"Di, sampean tolong siapin mobil. Non Giana mau pergi."
"Baik mbok." Hadi melirik jam tangannya, sudah jam sembilan malam. Hadi langsung bergegas membereskan piring bekas makan malamnya, lalu mencucinya.
Hadi memarkirkan mobil sedan mewah berwarna hitam itu didepan pintu utama. Dia sudah standby didalam mobil, tinggal menunggu nona besarnya itu keluar.
Tidak lama wanita cantik itu keluar dari rumah. Malam ini tampilannya sederhana, t-shirt berwarna putih longgar dan celana jins berwarna hitam yang robek di bagian lutut. Tidak ada sepatu mahalnya, hanya ada sendal jepit yang menjadi alas kakinya.
Ketika Giana masuk kedalam mobil, Hadi dapat mencium aroma parfum mahal yang membuat indera penciumannya melayang, sangat harum tapi tidak menyengat.
"Pak, tau dimana tempat jual bakso yang enak nggak?" Wanita itu bertanya sambil menutup pintu mobil.
"Tau non." Jawab Hadi sambil menghidupkan mesin mobil.
"Oke, kesana ya." Perintah Giana.
Hadi mengangguk dalam diam lalu membawa mobil meninggalkan rumah mewah itu, menyusuri jalanan dimalam hari menuju kedai bakso langganan Hadi yang memang enak. Tapi ada keraguan didalam hati, apakah nona besar akan mau makan bakso di kedai kecil itu. Tapi jika nona besarnya keberatan, maka nanti Hadi akan membawanya ke kedai bakso lain.
Hanya lima belas menit perjalanan, Hadi memarkirkan mobil dipinggir jalan. Kedai baksonya sebenarnya masih masuk kedalam gang pemukiman yang tidak memungkinkan mobil untuk masuk.
"Kedai baksonya masih masuk gang itu non. Mari saya antar." Hadi melirik nona-nya.
"Tau gini kenapa naik mobil sih. Naik motor kan bisa pak." Nona-nya sedikit kesal. "Dekat begini, lagian mobil nggak bisa masuk juga."
Hadi terkejut dengan omelan nona-nya. "Tadi mbok Darmi nyuruh saya nyiapin mobil non, bukan motor."
"Mbok Darmi ini suka lebay deh dari dulu. Wong aku ingat tadi cuma bilang mau pergi nyari bakso." Giana membuka pintu mobil setelah mengambil ponselnya.
Mereka berjalan beriringan masuk kedalam gang itu. Hadi sudah hapal betul daerah didekat sini karena memang dulu dia sempat ngekos disini ketika menjadi kuli bangunan. Dan kedai bakso itu adalah tempat makan favoritnya karena enak dan murah.
"Masih jauh pak?" Wanita cantik itu bertanya pada Hadi yang berjalan didepannya.
"Diujung gang ini non." Hadi menjawab sambil menunjuk kearah deretan motor yang terparkir diujung gang itu.
Ketika sampai di kedai kecil yang ramai itu, Hadi berfikir dia telah salah membawa nona-nya ketempat ini. Karena wanita itu terlihat sangat tidak cocok berada ditempat seperti ini.
"Non kalau mau cari kedai bakso yang lain biar saya antar." Tawar Hadi pada Giana yang berdiri didepan kedai sambil celingak-celinguk mencari tempat kosong.
"Nggak usah, saya mau coba makan disini." Jawab Giana dengan cepat. "Pakde, bakso komplitnya satu pakai lemak yang banyak ya sama es jeruk. Kamu pesan apa?"
Hadi yang kaget langsung menggeleng cepat. "Saya baru siap makan non, saya tunggu disini saja."
Giana cemberut, "Terus saya makan sendirian gitu? Saya nggak suka makan sendirian." Giana tidak peduli, dia langsung memesan kembali pada si penjual bakso. "Pakde, bakso komplit jadi dua porsi es jeruknya dua juga ya."
"Siap non." Jawab lelaki yang dengan lincah meracik bakso itu.
Giana dan Hadi mencari meja kosong untuk mereka. Ketika Giana berjalan, banyak mata yang memperhatikan wanita itu. Jelas saja dia menjadi pusat perhatian, sosok Giana terlalu mencolok untuk berada disini walaupun dengan penampilan sederhana seperti saat ini.
"So, Pak Hadi. How old are you anyway?" Giana bertanya ketika mereka duduk.
Hadi yang duduk dihadapan Giana menatap nona mudanya itu, terperangah sesaat. Bukannya dia tidak mengerti apa arti dari ucapan Giana tadi, dia paham. Hadi adalah lulusan terbaik di universitasnya, dia hanya terperangah akan kecantikan Giana yang luar biasa saat duduk sangat dekat dengan wanita itu.
"Sa...saya tiga puluh dua tahun non."
"Oke kalau begitu saya panggil mas saja ya. Pak sepertinya terlalu tua untuk mas Hadi."
Ketika mendengar Giana mengucapkan kata 'Mas Hadi', ada getaran aneh dihatinya. Hadi buru-buru menghilangkan perasaan itu dia tidak boleh bersikap seperti ini pada nona besarnya, bisa-bisa nanti dia dipecat. Dia butuh pekerjaan ini, dia harus mengumpulkan uang untuk secepatnya bisa menikahi Sri, kekasihnya.
"Sudah berapa lama kerja sama Papi?" Giana kembali bertanya sambil menuangkan air di gelas, lalu menyodorkan ke Hadi dan kembali menuangkan air di gelas untuknya sendiri. Perlakuan Giana membuat Hadi segan.
"Setahunan non." Hadi menjawab, masih salah tingkah.
"Betah?"
Hadi mengangguk , "Betah non."
Lalu pesanan mereka datang, Giana dan Hadi mengobrol sambil menyantap pesanan mereka. Giana bertanya dimana saja Hadi sudah pernah bekerja. Hadi menceritakan pengalaman kerjanya yang membuat Giana melongo.
"Kamu strata satu tapi sempat jadi kuli dan sekarang jadi supir?!" Giana tidak percaya.
"Cari kerja susah non. Bahkan untuk jadi guru honorer di kota besar saja susah. Kalau dikampung saya sempat jadi honorer digaji cuma tiga ratus ribu dan itupun tiga bulan sekali baru keluar, makanya saya nyari kerja di kota non. Dan alhamdulillah kerja sama bapak dapat gaji besar."
Hadi dapat melihat Giana terkejut mendengar perkataannya tentang gaji honorer yang hanya tiga ratus ribu rupiah.
Hadi dapat melihat sifat Giana dan Pak Cipto sangat mirip. Keduanya tidak gengsian dan tidak merasa risih berada ditempat sederhana seperti ini. Hadi dapat melihat Giana menikmati keberadaannya disini dan memakan baksonya dengan lahap.
Ketika menyupiri Pak Cipto, Hadi juga selalu diajak makan dimanapun pria itu makan. Bahkan Pak Cipto selalu mengajaknya makan di satu meja makan, tidak pernah membedakan Hadi walaupun dia hanya supir. Hadi sendiri yang kadang merasa sungkan. Dan sifat pak Cipto itu sepertinya diwarisi oleh wanita yang duduk dihadapannya ini."Pakde, berapa semuanya?" Giana bertanya sambil berdiri dan menarik lembaran uang seratus ribuan dari kantong celananya.
"Tiga puluh ribu non." Lelaki paruh baya itu berkata sambil menghampiri Giana.
Ketika Hadi berdiri dan mengeluarkan dompetnya, berniat untuk membayar bagiannya tapi Giana langsung menyipitkan matanya kearah pria itu. Hadi mengurungkan niatnya.
Ketika sudah berada didalam mobil, Hadi melirik kearah nonanya yang duduk diam sambil melihat kearah luar jendela mobil. Seperti terhanyut dalam pikirannya sendiri.
Harus Hadi akui bahwa nona besarnya ini mempunyai pesona yang luar biasa. Selain kecantikannya yang luar biasa, Giana juga teman mengobrol yang asik menurut Hadi. Dia tidak merasa risih mengobrol dengan supir seperti Hadi malah mereka mengobrol layaknya teman.
Hadi awalnya mengira Giana seperti kebanyakan wanita kelas atas lainnya yang angkuh, tapi nyatanya tidak. Wanita cantik itu sangat membumi dan apa adanya, walaupun penampilannya tidak bisa membohongi status sosialnya.****
HAY HAY PEMBACAKU TERSAYANG, KARENA BANYAK YANG MINTA UNTUK AKU TETAP JUAL CERITA VERSI PDF.
UNTUK HARI INI AKU MAU KASIH PROMO KHUSUS BELI 15 PDF HARGA 100K UNTUK PEMBELIAN PDF LAMA.PROMO BESAR-BESARAN HANYA UNTUK JUDUL-JUDUL DI BAWAH INI YA SAYANGKU...
True love
The beauty one
The beauty one 2
Natasha
The star
Ex wife
Eternal love
Hira atmojo
Jennifer's wedding
Back to evil
My possessive girlfriend
Great life
Mr. Duda
Aruna
Truely madly in love
The scandal
Fake love
Istri Kedua Ben
Forever Yours
My Hani Honey
Liliana
My lovely livi
Hope
Nyonya besar
My Honey Hani 2
Dalang dibalik duka
Hope 2
Viviane
Your Favorite Mistress
Wanita Kedua
Dunia Dita
Terjebak di Rumah Mertua
Life After rujuk
Lika Liku Luka
Step MotherBAGI YANG BERMINAT BISA LANGSUNG CHAT AUTHOR KE 082286282870 YAA....
XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
The Star
RomanceGiana Paramitha Setiodiningrat, perempuan teramat cantik, berpendidikan tinggi, anak dari seorang konglomerat ternama, kehidupannya diimpikan oleh setiap orang. Hadi Prayitno, pria desa yang mencari peruntungan bekerja dikota besar. Takdir mempertem...