kama mengeram menahan nyeri di perutnya

tubuh kama sedikit terhuyung kearah ratih, dengan tangan ratih yang masih menekan lebam di perut kama.

kama menggenggam erat pergelangan tangan ratih, berusaha untuk menyingkirkan tangan itu dari atas perutnya. namun gagal, nyeri itu terlanjur membuat tubuh kama melemah dan sesak nafas itu kembali terasa meskipun tidak separah tadi.

kama melepaskan tangannya dari pergelangan tangan ratih dan langsung menarik tubuh ratih, memeluknya.

kama sengaja menenggelamkan kepalanya di leher ratih. tubuh ratih menegang ketika merasakan nafas terengah kama di lehernya.

"kak." panggil ratih yang langsung melepaskan tangannya dari perut kama menuju punggung cowok itu

"diem." pinta kama tegas

"nafas kamu____."

"ken___ napah ? mauh ngasihh nafash buatanh ?" tanya kama yang tengah mencoba mengatur nafasnya

ratih tidak menanggapi pertanyaan barusan, dia memilih untuk melingkarkan tangannya ke tubuh kama, memeluk balik cowok itu dan mengelus punggungnya perlahan.

"dek."

"hmm."

"nempel."

"apa ?"

"gue bisa ngerasain dada lo."

ratih membulatkan matanya lagi, tangan kirinya terjulur kearah belakang kepala kama, menelusupkan jari jemarinya ke rambut kama dan kemudian menjambaknya keras sampai - sampai kepala kama mendongak.

"arghhh sakit dek sumpah, gue pusing, maksut gue jantung lo, bukan dada yang itu."

"biarin !! nyesel aku bantuin kakak disini." ucap ratih yang kesal dan menoyor pelan kening kama sebelum bergegas berlari keluar ruang sekre.

kama tertawa geli sepeninggal ratih, meskipun sudah berlalu menjauh namun kama sempat melihat rona merah di wajah ratih tadi sebelum ratih menoyor kepalanya.

"widihhhh, penampilan lo kayak habis diapa - apain tapi kenapa muka lo cerah banget." ucap yudha yang kini memasuki ruang sekre kembali

"ngapain aja lo berdua ? kenapa malah ratih yang keliatan bersemu malu - malu gitu tadi ? jangan² barusan lo kasih  dia liat sesuatu ya ?" tanya radit dengan senyum jahil

"nggak." ucap kama yang ekspresinya berubah datar

kama memegang dadanya yang masih berdebar, debaran itu sama dengan milik ratih barusan. kama merasakannya, bukan merasakan dada ratih meskipun tak bisa dipungkiri yaaaaa tetep kerasa sebenernya, tapi lebih dominan merasakan debarannya yang seirama dengan debar jantung ratih.

#3 TA  ( Kama & Ratih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang