23. Dimulai

30.9K 2.2K 50
                                    

Giana terbangun dan tidak menemukan Hadi di sampingnya. Wanita itu melirik jam diponselnya yang masih menunjukkan jam dua pagi.

Setelah kejadian tadi, Giana meyakinkan dirinya bahwa ibu Sri harus mendapatkan pelajaran berharga karena sudah berurusan dengannya.

Ini bukan soal tamparan yang diterimanya, ini soal harga diri keluarga suaminya yang sudah diinjak-injak oleh wanita itu. Dan untuk perlakuan tidak menyenangkan yang diterima oleh ibu mertuanya.

Giana telah menghubungi pengacara keluarganya. Dan menceritakan segala kejadian yang telah dialaminya. Pengacara menawarkan untuk melakukan tuntutan hukum, Giana menyetujui dan menyerahkan segala proses pada pengacaranya itu. Dan Giana meminta untuk mencari segala informasi tentang keluarga Sutopo Brotoseno, dia harus tau semua informasi tentang keluarga Sri itu.

Giana bangun dari posisinya dan turun dari tempat tidur. Dia ingin mencari Hadi, dimana pria kesayangannya itu. Dia melangkah keluar kamar, sepertinya anggota keluarga yang lain sudah beristirahat. Giana melangkah ke dapur dan tidak menemukan Hadi. Wanita itu melangkah menuju ruang depan, dia melihat pintu depan rumah terbuka.

Hadi ternyata duduk sendirian di teras rumah, sedang menghisap rokoknya. Ada tiga gelas kopi hitam yang isinya sudah tandas dihadapannya.

"Mas?"

Hadi tersentak dari lamunannya. Pria itu buru-buru mematikan rokoknya.

"Mas ngapain disini? Masuk yuk, dingin." Giana berkata, wanita itu berdiri didepan pintu.

Hadi mengangguk, dia mengangkat gelas kosong bekas kopinya dan membawanya kedalam. Giana menutup pintu depan dan menguncinya.

Giana lebih dulu masuk kedalam kamar, sementara Hadi sepertinya keluar untuk mencuci wajahnya.

Tidak lama, Hadi masuk kedalam kamar lalu mengunci pintu kamar. Pria itu masih diam, dia duduk ditepi ranjang. Giana resah akan sikap suaminya ini, Hadi yang diam seperti sangat berbahaya.

Giana menyentuh lengan Hadi. "Mas? Mas kenapa?"

Hadi menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. "Mas merasa tidak becus menjaga kamu."

Giana ikut duduk ditepi ranjang disebelah Hadi. Sebelah tangannya merangkul pinggang Hadi dan kepalanya bersandar dipundak kokoh suaminya.

"Akan lebih mudah jika yang ada dihadapan mas adalah seorang pria. Mas bisa menghajarnya, memukulinya hingga dia tidak bisa bicara."

Giana mengerti maksud suaminya. Untungnya Hadi tadi masih bisa berfikir jernih dan menahan amarahnya yang Giana tau sudah akan meledak. Giana tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika suaminya itu melayangkan pukulan pada ibu Sri, masalah baru pasti akan muncul dan dia tidak mau itu terjadi. Dia juga tidak bisa membayangkan jika Hadi memukul perempuan, itu tidak elegan.

"Aku akan membalasnya dengan cara paling elegan mas." Giana berkata sambil mengangkat kepalanya.

Hadi menoleh kearah istrinya itu, terlihat penasaran.

"Untuk merobohkan lawan yang angkuh, kita tidak membutuhkan otot mas." Giana menyentuh wajah Hadi dengan tangannya lalu mengelusnya lembut. "Jangan mengotori tangan mas, aku yakin bisa membersihkannya. Tapi aku punya cara lain yang lebih menyenangkan untuk memberi pelajaran pada wanita itu."

Hadi tersenyum tipis. Pria itu menyentuh dan mengelus pipi Giana yang tadi ditampar, ada sedikit bekas merah disana. "Apa masih sakit?"

Giana menggeleng, "Coba dicium biar cepat sembuh, mas."

Tanpa dimintapun Hadi akan dengan senang hati melakukannya, mencium Giana adalah kesukaannya. Hadi mendaratkan bibirnya di pipi Giana, lalu menciumnya dengan lembut.

The Star Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang