10. Mencoba

47.9K 2.4K 66
                                    

Giana keluar dari kamar mandi dengan bathrobe berwarna putih dan handuk yang digelung untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Sementara Hadi masih tertidur ditempat tidurnya dengan lelap.

Giana keluar dari kamarnya, mengatur beberapa makanan di atas meja makan yang dipesannya tadi sebelum mandi melalui aplikasi pesan online. Hari sudah hampir malam, dan mereka sudah melewatkan makan siang. Perut Giana sudah meronta-ronta minta diisi sedari tadi.

Setelah selesai menata makanan di atas meja, Giana kembali masuk kedalam kamar. Menghampiri Hadi yang masih terlelap.

"Mas... Mas Hadi... Ayo makan dulu."

Hadi menggeliat, "Jam berapa?" Lalu pria itu menguap.

"Jam setengah tujuh." Giana menjawab sambil mengambil iPad di nakas.

Hadi terlonjak, buru-buru bangun dari tidurnya.

"Kenapa mas?"

"Mas kan harus balik ke rumah pak Cipto, pasti di sana pada nyariin."

Giana tersenyum mendengar nama ayahnya disebut dengan begitu hormat oleh Hadi. "Pak Cipto dan bu Cipto sudah berangkat ke Swiss sore tadi, perjalanan dinas keluar negeri. Mario sedang di Bali liburan sama teman-temannya dan aku sudah bilang ke mbok Darmi mas ngantarin aku ke mall. Jadi, nggak ada yang perlu mas khawatirkan."

Giana mencium pipi Hadi sekilas, "sekarang mas mandi, terus makan sudah aku siapkan. Baju mas yang tadi aku gantung di sana." Giana menunjuk pakaian yang sudah di hanger rapi. Wajah Giana bersemu merah ketika memperhatikan Hadi yang masih polos tanpa apapun, lalu buru-buru keluar dari kamar.

Hadi keluar dari kamar sudah berpakaian rapi, Giana sudah menunggu di meja makan. Pria itu memperhatikan Giana yang sedang fokus menggambar di Ipad-nya dengan lincah.

Giana mendongakkan kepalanya sedikit terkejut ketika Hadi menggeser satu kursi dihadapannya.
Gadis itu tersenyum lebar ketika melihat Hadi, meletakkan Ipad-nya ditempat lain dan mulai melayani Hadi dengan mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk pria yang masih sedikit canggung karena dilayani dengan telaten oleh Giana.

"Aku nggak tau mas Hadi sukanya apa. Jadi aku pesanin ini aja." Giana menunjuk makanan rumahan yang tadi dipesannya.

"Saya makan semua kok non..." Hadi seperti salah bicara karena Giana langsung memicingkan matanya dan cemberut kearah Hadi.

"No more 'Non' and 'saya' things, please..." Giana berkata sambil menatap tajam Hadi.

"Mas belum terbiasa." Jawab Hadi sambil menyendok makanannya.

Mereka makan berdua, menikmati kebersamaan setelah percintaan mereka yang panas tadi.

Setelah makan, Hadi menawarkan untuk membereskan dan mencuci peralatan makan. Sementara Giana masuk kedalam kamar untuk mengeringkan rambutnya dan memakai pakaian.

Giana keluar dari kamar menggunakan dress tidur diatas lutut dengan kimono berwarna biru. Wanita itu menemukan Hadi sedang duduk didepan televisi sambil menelpon seseorang. Dia menghampiri Hadi.

"Mas sedang sibuk, maaf memang belum sempat mengabari dek." Logat Jawa Hadi kental sekali.

Giana memutuskan untuk duduk disebelah Hadi, pria itu tampak salah tingkah. Ketika dia akan bangkit berdiri, Giana menahan Hadi dan memberi instruksi untuk tetap duduk disana.

"Ibu mau ngomong? Baik..." Lalu Hadi terdiam sejenak. Giana memperhatikan ekspresi Hadi yang tegang, entah karena percakapannya ditelepon atau karena ada Giana yang sedang duduk disebelahnya mendengarkan.

"Di, piye toh kamu kok nggak pulang-pulang! Iki lho Sri nungguin kamu kapan ngelamarnya. Ibu malu ditanyain terus sama tetangga kampung kapan Sri dinikahin kamu. Kamu katanya sudah sukses di Kota, orang tuamu sudah dibelikan sawah dan rumahmu sudah diperbaiki. Kenapa kamu belum pulang juga buat nikahin Sri?! Kapan Sri dibelikan sawah juga??!"

The Star Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang